
Newsletter
Selamat Datang di Pekan Demokrasi, Bung!
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
15 April 2019 05:53

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup variatif sepanjang pekan lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok dan harga obligasi pemerintah turun, sementara rupiah justru berhasil menguat di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).
Sepanjang pekan lalu, IHSG terkoreksi signifikan yaitu mencapai 1,05%. Sementara indeks saham utama Asia bergerak variatif, di mana yang senasib dengan IHSG adalah Nikkei 225 (-0,21%), Hang Seng (-0,1%), dan Shanghai Composite (-1,8). Sedangkan Kospi melesat 1,08% dan Straits Times naik 0,28%.
Berlawanan arah dengan IHSG, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS justru menguat 0,49% secara point-to-point. Rupiah bergerak searah dengan mata uang utama Benua Kunig, seperti dolar Singapura yang menguat 0,15%, won Korea Selatan terapresiasi 0,26%, dolar Hong Kong menguat 0,08%, dan yuan China menguat 0,21%.
Sementara imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun naik 12,1 basis poin (bps). Kenaikan yield adalah pertanda harga instrumen ini sedang naik karena sepinya permintaan atau bahkan ada aksi jual.
Pada awal pekan lalu, investor sempat dibuat khawatir dengan proyeksi ekonomi terbaru keluaran Dana Moneter Internasional (IMF). Christine Lagarde dan kolega memperkirakan ekonomi dunia tumbuh 3,3% pada 2019, melambat dibandingkan proyeksi Januari yaitu 3,5%.
Proyeksi ini membuat pelaku pasar memilih bermain aman. Di tengah ancaman perlambatan ekonomi global, siapa yang berani ambil risiko?
Namun memasuki tengah pekan risk appetite pasar kembali membuncah. Penyebabnya adalah rilis notulensi rapat The Federal Reserve/The Fed edisi Maret.
Dalam notulensi tersebut, terpampang nyata bahwa 'suasana kebatinan' dalam rapat komite pengambil kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) begitu murung. Hawa kalem alias dovish pun kian terlihat.
"Mayoritas peserta rapat memperkirakan proyeksi ekonomi dan risiko ke depan kemungkinan menyebabkan suku bunga acuan tidak berubah sampai akhir tahun. Para peserta rapat juga menyadari berbagai ketidakpastian, termasuk yang menyangkut ekonomi dan pasar keuangan global," sebut risalah itu.
Pintu kenaikan suku bunga acuan yang semakin tertutup membuat dolar AS terpojok. Sebab tanpa dukungan kenaikan suku bunga, berinvestasi di mata uang ini menjadi kurang seksi.
Hasrat pelaku pasar bertambah besar kala ada perkembangan positif dari negosiasi Brexit. Uni Eropa sepakat untuk memberikan perpanjangan waktu pelaksanaan Brexit dari 12 April menjadi akhir Oktober. Dengan begitu, pemerintah Inggris akan punya cukup waktu untuk bernegosiasi dengan parlemen agar No-Deal Brexit bisa dihindari.
Dua sentimen tersebut menyebabkan arus modal pun kembali masuk ke instrumen berisiko di negara berkembang Asia, termasuk Indonesia. Aliran modal asing di pasar keuangan Indonesia berhasil menyokong penguatan rupiah.
Bahkan meski IHSG terperosok cukup dalam, investor asing masih memborong saham di Bursa Efek Indonesia. Sepanjang minggu kemarin, investor asing membukukan beli bersih Rp 1,27 triliun. Sementara di pasar obligasi, kepemilikan surat utang pemerintah oleh investor asing bertambah Rp 1,41 triliun.
Jadi pelemahan IHSG dan obligasi pemerintah bisa dibilang disebabkan ulah investor domestik. Mungkin dengan alasan ambil untung karena IHSG dan harga obligasi sudah naik pada pekan sebelumnya, investor domestik memilih melakukan aksi jual.
Atau mungkin juga pelaku pasar domestik mulai 'menyambut' pekan demokrasi. Pekan ini, tepatnya pada 17 April, Indonesia akan menghadapi pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres). The moment of truth sudah semakin dekat, dan bisa jadi malah investor domestik yang ketar-ketir, bukan investor asing.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Sepanjang pekan lalu, IHSG terkoreksi signifikan yaitu mencapai 1,05%. Sementara indeks saham utama Asia bergerak variatif, di mana yang senasib dengan IHSG adalah Nikkei 225 (-0,21%), Hang Seng (-0,1%), dan Shanghai Composite (-1,8). Sedangkan Kospi melesat 1,08% dan Straits Times naik 0,28%.
Berlawanan arah dengan IHSG, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS justru menguat 0,49% secara point-to-point. Rupiah bergerak searah dengan mata uang utama Benua Kunig, seperti dolar Singapura yang menguat 0,15%, won Korea Selatan terapresiasi 0,26%, dolar Hong Kong menguat 0,08%, dan yuan China menguat 0,21%.
Sementara imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun naik 12,1 basis poin (bps). Kenaikan yield adalah pertanda harga instrumen ini sedang naik karena sepinya permintaan atau bahkan ada aksi jual.
Pada awal pekan lalu, investor sempat dibuat khawatir dengan proyeksi ekonomi terbaru keluaran Dana Moneter Internasional (IMF). Christine Lagarde dan kolega memperkirakan ekonomi dunia tumbuh 3,3% pada 2019, melambat dibandingkan proyeksi Januari yaitu 3,5%.
Proyeksi ini membuat pelaku pasar memilih bermain aman. Di tengah ancaman perlambatan ekonomi global, siapa yang berani ambil risiko?
Namun memasuki tengah pekan risk appetite pasar kembali membuncah. Penyebabnya adalah rilis notulensi rapat The Federal Reserve/The Fed edisi Maret.
Dalam notulensi tersebut, terpampang nyata bahwa 'suasana kebatinan' dalam rapat komite pengambil kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) begitu murung. Hawa kalem alias dovish pun kian terlihat.
"Mayoritas peserta rapat memperkirakan proyeksi ekonomi dan risiko ke depan kemungkinan menyebabkan suku bunga acuan tidak berubah sampai akhir tahun. Para peserta rapat juga menyadari berbagai ketidakpastian, termasuk yang menyangkut ekonomi dan pasar keuangan global," sebut risalah itu.
Pintu kenaikan suku bunga acuan yang semakin tertutup membuat dolar AS terpojok. Sebab tanpa dukungan kenaikan suku bunga, berinvestasi di mata uang ini menjadi kurang seksi.
Hasrat pelaku pasar bertambah besar kala ada perkembangan positif dari negosiasi Brexit. Uni Eropa sepakat untuk memberikan perpanjangan waktu pelaksanaan Brexit dari 12 April menjadi akhir Oktober. Dengan begitu, pemerintah Inggris akan punya cukup waktu untuk bernegosiasi dengan parlemen agar No-Deal Brexit bisa dihindari.
Dua sentimen tersebut menyebabkan arus modal pun kembali masuk ke instrumen berisiko di negara berkembang Asia, termasuk Indonesia. Aliran modal asing di pasar keuangan Indonesia berhasil menyokong penguatan rupiah.
Bahkan meski IHSG terperosok cukup dalam, investor asing masih memborong saham di Bursa Efek Indonesia. Sepanjang minggu kemarin, investor asing membukukan beli bersih Rp 1,27 triliun. Sementara di pasar obligasi, kepemilikan surat utang pemerintah oleh investor asing bertambah Rp 1,41 triliun.
Jadi pelemahan IHSG dan obligasi pemerintah bisa dibilang disebabkan ulah investor domestik. Mungkin dengan alasan ambil untung karena IHSG dan harga obligasi sudah naik pada pekan sebelumnya, investor domestik memilih melakukan aksi jual.
Atau mungkin juga pelaku pasar domestik mulai 'menyambut' pekan demokrasi. Pekan ini, tepatnya pada 17 April, Indonesia akan menghadapi pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres). The moment of truth sudah semakin dekat, dan bisa jadi malah investor domestik yang ketar-ketir, bukan investor asing.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Next Page
JPMorgan dan Disney Dongkrak Wall Street
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular