
Gubernur BI: Jangan Kira Kita Tak Dorong Pertumbuhan Ekonomi
Iswari Anggit Pramesti, CNBC Indonesia
21 March 2019 16:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) menjelaskan kebijakan apa saja yang ditempuh untuk mempertahankan stabilitas eksternal dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, stance kebijakan terkait suku bunga dan nilai tukar Rupiah tetap fokus untuk mempertahankan stabilitas eksternal.
Sedangkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, BI telah menyiapkan sejumlah kebijakan lain yang lebih akomodatif.
"Soal suku bunga tetap fokus pada stabilitas eksternal, sama seperti bulan lalu," ujar Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Kamis (21/3/2019).
"Lalu, 'bedanya apa pak sama yang sekarang?', bedanya; jangan dikira BI tidak mendorong pertumbuhan ekonomi. Makanya tadi, sementara suku bunga dan nilai tukar Rupiah fokus ke stabilitas, kami juga mempuh kebijakan akomodatif untuk mendorong permintaan domestik."
Perry menjelaskan, setidaknya terdapat dua kebijakan akomodatif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, selain memperkuat sinergi dengan pemerintah, dan kementerian/ lembaga terkait lainnya.
Pertama, BI akan terus menempuh strategi moneter untuk memastikan ketersediaan likuiditas. Melalui kebijakan ini, Perry berharap bisa memiliki likuiditas yang cukup untuk mendorong bank-bank menyalurkan kredit, pasalnya selama ini penyaluran kredit paling banyak hanya dilakukan oleh bank-bank besar atau bank buku empat, seperti Mandiri, BRI, BNI, BCA, dan sebagainya.
"Kebijakan lainnya; yang pertama BI akan terus menempuh strategi moneter untuk ketersediaan likuiditas. [...] Jadi harapannya, bank-bank secara keseluruhan punya kecukupan likuiditas untuk menyalurkan kredit. Masalahnya apakah distribusi likuiditas antar bank cukup? Pemantauan kami bank-bank buku empat itu cukup, tapi sebagian buku satu dan dua harus tingkatkan funding mereka untuk menyalurkan kredit."
"Apa yang dilakukan BI? Kami ingin pastikan likuiditas cukup, ya term repo-nya diperbanyak, diperluas, jadwal sampai beberapa bulan ke depan sudah diumumkan, yang punya SBN bisa ke BI term repo, dapat likuiditas. Itu salah satu yg kita lakukan."
Ia menambahkan, sejak Bulan Desember 2018, BI sudah melakukan injeksi likuiditas yang cukup besar. Pada Bulan Desember 2018 mencapai Rp 120 triliun, di Bulan Januari 2019 memang agak menurun tapi BI tetap melakukan injeksi likuiditas.
Kedua, BI akan memperkuat makroprudensial yang lebih akomodatif. Perry menjelaskan, mulai tanggal 1 Juli 2019 nanti, BI akan mengendurkan RIM menjadi 84-94%. Tujuannya agar pertumbuhan kredit perbankan bagi dunia usaha meningkat.
"Nah apalagi yang dilakukan BI? Kedua, memperkuat makroprudensial yang akomodatif, menjadi 84-94% untuk mendorong pembiayaan perbankan bagi dunia usaha. Dengan kenaikan RIM, financing tidak terbatas pada kredit tapi juga pembelian obligasi korporasi yang baik, ini mendorong perbankan bagi dunia usaha."
"RIM akan efektif per 1 Juli 2019. Kami akan komunikasi dengan industri, perbankan untuk menyalurkan kredit, di tengah kami memastikan likuiditas cukup. Itulah mengapa kredit akan dekati batas atas 10-12%."
(dru) Next Article BI Sebut 3 Risiko Ini Hantui Sistem Keuangan
Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, stance kebijakan terkait suku bunga dan nilai tukar Rupiah tetap fokus untuk mempertahankan stabilitas eksternal.
Sedangkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, BI telah menyiapkan sejumlah kebijakan lain yang lebih akomodatif.
"Lalu, 'bedanya apa pak sama yang sekarang?', bedanya; jangan dikira BI tidak mendorong pertumbuhan ekonomi. Makanya tadi, sementara suku bunga dan nilai tukar Rupiah fokus ke stabilitas, kami juga mempuh kebijakan akomodatif untuk mendorong permintaan domestik."
![]() |
Pertama, BI akan terus menempuh strategi moneter untuk memastikan ketersediaan likuiditas. Melalui kebijakan ini, Perry berharap bisa memiliki likuiditas yang cukup untuk mendorong bank-bank menyalurkan kredit, pasalnya selama ini penyaluran kredit paling banyak hanya dilakukan oleh bank-bank besar atau bank buku empat, seperti Mandiri, BRI, BNI, BCA, dan sebagainya.
"Kebijakan lainnya; yang pertama BI akan terus menempuh strategi moneter untuk ketersediaan likuiditas. [...] Jadi harapannya, bank-bank secara keseluruhan punya kecukupan likuiditas untuk menyalurkan kredit. Masalahnya apakah distribusi likuiditas antar bank cukup? Pemantauan kami bank-bank buku empat itu cukup, tapi sebagian buku satu dan dua harus tingkatkan funding mereka untuk menyalurkan kredit."
"Apa yang dilakukan BI? Kami ingin pastikan likuiditas cukup, ya term repo-nya diperbanyak, diperluas, jadwal sampai beberapa bulan ke depan sudah diumumkan, yang punya SBN bisa ke BI term repo, dapat likuiditas. Itu salah satu yg kita lakukan."
Ia menambahkan, sejak Bulan Desember 2018, BI sudah melakukan injeksi likuiditas yang cukup besar. Pada Bulan Desember 2018 mencapai Rp 120 triliun, di Bulan Januari 2019 memang agak menurun tapi BI tetap melakukan injeksi likuiditas.
Kedua, BI akan memperkuat makroprudensial yang lebih akomodatif. Perry menjelaskan, mulai tanggal 1 Juli 2019 nanti, BI akan mengendurkan RIM menjadi 84-94%. Tujuannya agar pertumbuhan kredit perbankan bagi dunia usaha meningkat.
"Nah apalagi yang dilakukan BI? Kedua, memperkuat makroprudensial yang akomodatif, menjadi 84-94% untuk mendorong pembiayaan perbankan bagi dunia usaha. Dengan kenaikan RIM, financing tidak terbatas pada kredit tapi juga pembelian obligasi korporasi yang baik, ini mendorong perbankan bagi dunia usaha."
"RIM akan efektif per 1 Juli 2019. Kami akan komunikasi dengan industri, perbankan untuk menyalurkan kredit, di tengah kami memastikan likuiditas cukup. Itulah mengapa kredit akan dekati batas atas 10-12%."
(dru) Next Article BI Sebut 3 Risiko Ini Hantui Sistem Keuangan
Most Popular