
BI Sebut 3 Risiko Ini Hantui Sistem Keuangan
Iswari Anggit, CNBC Indonesia
03 May 2019 12:07

Jakarta, CNBC Indonesia - Ada tiga risiko yang perlu diperhatikan bagi stabilitas sistem keuangan. Ketiga risiko tersebut ialah, cross section risk, market risk, dan credit risk. Apa maksudnya?
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjelaskan, untuk memitigasi ketiga resiko tersebut pihaknya harus memastikan kebijakan yang ada masih sejalan dengan stabilitas sistem keuangan.
"Dari moneter sudah kami ulas dan sajikan. Bagaimana indikasi global, dampak The Fed (The Federal Reserve/ Bank Sentral AS), dollar yang semakin menguat, [...] itulah mengapa di sektor moneter kita fokuskan untuk stabilitas nilai tukar," ujarnya saat memberikan sambutan dalam peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan, Jumat (3/5/2019).
"Tantangannya, bagaimana kebijakan moneter masih in line dengan stabilitas sistem keuangan, baik mikro maupun makro, ini tantangan yang harus dicermati."
Lebih lanjut lagi, Perry menjabarkan masing-masing resiko yang dimaksud, sebagai berikut:
Perry juga menekankan, terkait risiko kedua itu, BI tidak hanya melihat stabilitas nilai tukar, tapi juga exchange rate dalam stabilitas sistem keuangan.
"Ibaratnya jamu, bagaimana kenaikan suku bunga [yang merupakan] kebijakan 'jamu pahit', dari sisi moneter, tidak berdampak ke stabilitas sistem keuangan. Makanya kita luncurkan 'jamu manis', yakni kebjakan makroprudensial akomodatif. Ini tidak diajarkan di kampus."
"Bauran kebijakan moneter sangat penting. Begitu juga koordinasi di bawah KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan)."
(dru) Next Article Gelontorkan Rp 420 T, BI: Sekarang 'Jamunya' Longgar!
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjelaskan, untuk memitigasi ketiga resiko tersebut pihaknya harus memastikan kebijakan yang ada masih sejalan dengan stabilitas sistem keuangan.
"Dari moneter sudah kami ulas dan sajikan. Bagaimana indikasi global, dampak The Fed (The Federal Reserve/ Bank Sentral AS), dollar yang semakin menguat, [...] itulah mengapa di sektor moneter kita fokuskan untuk stabilitas nilai tukar," ujarnya saat memberikan sambutan dalam peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan, Jumat (3/5/2019).
Lebih lanjut lagi, Perry menjabarkan masing-masing resiko yang dimaksud, sebagai berikut:
- Cross section risk. Risiko yang pertama ini, perlu memperhatikan bagaimana pengembalian modal asing tidak menimbulkan kekeringan likuiditas.
- Market risk. Risiko kedua, berbicara bagaimana agar kenaikan suku bunga bank sentral tidak berdampak pada kenaikan suku bunga kredit.
- Credit Risk. Risiko yang terakhir dan tidak kalah penting ini membahas keharusan pemegang wewenang untuk me-manage berbagai aspek, misalnya; perlambatan ekonomi dunia dan bagaimana mendorong ekspor, serta bagaimana mendorong permintaan domestik.
Perry juga menekankan, terkait risiko kedua itu, BI tidak hanya melihat stabilitas nilai tukar, tapi juga exchange rate dalam stabilitas sistem keuangan.
"Ibaratnya jamu, bagaimana kenaikan suku bunga [yang merupakan] kebijakan 'jamu pahit', dari sisi moneter, tidak berdampak ke stabilitas sistem keuangan. Makanya kita luncurkan 'jamu manis', yakni kebjakan makroprudensial akomodatif. Ini tidak diajarkan di kampus."
"Bauran kebijakan moneter sangat penting. Begitu juga koordinasi di bawah KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan)."
(dru) Next Article Gelontorkan Rp 420 T, BI: Sekarang 'Jamunya' Longgar!
Most Popular