Waspada Peringatan Baru IMF

Prima Wirayani, CNBC Indonesia
23 January 2019 07:03
Waspada Peringatan Baru IMF
Foto: CNBC
Jakarta, CNBC Indonesia - Dana Moneter Internasional (IMF) menjadi topik utama pasar keuangan dunia setelah Senin (21/1/2019) lalu lembaga yang bermarkas di Washington, Amerika Serikat (AS), itu merilis proyeksi ekonomi global yang suram.

Untuk kali kedua dalam hanya tiga bulan, IMF menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia.


Dalam World Economic Outlook Update yang dirilis di sela-sela pertemuan para pemimpin dan pelaku bisnis dunia di Davos, IMF memproyeksikan ekonomi global akan tumbuh 3,5% di 2019 dan 3,6% di 2020. Perkiraan itu turun masing-masing 0,2 dan 0,1 poin persentase dari proyeksi yang disampaikan di Oktober lalu.

Lembaga ini menggarisbawahi pelemahan ekonomi China yang lebih dalam dari perkiraan dan kemungkinan Brexit tanpa kesepakatan atau no deal sebagai risiko dari poyeksinya yang dapat memperparah guncangan di pasar keuangan.

Ekonomi China tumbuh 6,6% tahun lalu, laju terlemahnya sejak 1990.

Waspada Peringatan Baru IMFFoto: Pertemuan tahunan World Economic Forum (WEF) di Davos, Swiss, 22 Januari 2019. REUTERS / Arnd Wiegmann

"Setelah dua tahun mengalami pertumbuhan yang kuat, perekonomian dunia kini melambat lebih dari yang diperkirakan dan risiko meningkat," kata Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde dalam sebuah konferensi pers, Senin, dilansir dari Reuters.

"Apakah itu berarti resesi global di depan mata? Tidak. Namun, risiko penurunan pertumbuhan global yang lebih tajam telah meningkat," ujarnya.

IMF kini memperkirakan zona euro akan tumbuh 1,6% di 2019 atau turun 0,3 poin persentase dibandingkan proyeksi sebelumnya dan 1,7% tahun depan.

Revisi paling dalam terjadi untuk proyeksi pertumbuhan ekonomi Jerman di 2019 yang diperkirakan di sekitar 1,3% atau anjlok 0,6 poin persentase akibat standar emisi baru untuk mobil yang diterapkan di negara yang sangat mengandalkan sektor otomotifnya itu, tulis laporan tersebut.

Meski begitu, IMF mempertahankan perkiraan pertumbuhan untuk AS dan China yang setahun belakangan terbelit sengketa perdagangan.


AS diperkirakan akan tumbuh 2,5% tahun ini dan 1,8% di 2020 saat dampak stimulus fiskal mulai memudar dan ketika suku bunga acuan secara temporer berada di atas suku bunga netral.

IMF juga tidak mengubah proyeksi pertumbuhan China di 6,2% untuk tahun ini dan 2020 namun memperingatkan bahwa kegiatan ekonomi akan meleset dari perkiraan bila perang dagang berlanjut.

"Sebagaimana yang terlihat di 2015-2016, kekhawatiran terkait kondisi kesehatan ekonomi China dapat menyebabkan aksi jual yang tiba-tiba dan luas di pasar keuangan dan komoditas yang menekan rekan dagang, eksportir komoditas, serta negara-negara berkembang lainnya," tulis lembaga tersebut.

NEXT

Dalam laporan itu, IMF tak lupa memperingatkan pentingnya pengelolaan utang bagi negara-negara berkembang di tengah meningkatnya risiko ekonomi global.

IMF menulis bahwa pasar negara berkembang telah teruji oleh kondisi eksternal yang sulit dalam beberapa bulan terakhir di tengah ketegangan perdagangan, kenaikan suku bunga AS, penguatan dolar, arus keluar modal, dan harga minyak yang bergejolak.


"Di beberapa negara, mengatasi beban utang swasta yang tinggi dan mismatch mata uang dan masa jatuh tempo akan memerlukan kerangka kerja makroprudensial yang yang diperkuat," tulisnya.

"Kebijakan fiskal harus memastikan rasio utang tetap sustainable di tengah kondisi keuangan eksternal yang semakin menantang."

Negara-negara berkembang diperkirakan tumbuh 4,5% di tahun ini atau turun 0,2 poin persentase dan tetap di 4,9% tahun depan.

Proyeksi pertumbuhan negara-negara ASEAN 5, yang terdiri dari Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina, ada di 5,1% tahun ini atau turun 0,1 poin persentase.


NEXT

Menko Perekonomian Darmin Nasution merespons laporan terbaru IMF itu dan mengatakan Indonesia tidak akan luput dari imbas revisi tersebut.

"Namanya ekonomi dunia memang begini, jangan diharapkan dunia baik-baik saja. Kita yang harus mencari jalan, tidak bisa grasa-grusu," ujar Darmin kepada wartawan di kantornya, Senin malam.

Waspada Peringatan Baru IMFFoto: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution saat pembukaan perdagangan BEI 2019 (CNBC Indonesia/Bernhart Farras)

"Kita memang sedang menyiapkan langkah untuk mendorong ekspor, tapi jangan dulu ditanya dulu," lanjutnya.

Untuk investasi, Darmin mengatakan pemerintah sudah melansir sejumlah kebijakan. Mulai dari penyederhanaan perizinan melalui implementasi Online Single Submission (OSS) sampai insentif investasi bagi industri pionir.


Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga buka suara.

"Saya rasa untuk kita ini tantangan, dari sisi global growth momentumnya tidak lagi meningkat secara cepat," ujarnya hari Selasa.

"Ini tantangan dari sisi bahwa momentum yang berasal dari eksternal akan melemah dan guncangan mungkin masih akan terjadi meskipun tidak seperti tahun 2018," tambahnya.

Ia berpandangan bahwa momentum pertumbuhan global terus mendapatkan tekanan dari berbagai sisi, seperti ketidakpastian perdagangan, penutupan pemerintahan atau government shutdown di Amerika Serikat (AS), dan risiko perlambatan yang dialami China dan beberapa negara maju.

"Buat kita, tetap fokus bagaimana menjaga faktor-faktor pertumbuhan ekonomi dan stabilitas di dalam ekonomi kita, di dalam lingkungan yang berubah secara cepat," tegas Sri Mulyani.

Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu juga tidak ambil pusing akan peringatan utang IMF untuk negara-negara berkembang.

Utang Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) masih di 30% yang masih sangat rendah bila dibandingkan dengan standar internasional. Selain itu, defisit anggaran yang mencapai 1,7% juga disebutnya masih aman.

"Kalau bicara tentang IMF ini, ada negara advanced countries, seperti di Eropa yang bebt to GDP ratio itu sudah di atas 60%, ada yang 80%, bahkan 100%. Jadi, untuk negara-negara seperti itu, mereka pasti harus melakukan konsolidasi fiskal," ujarnya.

"Indonesia sekarang growth di atas 5% dan defisitnya di bawah 2%. Jadi, tidak relevan statement itu untuk Indonesia karena berarti kita kan makin hari akan makin menurun," kata Sri Mulyani.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular