
Newsletter
The Fed Mulai Dovish, IHSG dan Rupiah Siap Melesat?
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
29 November 2018 05:50

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia lesu pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah mengalami koreksi.
Kemarin, IHSG ditutup melemah 0,37%. Padahal bursa saham utama Asia mayoritas menguat seperti Nikkei 225 (+1,02%), Shanghai Composite (+1,05%), Hang Seng (+1,33%), Kospi (+0.42%), dan Straits Times (+0,13%).
Sementara rupiah melemah 0,1% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Tidak seperti di pasar saham, bukan hanya rupiah yang melemah melainkan mayoritas mata uang utama Benua Kuning.
Sentimen positif bagi pasar saham Asia adalah aura damai dagang AS-China. Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow menyatakan bahwa ada kemungkinan Washington dan Beijing akan mencapai kesepakatan yang signifikan kala Presiden AS Donald Trump bertemu Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G-20 pada akhir bulan ini.
"Ada kemungkinan yang cukup besar kami akan mencapai kesepakatan. Beliau (Trump) terbuka untuk itu," kata Kudlow, mengutip Reuters.
Sebelumnya, Trump sempat mengatakan bahwa dirinya sudah bersiap-siap untuk mengenakan bea masuk baru bagi US$ 267 miliar produk China lainnya jika pertemuan dengan Xi Jingping tak membuahkan kesepakatan. Dengan komentar Kudlow, masih ada harapan Trump melunak dan bisa sepaham dengan China untuk mengakhiri perang dagang.
Namun di pasar valas, sentimen positif ini kalah melawan hawa kenaikan suku bunga acuan di AS. Investor menantikan pidato Gubernur The Federal Reserve/The Fed Jerome Powell di acara The Federal Reserve's Framework for Monitoring Financial Stability di New York.
Pelaku pasar ingin mencari petunjuk langsung dari sang pimpinan bank sentral terkait arah kebijakan moneter ke depan. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan tiga kali pada 2019. Namun untuk kenaikan ketiga, suara pelaku pasar masih terbelah sehingga masih ada kemungkinan Federal Funds Rate hanya naik dua kali.
Pelaku pasar juga menunggu notulensi rilis hasil rapat (minutes of meeting) The Fed edisi November 2018. Pada pertemuan itu, suku bunga acuan memang ditahan di level 2-2,25%, tetapi investor akan mencari petunjuk mengenai arah kebijakan moneter ke depan.
Investor pun bermain aman dengan mengoleksi dolar AS, berjaga-jaga jika Powell dan minutes of meeting mengeluarkan nada hawkish. Alhasil, dolar AS lebih dipilih ketimbang mata uang Asia seperti rupiah. Mata uang Tanah Air pun harus menerima kenyataan melemah 2 hari berturut-turut.
Pelemahan rupiah membuat saham-saham perbankan di Bursa Efek Indonesia dlepas investor. BBTN anjlok 4,17%, BBNI amblas 1,16%, BMRI turun 0,67%, dan BBCA minus 0,2%. Koreksi saham-saham perbankan kemudian menyeret IHSG secara keseluruhan ke zona merah.
Kemarin, IHSG ditutup melemah 0,37%. Padahal bursa saham utama Asia mayoritas menguat seperti Nikkei 225 (+1,02%), Shanghai Composite (+1,05%), Hang Seng (+1,33%), Kospi (+0.42%), dan Straits Times (+0,13%).
Sementara rupiah melemah 0,1% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Tidak seperti di pasar saham, bukan hanya rupiah yang melemah melainkan mayoritas mata uang utama Benua Kuning.
Sentimen positif bagi pasar saham Asia adalah aura damai dagang AS-China. Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow menyatakan bahwa ada kemungkinan Washington dan Beijing akan mencapai kesepakatan yang signifikan kala Presiden AS Donald Trump bertemu Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G-20 pada akhir bulan ini.
"Ada kemungkinan yang cukup besar kami akan mencapai kesepakatan. Beliau (Trump) terbuka untuk itu," kata Kudlow, mengutip Reuters.
Sebelumnya, Trump sempat mengatakan bahwa dirinya sudah bersiap-siap untuk mengenakan bea masuk baru bagi US$ 267 miliar produk China lainnya jika pertemuan dengan Xi Jingping tak membuahkan kesepakatan. Dengan komentar Kudlow, masih ada harapan Trump melunak dan bisa sepaham dengan China untuk mengakhiri perang dagang.
Namun di pasar valas, sentimen positif ini kalah melawan hawa kenaikan suku bunga acuan di AS. Investor menantikan pidato Gubernur The Federal Reserve/The Fed Jerome Powell di acara The Federal Reserve's Framework for Monitoring Financial Stability di New York.
Pelaku pasar ingin mencari petunjuk langsung dari sang pimpinan bank sentral terkait arah kebijakan moneter ke depan. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan tiga kali pada 2019. Namun untuk kenaikan ketiga, suara pelaku pasar masih terbelah sehingga masih ada kemungkinan Federal Funds Rate hanya naik dua kali.
Pelaku pasar juga menunggu notulensi rilis hasil rapat (minutes of meeting) The Fed edisi November 2018. Pada pertemuan itu, suku bunga acuan memang ditahan di level 2-2,25%, tetapi investor akan mencari petunjuk mengenai arah kebijakan moneter ke depan.
Investor pun bermain aman dengan mengoleksi dolar AS, berjaga-jaga jika Powell dan minutes of meeting mengeluarkan nada hawkish. Alhasil, dolar AS lebih dipilih ketimbang mata uang Asia seperti rupiah. Mata uang Tanah Air pun harus menerima kenyataan melemah 2 hari berturut-turut.
Pelemahan rupiah membuat saham-saham perbankan di Bursa Efek Indonesia dlepas investor. BBTN anjlok 4,17%, BBNI amblas 1,16%, BMRI turun 0,67%, dan BBCA minus 0,2%. Koreksi saham-saham perbankan kemudian menyeret IHSG secara keseluruhan ke zona merah.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular