Investor Asing Tancap Gas, IHSG Ditutup Menguat 0,28%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
26 November 2018 17:15
Investor Asing Tancap Gas, IHSG Ditutup Menguat 0,28%
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Performa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini terbilang oke. Dibuka melemah 0,14% ke level 5.997,73, IHSG dengan cepat bergerak naik ke zona hijau dan mencapai titik tertingginya di level 6.025,99 (+0,33% dibandingkan penutupan perdagangan hari Jumat, 23/11/2018).

Namun kemudian, IHSG kembali turun ke zona merah dan mencapai titik terendahnya di level 5.990,99 (-0,25%). Pada akhir sesi 1, IHSG ditutup menguat, namun tipis saja yakni 0,04% ke level 6.008,83. Memasuki sesi 2, IHSG bolak-balik di zona hijau dan merah sebelum akhirnya ditutup menguat 0,28% ke level 6.022,78, penguatan yang cukup lumayan.

Performa IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan menguat: indeks Nikkei naik 0,76%, indeks Hang Seng naik 1,73%, indeks Strait Times naik 1,19%, dan indeks Kospi naik 1,24%.

Kabar positif dari Eropa membuat investor optimistis untuk memburu saham-saham di Benua Kuning. Kabar positif pertama datang dari proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit). Dalam sidang pada 25 November waktu setempat, para pemimpin Uni Eropa akhirnya menyepakati draf perjanjian Brexit yang diajukan pemerintahan Perdana Menteri Inggris Theresa May.

Theresa May mengatakan dalam kesepakatan tersebut Inggris tetap memiliki kewenangan untuk mengatur batas-batas wilayah dan anggarannya sendiri. Namun London akan membuat kebijakan yang serasi dengan Brussel sehingga menciptakan kepastian bagi para pelaku usaha.

"Mereka yang berpikir bahwa dengan menolak kesepakatan ini bisa mendapat yang lebih baik, maka akan kecewa. Ini adalah kesepakatan yang terbaik," tegas Presiden Uni Eropa Jean-Claude Juncker, dikutip dari Reuters.

Kabar positif yang kedua datang dari Italia, di mana pemerintah Negeri Pizza semakin membuka diri untuk berdialog soal rancangan anggaran 2019. Pemerintahan Perdana Menteri Giuseppe Conte kini tidak lagi ngotot menggolkan defisit anggaran 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk tahun depan.

"Saya rasa tidak ada yang kaku. Jika tujuannya adalah membuat ekonomi negara ini tumbuh, maka (defisit) bisa saja 2,2% atau 2,6%. Masalahnya bukan desimal, tetapi yang penting serius dan konkret," tutur Matteo Salvini, Wakil Perdana Menteri Italia, dikutip dari Reuters.

PM Conte dan Presiden Juncker sudah bertemu dalam sebuah jamuan makan malam di Brussel akhir pekan lalu. Keduanya sepakat untuk membahas rancangan anggaran yang memuaskan bagi kedua pihak.

"Brussel dan Roma akan bekerja sama dalam beberapa hari ke depan untuk mencapai kesepahaman dan mengutamakan solusi," kata Juru Bicara Uni Eropa Margaritis Schinas, dikutip dari Reuters.

[Gambas:Video CNBC]



Per akhir sesi 1, IHSG kurang bisa memanfaatkan sentimen-sentimen positif yang ada lantaran terkendala aksi jual investor asing, dengan nilai bersih sebesar Rp 7,4 miliar.

Namun per akhir sesi 2, investor asing ternyata sudah tancap gas dengan membukukan beli bersih senilai Rp 199,2 miliar.

6 besar saham yang diburu investor asing adalah: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 119,9 miliar), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 109,2 miliar), PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk/TKIM (Rp 92,5 miliar), PT Saratoga Investama Sedaya Tbk/SRTG (Rp 41,2 miliar), PT Astra International Tbk/ASII (Rp 36,8 miliar), dan PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 33,4 miliar).

Dengan melihat data tersebut, bisa disimpulkan bahwa aksi beli investor asing terkonsentrasi pada saham-saham bank BUKU IV. Investor asing menunjukkan apresiasinya atas penguatan rupiah dengan mengoleksi saham-saham bank BUKU IV.

Hingga sore hari, rupiah menguat 0,45% di pasar spot ke level Rp 14.470/dolar AS, menjadikannya mata uang dengan performa terbaik di kawasan Asia. Posisi Ini sekaligus menandai kali pertama rupiah ditutup di bawah level Rp 15.500/dolar AS sejak 10 Agustus silam.

Harga saham BBRI ditutup menguat 1,72%, BBCA menguat 0,5%, dan BMRI menguat 1,03%. Indeks sektor jasa keuangan menguat sebesar 0,69%, menjadikannya sektor dengan kontribusi positif terbesar bagi IHSG.

Dolar AS memang sedang berada dalam posisi yang lesu, ditunjukkan oleh indeks dolar AS yang melemah sebesar 0,2%. Dolar AS kehilangan pijakannya seiring dengan memudarnya persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan pada bulan desember oleh The Federal Reserve. Hal ini terjadi pasca rilis data ekonomi yang mengecewakan.

Menjelang akhir pekan, pembacaan awal untuk data Manufacturing PMI periode November 2018 versi Markit diumumkan sebesar 55,4, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 55,8, seperti dikutip dari Forex Factory.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 26 November 2018, kemungkinan bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25 bps pada bulan Desember adalah sebesar 72,3%, lebih rendah dari posisi 23 November yang sebesar 75,8%.

[Gambas:Video CNBC]

Di sisi lain, sektor pertambangan (-2,65%) menjadi sektor yang paling membebani laju IHSG hari ini. Sektor pertambangan jeblok seiring dengan aksi jual atas saham-saham emiten batu bara: PT Bumi Resources Tbk (BUMI) turun 10,6%, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) turun 8,58%, PT Harum Energy Tbk (HRUM) turun 5,48%, dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO) turun 1,54%.

Saham-saham emiten batu bara dilepas seiring dengan penurunan harga batu bara. Harga batu bara Newcastle kontrak acuan menutup perdagangan hari Jumat dengan melemah 0,63% ke level US$ 101,75/Metrik Ton (MT). Posisi ini merupakan yang terendah sejak pertengahan Mei 2018 atau dalam 6 bulan lebih.

Sejumlah sentimen negatif memang masih menghantui harga komoditas ini. Meski sudah memasuki musim dingin, tingkat konsumsi batu bara masih cukup lemah di China. Mengutip China Coal Transport & Distribution, konsumsi batu bara di China bagian tengah dan selatan masih cukup lambat.

Hal ini dipertegas dengan stok batu bara yang memang masih berada di level yang tinggi. Menurut data China Coal Resource, stok batu bara pada 6 pembangkit listrik utama China meningkat dalam 5 pekan secara berturut-turut ke level tertingginya sejak Januari 2015. Teranyar, stoknya meningkat 0,59% secara mingguan (week-to-week/WtW) ke level 17,06 juta ton.

Lemahnya konsumsi di Negeri Tirai Bambu tidak lepas dari musim dingin yang memang lebih hangat dari biasanya. Sebelumnya, China's National Climate Center memroyeksikan bahwa musim dingin yang saat ini melanda dataran China akan lebih hangat dari biasanya. Alasannya, ada potensi datangnya El Nino.

Kemudian, pemerintah China memutuskan untuk membatasi impor batu bara di sepanjang tahun 2018. Mengutip laporan dari Shanghai Securities News, seperti dilansir dari Reuters, impor batu bara di tahun ini ditetapkan tidak boleh melebihi volume impor pada tahun 2017.

Kebijakan ini dilakukan pemerintah China dalam rangka menjaga harga batu bara domestik tetap tinggi hingga akhir tahun ini. Selain itu, kondisi stok yang berlebih di China juga menjadi alasan pemerintah untuk membatasi impor batu bara.

Dengan pembatasan itu, volume impor batu bara China di November-Desember 2018 diramal turun sebesar 25-35 juta ton dibandingkan tahun sebelumnya, mengutip Reuters.

Sebagai catatan, China adalah konsumen utama batu bara dunia dengan volume mencapai 1.892,6 MT pada 2017 atau 51% dari total permintaan dunia.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular