
Total Laba Emiten Semen Turun Rp 3,31 T, Apa Penyebabnya?
Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
08 November 2018 09:26

Jakarta, CNCB Indonesia - Total laba yang dikumpulkan emiten produsen semen di Indonesia pada kuartal III-2018 mencapai Rp 3,31 triliun. Perolehan tersebut tercatat turun 1,89% dibandingkan periode yang sama 2017 yang tercatat mencapai Rp 3,37 triliun.
Akumulasi laba bersih tersebut dihitung dari total laba bersih enam emiten yang dikelompokkan dalam sektor industri dasar, sub sektor semen. Enam emiten tersebut, yaitu PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP), PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB), PT Semen Baturaja Tbk (SMBR), PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) dan PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON).
Padahal pada periode yang sama penjualan semen, baik untuk pasar domestik dan ekspor mengalami peningkatan. Dimana total penjualan semen di Indonesia dalam sembilan bulan tahun ini mencapai 53,86 juta ton atau naik 8,94% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Ini juga tercermin dari peningkatan pendapatan enam emiten tersebut pada periode yang sama. Dimana total pendapatan dari enam emiten tersebut mencapai Rp 50,52 triliun atau naik 6,62% dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai Rp 47,38 triliun.
Analis Trimegah Sekuritas Christy Halim, dalam riset yang dipublikasikan menilai, secara umum industri semen indonesia sedang menuju pemulihan yang terlihat dari peningkatan penjualan, khususnya untuk semen curah yang banyak digunakan untuk proyek infrastruktur. Dimana konsumsi semen curah tercatat tumbuh 15% dalam sembilan bulan 2018.
"Kami memperkirakan volume semen domestik nasional akan tumbuh sebesar 6% di 2018," kata Christy.
Namun disatu sisi, sebagian besar emiten melaporkan pertumbuhan pendapatan yang di bawah ekspektasi. Dimana pertumbuhan volume penjualan tidak mampu mendorong pertumbuhan pendapatan, apalagi harga batu bara sebagai sumber energi untuk pengolahan semen, terus naik dan ditambah nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terdepresiasi selama periode tersebut.
Sebagian besar emiten semen ini telah menaikkan rata-rata harga jual (avarage selling price/ASP) sekitar 5% yang merupakan kompensasi atas kenaikan harga batu bara dan depresiasi rupiah. Namun kenaikan ASP tersebut tak mampu mendongkrak pendapatan secara signifikan.
Dalam riset Trimegah ini juga disebutkan, upaya untuk meningkatkan konsumsi semen pada 2019 masih menjadi tantangan berat. Hal ini disebabkan karena ada kemungkinan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang otomatisa akan membuat biaya pinjaman atau kredit menjadi lebih mahal.
Selain itu, memasuki tahun politik pemerintah diperkirakan pengerjaan proyek infrastruktur berpotensi melambat dan baru akan digenjot lagi setelah pemilihan umum selesai. Meskipun demikian, konsumsi semen pada 2019 bisa tumbuh sebesar 6,3%, sedikit lebih tinggi dari pertumbuhan tahun ini yang didukung oleh proyek-proyek yang sedang berjalan.
Beberapa waktu lalu, dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (RAPBN) 2019, Komisi V DPR menyetujui anggaran infrastruktur yang diajukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebesar Rp 110,7 triliun.
"Dari Rp 110,7 triliun, sebesar 84,6% merupakan belanja modal dan belanja barang berkarakter modal," ujar Basuki di Komisi V DPR mengutip siaran pers, Kamis (25/10/2018).
Anggaran tersebut dialokasikan untuk program pengelolaan sumber daya air (SDA) Rp 39,3 triliun termasuk pengendalian lumpur Sidoarjo Rp 425 miliar, penyelenggaraan jalan Rp 40,3 miliar, pengembangan infrastruktur permukiman Rp 20,2 miliar, serta pengembangan perumahan Rp 7,8 triliun.
Diluar anggaran Rp 110,7 triliun, Kementerian PUPR juga mendapatkan alokasi Rp 5,1 triliun yang akan digunakan untuk peningkatan 4 ruas jalan dengan skema Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU-AP).
Skema baru ini akan diterapkan untuk preservasi jalan lintas timur Sumatera (Riau-Sumsel) sebesar Rp 1,1 triliun, preservasi jalan trans Papua (Wamena-Mumugu) sebesar Rp 1,9 triliun, penggantian jembatan di lintas utara Jawa Rp 0,8 triliun serta preservasi jalan dan jembatan di lintas tengah dan barat Sumatera sebesar Rp 1,2 triliun.
(hps/roy) Next Article Permintaan Loyo, Begini Siasat Produsen Semen Bertahan
Akumulasi laba bersih tersebut dihitung dari total laba bersih enam emiten yang dikelompokkan dalam sektor industri dasar, sub sektor semen. Enam emiten tersebut, yaitu PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP), PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB), PT Semen Baturaja Tbk (SMBR), PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) dan PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON).
![]() Kinerja laba bersih dan pendapatan emiten semen kuartal III-2018 |
Padahal pada periode yang sama penjualan semen, baik untuk pasar domestik dan ekspor mengalami peningkatan. Dimana total penjualan semen di Indonesia dalam sembilan bulan tahun ini mencapai 53,86 juta ton atau naik 8,94% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
![]() Total penjualan semen di Indonesia, domestik dan impor |
Ini juga tercermin dari peningkatan pendapatan enam emiten tersebut pada periode yang sama. Dimana total pendapatan dari enam emiten tersebut mencapai Rp 50,52 triliun atau naik 6,62% dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai Rp 47,38 triliun.
"Kami memperkirakan volume semen domestik nasional akan tumbuh sebesar 6% di 2018," kata Christy.
Namun disatu sisi, sebagian besar emiten melaporkan pertumbuhan pendapatan yang di bawah ekspektasi. Dimana pertumbuhan volume penjualan tidak mampu mendorong pertumbuhan pendapatan, apalagi harga batu bara sebagai sumber energi untuk pengolahan semen, terus naik dan ditambah nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terdepresiasi selama periode tersebut.
Sebagian besar emiten semen ini telah menaikkan rata-rata harga jual (avarage selling price/ASP) sekitar 5% yang merupakan kompensasi atas kenaikan harga batu bara dan depresiasi rupiah. Namun kenaikan ASP tersebut tak mampu mendongkrak pendapatan secara signifikan.
Dalam riset Trimegah ini juga disebutkan, upaya untuk meningkatkan konsumsi semen pada 2019 masih menjadi tantangan berat. Hal ini disebabkan karena ada kemungkinan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang otomatisa akan membuat biaya pinjaman atau kredit menjadi lebih mahal.
Proyeksi 2019
Selain itu, memasuki tahun politik pemerintah diperkirakan pengerjaan proyek infrastruktur berpotensi melambat dan baru akan digenjot lagi setelah pemilihan umum selesai. Meskipun demikian, konsumsi semen pada 2019 bisa tumbuh sebesar 6,3%, sedikit lebih tinggi dari pertumbuhan tahun ini yang didukung oleh proyek-proyek yang sedang berjalan.
Beberapa waktu lalu, dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (RAPBN) 2019, Komisi V DPR menyetujui anggaran infrastruktur yang diajukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebesar Rp 110,7 triliun.
"Dari Rp 110,7 triliun, sebesar 84,6% merupakan belanja modal dan belanja barang berkarakter modal," ujar Basuki di Komisi V DPR mengutip siaran pers, Kamis (25/10/2018).
Anggaran tersebut dialokasikan untuk program pengelolaan sumber daya air (SDA) Rp 39,3 triliun termasuk pengendalian lumpur Sidoarjo Rp 425 miliar, penyelenggaraan jalan Rp 40,3 miliar, pengembangan infrastruktur permukiman Rp 20,2 miliar, serta pengembangan perumahan Rp 7,8 triliun.
Diluar anggaran Rp 110,7 triliun, Kementerian PUPR juga mendapatkan alokasi Rp 5,1 triliun yang akan digunakan untuk peningkatan 4 ruas jalan dengan skema Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU-AP).
Skema baru ini akan diterapkan untuk preservasi jalan lintas timur Sumatera (Riau-Sumsel) sebesar Rp 1,1 triliun, preservasi jalan trans Papua (Wamena-Mumugu) sebesar Rp 1,9 triliun, penggantian jembatan di lintas utara Jawa Rp 0,8 triliun serta preservasi jalan dan jembatan di lintas tengah dan barat Sumatera sebesar Rp 1,2 triliun.
(hps/roy) Next Article Permintaan Loyo, Begini Siasat Produsen Semen Bertahan
Most Popular