Newsletter

Nantikan Hasil Pemilu Sela AS dan Kabar Damai Dagang

Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Yazid Muamar, CNBC Indonesia
07 November 2018 05:59
Nantikan Hasil Pemilu Sela AS dan Kabar Damai Dagang
Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia -  Pasar keuangan Indonesia menikmati periode indah pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat, rupiah terapresiasi terhadap dolar Amerika Serikat (AS), dan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah cenderung turun. 

Kemarin, IHSG saved by the bell karena berhasil masuk zona hijau jelang penutupan perdagangan. Bolak-balik di jalur merah dan hijau, IHSG berakhir dengan penguatan 0,06%. 


Sementara bursa saham utama Asia ditutup variatif. Shanghai Composite minus 0,23%, KLCI (Malaysia) melemah 0,3%, PSEI (Filipina) berkurang 0,46%, dan Straits Times anjlok 1,79%. Sedangkan Hang Seng menguat 0,72%, Nikkei 225 melesat 1,14%, dan Kospi naik 0,47%. 

Padahal situasi di Asia sedang kondusif. Pertama, karena hubungan AS-China terus membaik. Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping sepakat untuk bertemu di sela-sela KTT G20 di Buenos Aires (Argentina) akhir bulan ini. Diharapkan pembicaraan ini bisa melahirkan solusi untuk mengakhiri perang dagang Washington-Beijing.  

Tidak hanya di bidang perdagangan, kerja sama AS-China juga berlanjut di bidang pertahanan. Bulan lalu sedianya AS dan China akan bertemu untuk membahas isu-isu perdagangan, tetapi batal salah satunya akibat tensi perang dagang yang meninggi.  

Sekarang dengan meredanya ketegangan dagang, pembicaraan pertahanan pun siap dimulai kembali. Kementerian Pertahanan AS dalam keterangan tertulisnya menyatakan pertemuan ini akan dihadiri oleh Mike Pompeo (Menteri Luar Negeri AS), Jim Mattis (Menteri Pertahanan AS), Yang Jiechi (Anggota Politbiro Partai Komunis China), dan Wei Fenghe (Menteri Pertahanan China).  

Kedua,Pompeo juga dijadwalkan akan bertemu dengan pejabat Korea Utara di New York pada Kamis waktu setempat. Menurut keterangan tertulis Kementerian Luar Negeri AS, Pompeo akan melakukan pembicaraan dengan Kim Yong Chol, Penasihat Senior Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.  

"Pertemuan ini akan membahas perkembangan pelaksanaan hasil pertemuan kedua pemimpin negara di Singapura beberapa waktu lalu. Termasuk mencapai denuklirisasi secara final," sebut pernyataan itu.  

Aura damai di China dan Semenanjung Korea ini membuat pelaku pasar berbunga-bunga dan semakin berani mengambil risiko. Investor mulai  meninggalkan instrumen safe haven (seperti dolar AS dan yen Jepang), dan mengalihkan asetnya ke pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia. 

Di pasar saham domestik, investor asing membukukan beli bersih mencapai Rp 1,06 triliun. Saham-saham lapis utama (blue chips) masih laris manis seperti BBCA (beli bersih Rp 400,65 miliar) dan BBRI (Rp 148,03 miliar). 

Tidak hanya di pasar saham, pasar obligasi pun tertimpa durian runtuh. Dalam lelang yang dilaksanakan kemarin, penawaran yang masuk mencapai Rp 59,48 triliun, tertinggi sejak Januari 2018. 

Tingginya permintaan membuat yield obligasi pemerintah Indonesia seri acuan tenor 10 tahun turun 3,3 basis poin (bps). Sementara harga instrumen ini naik 19,2 bps. 


Derasnya arus modal yang masuk ke pasar keuangan Indonesia menyebabkan rupiah menguat. Tidak sembarang menguat, tapi menjadi yang terbaik di Asia karena apresiasi rupiah mencapai 1,17% di hadapan greenback. 


Terlebih, dolar AS juga sedang diliputi ketidakpastian. Investor memilih wait and see sebelum memutuskan untuk berinvestasi di mata uang ini.  

Pada Selasa waktu setempat, AS akan menghadapi pemilihan sela (mid term election). Ada kemungkinan Partai Demokrat akan menguasai House of Representative, mengubah peta kekuatan politik AS. Namun Partai Republik akan terus 'mengawal' Presiden Donald Trump dengan kekuatan mayoritas di Senat. 

Goldman Sachs menyebutkan ada dua skenario ekstrem. Pertama adalah Partai Demokrat mengambil alih kekuatan mayoritas di House dan Senat. Kedua, Partai Republik tetap mempertahankan dominasi di House dan Senat. 

Skenario pertama akan berimbas ke ekspektasi pertumbuhan ekonomi AS yang lebih lambat, karena kebijakan ekspansif dari Presiden Trump akan mendapat blokade di parlemen. Imbal hasil (yield) obligasi AS akan turun seiring ekspektasi konsolidasi ekonomi dan pengurangan penerbitan obligasi, sehingga dolar AS berpotensi melemah. 

Sementara skenario kedua diperkirakan membuat ekonomi AS tumbuh semakin kencang karena kebijakan Trump akan melenggang mulus tanpa hambatan berarti. Yield obligasi AS akan kembali menanjak dan dolar AS bakal terus menguat.  

Oleh karena itu, investor lebih memilih tidak mengambil risiko dan menunggu seperti apa perpolitikan AS nantinya. Sebab peta politik AS akan memengaruhi kinerja ekonomi negara tersebut, khususnya nasib greenback
 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dari Wall Street, tiga indeks utama kompak berakhir di zona hijau. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,68%, S&P 500 menguat 0,62%, dan Nasdaq Composite bertambah 0,76%. 

Namun sepertinya investor di bursa saham New York masih cenderung memilih bermain aman karena menunggu hasil pemilihan sela. Terlihat dari volume transaksi yang hanya melibatkan 6,85 miliar unit saham, cukup jauh di bawah rata-rata 20 hari perdagangan terakhir yaitu 8,7 miliar unit saham. 

Pelaku pasar memperkirakan Partai Demokrat akan mengambil alih mayoritas kursi di House, setelah 2 tahun praktis tidak memiliki kekuatan. Sedangkan Partai Republik akan tetap menguasai Senat. 

Menurut riset Refinitiv, dalam rentang 50 tahun terakhir pelaku pasar lebih menyukai komposisi parlemen yang merata, tidak dikuasai oleh satu kubu. Indeks S&P 500 rata-rata tumbuh 11% ketika Partai Republik dan Partai Demokrat sama-sama punya suara di parlemen. Sementara jika Demokrat berhasil menguasai House dan Senat, maka rata-rata pertumbuhannya adalah 10%. 

"Secara tradisional, gridlock (Partai Republik dan Partai Demokrat sama kuat) sepertinya memang baik untuk pasar," ujar Mike O'Rouke, Chief Market Strategist di JonesTrading, mengutip Reuters. 

Saat Partai Demokrat menguasai House, maka diharapkan akan ada 'penyaring' sebelum sebuah kebijakan masuk ke Senat sehingga lebih rasional. Sementara Senat yang masih dikuasai Partai Republik tetap akan condong ke kebijakan yang pro pertumbuhan ekonomi seperti pemotongan pajak, deregulasi, dan sebagainya. Artinya, tidak akan ada perubahan arah kebijakan yang signifikan dan yang namanya kepastian tentu disukai pelaku pasar. 

"Trump secara personal mungkin kontroversial. Akan tetapi, pasar menyukai agenda-agendanya. Kalau itu berlanjut, pasar akan sangat senang," kata Stephen Massocca, Senior Vice President di Wedbush Securities, dikutip dari Reuters.  

Namun kalau sampai Partai Demokrat berkuasa di House dan Senat, maka bisa dibilang akan terjadi huru-hara di Washington. Setiap kebijakan Trump kemungkinan akan mendapat resistensi, bahkan bakal lebih banyak upaya untuk mendongkelnya dari kursi kepresidenan. Pemerintahan tidak akan berjalan efektif karena hanya diisi oleh politicking

Meski investor masih wait and see hasil pemilihan sela, tetapi ada optimisme karena damai dagang AS-China kelihatannya kian dekat. Wang Qishan, Wakil Presiden China, menegaskan bahwa Beijing siap berdiskusi dan bekerja dengan Washington untuk menyelesaikan friksi dagang. 

"China dan AS tentu berharap ada peningkatan kerja sama ekonomi dan perdagangan. China siap berunding dengan AS atas kesepakatan bersama untuk menyelesaikan berbagai isu di bidang tersebut. Sikap negatif dan kemarahan bukanlah cara yang baik untuk menyelesaikan masalah, tidak bisa juga dengan membatasi diri. Itu hanya memperparah turbulensi di pasar global," papar Wang dalam pidato di Singapura, dikutip dari South China Morning Post. 

Akibatnya, saham-saham sektor industri (yang mengandalkan China sebagai pasar ekspor utama) melaju kencang. Saham Boeing melesat 1,24%, Caterpillar melonjak 2,31%, dan 3M lompat 1,06%. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Untuk perdagangan hari ini, pelaku pasar perlu menyimak sejumlah sentimen. Pertama tentunya kinerja Wall Street yang lumayan bagus. Semoga optimisme di Wall Street bisa menular sampai ke Asia, termasuk Indonesia. 

Sentimen kedua adalah damai dagang AS-China, yang juga berhasil membawa Wall Street finis di jalur hijau. Jika ada komentar positif lagi dari Washington atau Beijing, pelaku pasar akan semakin berbunga-bunga. 

Perang dagang AS-China adalah sebuah isu besar yang mempengaruhi perekonomian global. Maklum, keduanya adalah perekonomian terbesar di bumi saat ini. Jadi ketika AS dan China saling hambat dalam berdagang, maka akan ikut menghambat rantai pasok (suppy chain) dunia. Pertumbuhan ekonomi pun akan melambat. 

Oleh karena itu, ada harapan pertumbuhan ekonomi dunia akan tetap kencang ketika AS dan China berdamai. Dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, investor tentu optimistis dan pasar akan semarak. 

Sentimen ketiga adalah nilai tukar dolar AS, yang sepertinya masih akan tertekan. Pada pukul 05:11 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) melemah 0,06%.

Investor sepertinya masih ragu-ragu untuk membeli dolar AS, karena menunggu hasil pemilihan sela di Negeri Adidaya. Selain itu, damai dagang AS-China yang semakin nyata membuat investor mau mengambil risiko dan meninggalkan safe haven seperti dolar AS. 

Greenback semakin terbeban kala proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) semakin positif. Menteri Urusan Brexit Inggris Dominic Raab memberi kabar baik usai sidang kabinet mingguan. Menurut seorang editor senior di BBC, Raab memberikan jempol kala ditanya seputar proses negosiasi Brexit. 

"Sepertinya kita sudah memasuki tahap di mana pasar meyakini kesepakatan Brexit sudah sangat dekat. Sentimen pun sudah tidak lagi negatif seperti beberapa pekan lalu," kata Manuel Oliveri, FX Strategist di Credit Agricole, mengutip Reuters. 

Jika dolar AS terus tertekan, maka rupiah punya kesempatan untuk kembali menguat. Apakah rupiah mampu kembali menjadi raja di Asia? Menarik untuk dinanti. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 4)


Sentimen keempat adalah harga minyak dunia yang masih terus turun. Pada pukul 05:19 WIB, harga minyak jenis brent anjlok 1,93% sementara lght sweet jatuh 2,11%.  

Sanksi AS kepada Iran memang sudah dijatuhkan pada 4 November. Namun Washington memberi keringanan kepada delapan negara untuk tetap bisa mengimpor minyak dari Negeri Persia. Delapan negara itu adalah China, India, Korea Selatan, Jepang, Italia, Yunani, Taiwan, dan Turki. 

Oleh karena itu, pasokan minyak dunia tetap aman karena Iran masih bisa menjual. Bahkan Teheran mengklaim tetap bisa mengekspor sebanyak yang mereka mau. "Sejauh ini kami masih bisa menjual minyak sesuai dengan kebutuhan," tegas Eshaq Jahangiri, Wakil Presiden Iran, dikutip dari Reuters. 

Pasokan minyak di AS juga meningkat pesat. American Petroleum Institute (API) melaporkan, cadangan minyak Negeri Paman Sam naik 7,8 juta barel menjadi 432 juta barel pada pekan lalu. Jauh di atas ekspektasi pasar yang memperkirakan kenaikan 2,4 juta barel. 

Tingginya pasokan membuat harga si emas hitam jatuh. Koreksi harga minyak bisa menjadi sentimen positif bagi rupiah, karena bisa mengurangi beban di neraca migas. Defisit neraca migas kerap kali menjadi biang kerok di neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account). 

Sentimen kelima, kali ini dari dalam negeri, adalah rilis data penjualan ritel. Bank Indonesia (BI) melaporkan Indeks Penjualan Riil (IPR) tumbuh 4,8% secara tahunan pada September 2018. Capaian itu melambat ketimbang bulan sebelumnya yang tumbuh 6,1%. 


Pada Agustus, penjualan ritel memang mampu tumbuh cukup tinggi seiring berlangsungnya pelaksanaan kegiatan besar seperti Asian Games dan Hari Kemerdekaan. Setelah momen itu terlewati, praktis tidak ada lagi yang mampu menopang penjualan ritel. 

Pelemahan rupiah tampaknya menjadi biang kerok dari melambatnya penurunan penjualan di ritel. Utamanya bagi kelompok peralatan informasi dan komunikasi yang memang mayoritas diimpor sehingga kala rupiah melemah harga produk ini menjadi semakin mahal. 

Akibatnya, penjualan peralatan informasi dan komunikasi turun 13,7% pada September 2018. Bulan sebelumnya, penjualan kelompok barang ini juga turun 13,2%. 

Sebelumnya, BI juga merilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sebesar 119,2 pada Oktober 2018. Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 122,4. 

Perlambatan penjualan ritel dan IKK seakan menjadi konfirmasi bahwa terjadi penurunan konsumsi. Padahal konsumsi rumah tangga adalah kontributor terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, menyumbang lebih dari 50%. 

Apabila sinyal perlambatan konsumsi ini semakin nyata pada bulan-bulan berikutnya, maka pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV-2018 terancam kembali melambat. Pertumbuhan ekonomi kuartal III-2018 sudah melambat dari kuartal sebelumnya, dari 5,27% menjadi 5,17%. Perlambatan pertumbuhan ekonomi bukan berita baik bagi pasar keuangan Indonesia. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 5)


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis data cadangan devisa Indonesia periode Oktober 2018 (setelah penutupan perdagangan).
  • Rilis data cadangan minyak mentah AS dalam sepekan hingga 2 November 2018 versi US Energy Information Administration (21:30 WIB).

Investor juga perlu mencermati agenda korporasi yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu: 

PerusahaanJenis KegiatanWaktu
PT Sariguna Primatirta Tbk (CLEO) RUPSLB 10:00 WIB 
PT Primarindo Asia Infrastructure Tbk (BIMA)RUPSLB11:00 WIB

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional: 

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q III-2018 YoY)5.17%
Inflasi (Oktober 2018 YoY)3.16%
Defisit anggaran (APBN 2018)-2.19% PDB
Transaksi berjalan (Q II-2018)-3.04% PDB
Neraca pembayaran (Q II-2018)-US$ 4.31 miliar
Cadangan devisa (September 2018)US$ 114.8 miliar
 
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular