Perang Dagang, Pertumbuhan Ekonomi Asia Timur-Pasifik Turun

Bernhart Farras & Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
04 October 2018 16:24
Bank Dunia (World Bank/ WB) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Timur dan Pasifik untuk tahun 2018 sebesar 30 basis poin.
Foto: REUTERS/Carlos Barria/File Photo
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Dunia (World Bank/ WB) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Timur dan Pasifik untuk tahun 2018 sebesar 30 basis poin. Ramalan penurunan ini dipicu oleh perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, serta gejolak arus modal keluar di negara-negara berkembang.

Dalam paparan via streaming video konferensi, Sudhir Shetty selaku Kepala Ekonom WB untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik mengumumkan proyeksi pertumbuhan kawasan tahun ini yang turun menjadi 6,3% dari 6,6% tahun lalu.



Sementara itu, di tahun 2019 dan 2020 perekonomian kawasan ini diprediksi tumbuh 6%. Proyeksi tersebut turun 10 basis poin dibanding estimasi yang diumumkan WB di bulan April lalu, yakni 6,1%.

"Pertumbuhan di kawasan sejauh ini di tahun 2018 tetap kuat, maka dari itu kami memprediksi negara berkembang di Asia Timur tumbuh sekitar 6,3% di 2018. Meski laju ini sedikit lebih lambat dari tahun 2017, seluruh [pertumbuhan] hampir terkait dengan pertumbuhan yang melambat di China," jelas Shetty dalam paparannya pada hari Kamis (4/10/2018).

Bank Dunia tidak mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi China di tahun 2018, yakni turun ke 6,5% dari 6,9% di tahun sebelumnya. Perlambatan ekonomi China diprediksi masih akan berlangsung sampai tahun 2020, dengan pertumbuhan yang diprediksi berada di posisi 6,2% di tahun 2019 dan 2020, menurut WB.

Penurunan pertumbuhan China diprediksi akan terjadi karena Negara Tirai Bambu itu terus menyeimbangkan perekonomiannya. Pasalnya, China sedang dalam masa transisi untuk menggeser ekonomi yang didorong oleh investasi dan ekspor menjadi perekonomian yang tumbuh berdasarkan konsumsi dan jasa.

Pabrik baja di ChinaFoto: Besi dan Baja yang sedang dibangun di Zona Pengembangan Ekonomi Tangshan Fengnan, provinsi Hebei (REUTERS/Joyce Zhou)
"Penurunan ini akan mencerminkan berlanjutnya kebijakan yang bertujuan untuk memperlambat pertumbuhan kredit dan memperbaiki kualitas pertumbuhan," tutur Shetty.

Jika tidak termasuk China, pertumbuhan kawasan Asia Timur dan Pasifik diprediksi datar di posisi 5,3% di tahun 2018 sampai 2020. Tingginya permintaan domestik diprediksi akan menjadi pendorong utama pertumbuhan di kawasan ini.

"Risiko-risiko utama terhadap pertumbuhan yang berkelanjutan ini termasuk meningkatnya proteksionisme, meningginya gejolak pasar keuangan, dan interaksi mereka dengan kerentanan fiskal dan keuangan dalam negeri," kata Shetty.

"Dalam konteks meningkatnya risiko ini, negara-negara berkembang di Asia Timur-Pasifik perlu menggunakan kebijakan makroekonomi, prudensial, dan struktural dalam jangkauan yang luas untuk memperhalus guncangan dari luar dan meningkatkan pertumbuhan," tambahnya.



Sementara itu untuk Indonesia, WB meramal pertumbuhan akan tumbuh 5,2% di tahun 2018 dan 2019, kemudian naik menjadi 5,3% di tahun 2020. Sudhir mengatakan pertumbuhan diprediksi akan tetap stabil karena dimotori oleh investasi dan konsumsi swasta.

"Pertumbuhan Indonesia akan tetap stabil dengan ditopang oleh investasi dan konsumsi swasta," pungkas Shetty.
(prm) Next Article Awas, Risiko Mengintai Pertumbuhan Ekonomi Asia Timur

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular