
Internasional
Sanksi Trump ke Iran Bisa Dorong Harga Minyak Tembus US$100
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
12 September 2018 11:59

Jakarta, CNBC Indonesia - Sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap industri energi Iran, ketika mulai berlaku November nanti, berpotensi mendorong harga minyak melonjak hingga ke atas US$100 (Rp 1,48 juta) per barel, menurut seorang pakar industri.
Kontrak berjangka minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS diperdagangkan di kisaran US$68 per barel pada hari Selasa (12/9/2018), sementara kontrak berjangka minyak mentah Brent di hampir US$78 per barel.
"Jika tidak ada sanksi, saya pikir harga akan mencapai US$70 atau bahkan sedikit lebih rendah. Tapi sekarang ancaman sanksi nyata dan akan diterapkan dalam kurang dari dua bulan, yang akan mengubah harga di pasar menjadi jauh lebih tinggi," kata Fereidun Fesharaki, pendiri dan chairman perusahaan konsultan FACTS Global Energy, kepada CNBC International hari Selasa.
"Kenaikan harga hanya akan membuat pemerintahan [Presiden AS Donald] Trump disalahkan. Tidak banyak yang bisa dilakukan jika sanksi dibuat dan benar-benar diberlakukan," katanya.
Keputusan Trump untuk menarik diri dari perjanjian internasional yang mengekang program nuklir Iran telah membuat sanksi kembali diberlakukan pada sektor keuangan, otomotif, penerbangan, dan logam negara itu. Departemen Luar Negeri AS menetapkan tanggal 4 November sebagai tenggat waktu bagi pembeli minyak Iran untuk benar-benar menghentikan pembelian mereka demi menghindari sanksi AS.
Iran saat ini adalah salah satu eksportir minyak terbesar di dunia. Memotong pasokan Iran sepenuhnya akan menaikkan harga minyak menjadi di atas US$100 per barel karena produsen besar lainnya tidak dapat dengan mudah mengisi kekosongan pasokan, kata Fesharaki.
Trump pada bulan Juli mengatakan di Twitter bahwa harga energi terlalu tinggi, dan mendesak Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk menurunkan harga. Tetapi OPEC dan Rusia tidak memiliki kapasitas cadangan untuk meningkatkan pasokan lebih banyak lagi, kata Fesharaki.
Produsen minyak shale AS juga mendekati kapasitas maksimum mereka, katanya. Jadi, "merupakan kesalahan jika percaya bahwa minyak shale AS dapat mengisi kekosongan pasokan Iran. Dampaknya nol," tambahnya, dilansir dari CNBC International.
Naiknya harga minyak sampai menyentuh US$100 per barel tergantung pada seberapa cepat AS dan China mencapai kesepakatan di bidang perdagangan, tegas Fesharaki. Kali terakhir harga minyak mencapai US$100 adalah pada tahun 2014.
Ketegangan berkelanjutan antara dua ekonomi terbesar di dunia telah mempengaruhi sentimen. Jika itu mengarah pada perlambatan aktivitas ekonomi global, industri minyak dan gas akan terpengaruh, kata Fesharaki.
"Saat ini, apa yang menahan (harga minyak) dari kenaikan adalah ketakutan, ketakutan ekonomi makro," katanya. "Jika kesepakatan AS-China tercapai, harga minyak hanya akan menuju satu arah: naik."
(prm) Next Article AS-Iran Bakal Perang, Minyak Dunia Bisa Tembus US$ 150/Barrel
Kontrak berjangka minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS diperdagangkan di kisaran US$68 per barel pada hari Selasa (12/9/2018), sementara kontrak berjangka minyak mentah Brent di hampir US$78 per barel.
"Jika tidak ada sanksi, saya pikir harga akan mencapai US$70 atau bahkan sedikit lebih rendah. Tapi sekarang ancaman sanksi nyata dan akan diterapkan dalam kurang dari dua bulan, yang akan mengubah harga di pasar menjadi jauh lebih tinggi," kata Fereidun Fesharaki, pendiri dan chairman perusahaan konsultan FACTS Global Energy, kepada CNBC International hari Selasa.
Keputusan Trump untuk menarik diri dari perjanjian internasional yang mengekang program nuklir Iran telah membuat sanksi kembali diberlakukan pada sektor keuangan, otomotif, penerbangan, dan logam negara itu. Departemen Luar Negeri AS menetapkan tanggal 4 November sebagai tenggat waktu bagi pembeli minyak Iran untuk benar-benar menghentikan pembelian mereka demi menghindari sanksi AS.
![]() Fasilitas minyak Iran |
Trump pada bulan Juli mengatakan di Twitter bahwa harga energi terlalu tinggi, dan mendesak Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk menurunkan harga. Tetapi OPEC dan Rusia tidak memiliki kapasitas cadangan untuk meningkatkan pasokan lebih banyak lagi, kata Fesharaki.
Produsen minyak shale AS juga mendekati kapasitas maksimum mereka, katanya. Jadi, "merupakan kesalahan jika percaya bahwa minyak shale AS dapat mengisi kekosongan pasokan Iran. Dampaknya nol," tambahnya, dilansir dari CNBC International.
Naiknya harga minyak sampai menyentuh US$100 per barel tergantung pada seberapa cepat AS dan China mencapai kesepakatan di bidang perdagangan, tegas Fesharaki. Kali terakhir harga minyak mencapai US$100 adalah pada tahun 2014.
Ketegangan berkelanjutan antara dua ekonomi terbesar di dunia telah mempengaruhi sentimen. Jika itu mengarah pada perlambatan aktivitas ekonomi global, industri minyak dan gas akan terpengaruh, kata Fesharaki.
"Saat ini, apa yang menahan (harga minyak) dari kenaikan adalah ketakutan, ketakutan ekonomi makro," katanya. "Jika kesepakatan AS-China tercapai, harga minyak hanya akan menuju satu arah: naik."
(prm) Next Article AS-Iran Bakal Perang, Minyak Dunia Bisa Tembus US$ 150/Barrel
Most Popular