
Internasional
Rubel Rusia Terus Melemah akibat Tekanan Sanksi AS
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
06 September 2018 16:48

Moskow, CNBC Indonesia - Mata uang Rusia, rubel, diperdagangkan sedikit melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan hari Kamis (6/8/2018). Pelemahan itu dipengaruhi ancaman diterapkannya sanksi baru AS terhadap Rusia.
Pagi waktu setempat, rubel diperdagangkan 0,05% lebih lemah di hadapan greenback yaitu di 68,29. Rubel juga turun 0,05% terhadap euro, diperdagangkan pada 79,43.
Dengan mengakui adanya gejolak pasar yang tinggi, Gubernur bank sentral Elvira Nabiullina pekan ini mengatakan ada alasan untuk menahan suku bunga utama atau bahkan menaikkannya sesegera mungkin pada minggu depan. Pernyataannya itu ditegaskan kembali oleh pejabat bank sentral lainnya pada hari Kamis.
Wakil Menteri Keuangan Vladimir Kolychev mengatakan kementeriannya dan bank sentral dapat mempertimbangkan untuk melangkah ke pasar sekunder obligasi treasury OFZ jika ada volatilitas yang tinggi.
"Tidak ada sentimen baru di pasar, sehingga rubel mungkin hanya digerakkan oleh peristiwa eksternal," kata Dmitry Polevoy, kepala ekonom di Russian Direct Investment Fund, dilansir dari Reuters.
Kementerian ekonomi telah menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun ini dan tahun berikutnya akibat gejolak di pasar keuangan, arus modal keluar lebih cepat, dan pesimisme bisnis di tengah sanksi baru AS.
Harga minyak mentah Brent LCOc1, patokan global untuk ekspor utama Rusia, turun 0,21% menjadi US$77,11 per barel.
Sementara indeks saham Rusia naik.
Indeks RTS dalam denominasi dolar naik 0,53% menjadi 1.074,57 poin. Indeks MOEX Rusia berbasis rubel juga naik 0,32% ke 2.328,30 poin.
(prm) Next Article Rusia Merana, Rubel Sentuh Posisi Terendah dalam 2 Tahun
Pagi waktu setempat, rubel diperdagangkan 0,05% lebih lemah di hadapan greenback yaitu di 68,29. Rubel juga turun 0,05% terhadap euro, diperdagangkan pada 79,43.
Dengan mengakui adanya gejolak pasar yang tinggi, Gubernur bank sentral Elvira Nabiullina pekan ini mengatakan ada alasan untuk menahan suku bunga utama atau bahkan menaikkannya sesegera mungkin pada minggu depan. Pernyataannya itu ditegaskan kembali oleh pejabat bank sentral lainnya pada hari Kamis.
"Tidak ada sentimen baru di pasar, sehingga rubel mungkin hanya digerakkan oleh peristiwa eksternal," kata Dmitry Polevoy, kepala ekonom di Russian Direct Investment Fund, dilansir dari Reuters.
Kementerian ekonomi telah menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun ini dan tahun berikutnya akibat gejolak di pasar keuangan, arus modal keluar lebih cepat, dan pesimisme bisnis di tengah sanksi baru AS.
Harga minyak mentah Brent LCOc1, patokan global untuk ekspor utama Rusia, turun 0,21% menjadi US$77,11 per barel.
Sementara indeks saham Rusia naik.
Indeks RTS dalam denominasi dolar naik 0,53% menjadi 1.074,57 poin. Indeks MOEX Rusia berbasis rubel juga naik 0,32% ke 2.328,30 poin.
(prm) Next Article Rusia Merana, Rubel Sentuh Posisi Terendah dalam 2 Tahun
Most Popular