
Semakin Banyak Mata Uang Negara Berkembang yang Rontok
Prima Wirayani, CNBC Indonesia
04 September 2018 07:21

Jakarta, CNBC Indonesia - Berbagai mata uang negara berkembang belum mampu bangkit melawan keperkasaan dolar Amerika Serikat (AS).
Di tengah kabar terjun bebasnya lira Turki dan peso Argentina, beberapa mata uang negara berkembang lainnya ikut melemah.
Mata uang Yaman, rial, sudah kehilangan lebih dari separuh nilainya terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sejak dimulainya perang sipil pada tahun 2015.
Rial Yaman diperdagangkan 440 terhadap dolar pada akhir tahun lalu dan anjlok menjadi sekitar 500 pada bulan Januari. Pada hari Minggu (2/9/2018) malam, para bankir dan trader mata uang di Aden mengatakan nilai tukar sudah turun tajam dan menyentuh 610 terhadap dolar.
Situasi itu membuat ratusan demonstran turun ke jalan untuk memprotes buruknya situasi ekonomi dan pelemahan mata uang Yaman. Mereka memblokade jalan-jalan utama dan membakar bank di sebelah selatan kota Aden pada hari Minggu. Pertokoan dan kantor pemerintah pun ditutup.
Malam harinya, pemerintah negara itu memerintahkan penghentian sementara impor barang-barang, seperti otomotif, dan kenaikan upah 30% untuk karyawan sektor publik, termasuk para pensiunan dan kontraktor.
Yaman adalah salah satu negara paling miskin di kawasan Arab. Perang yang berkecamuk membuat negara itu mengalami krisis kemanusiaan karena menyebarnya kelaparan dan penyakit.
Kenaikan harga telah membuat beberapa komoditas dasar tidak dapat dibeli oleh banyak warga Yaman. Bank sentral juga bersusah payah untuk membayar upah sektor publik yang sangat bergantung pada cadangan valuta asing yang semakin menipis.
Rupee Sri Lanka juga menyentuh rekor terendahnya sepanjang sejarah pada hari Senin. Mata uang ini telah melemah 1,2% bulan lalu dan anjlok 5,3% sepanjang tahun ini, Reuters melaporkan.
Dengan pelemahan rupee India dan mata uang lainnya di kawasan, rupee Sri Lanka diperkirakan akan terus ikut terdepresiasi.
Mata uang India juga kembali menyentuh rekor terlemahnya hari Senin dan ditutup di kisaran 71 rupee per dolar. Dengan demikian, rupee telah melemah lebih dari 10% sepanjang tahun ini.
Pelemahan mata uang negara berkembang dipicu oleh anjloknya lira Turki dan peso Argentina.
Lira anjlok 2% ke posisi 6,5 per dolar AS hari Senin setelah data inflasi Turki kembali meroket.
Inflasi mencapai 17,9% di Agustus dibandingkan bulan yang sama tahun lalu atau naik dari 15,85% di Juli, menurut kantor statistik Turki TUIK. Kenaikan inflasi ini menambah tekanan pada bank sentral untuk menaikkan suku bunga acuannya, AFP melaporkan.
Bank sentral menegaskan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mendukung kestabilan harga dalam rapat selanjutnya tanggal 13 September mendatang.
"Arah kebijakan moneter akan disesuaikan di pertemuan komite kebijakan moneter bulan September dengan mempertimbangkan perkembangan terbaru," kata bank sentral dalam sebuah pernyataan.
Di benua lain, Argentina akhirnya mengumumkan langkah baru untuk menyelamatkan peso. Presiden Mauricio Macri mengatakan akan menaikkan pajak ekspor produk gandum dan memangkas jumlah kementerian dari 22 menjadi 10 demi menyeimbangkan anggaran negara.
Namun, peso tetap melemah. Mata uang Argentina itu terdepresiasi hingga 2,7% hari Senin menjadi 39,04 per dolar.
Dari dalam negeri sendiri, rupiah juga menyentuh posisi terlemahnya sejak krisis ekonomi tahun 1998.
Rupiah ditutup melemah 0,58% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) di perdagangan pasar spot dan menembus Rp 14.800 per dolar.
(prm) Next Article Krisis Argentina Membebani Mata Uang Negara Berkembang
Di tengah kabar terjun bebasnya lira Turki dan peso Argentina, beberapa mata uang negara berkembang lainnya ikut melemah.
Mata uang Yaman, rial, sudah kehilangan lebih dari separuh nilainya terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sejak dimulainya perang sipil pada tahun 2015.
Situasi itu membuat ratusan demonstran turun ke jalan untuk memprotes buruknya situasi ekonomi dan pelemahan mata uang Yaman. Mereka memblokade jalan-jalan utama dan membakar bank di sebelah selatan kota Aden pada hari Minggu. Pertokoan dan kantor pemerintah pun ditutup.
Malam harinya, pemerintah negara itu memerintahkan penghentian sementara impor barang-barang, seperti otomotif, dan kenaikan upah 30% untuk karyawan sektor publik, termasuk para pensiunan dan kontraktor.
Yaman adalah salah satu negara paling miskin di kawasan Arab. Perang yang berkecamuk membuat negara itu mengalami krisis kemanusiaan karena menyebarnya kelaparan dan penyakit.
![]() Demonstrasi di depan bank sentral Yaman |
Rupee Sri Lanka juga menyentuh rekor terendahnya sepanjang sejarah pada hari Senin. Mata uang ini telah melemah 1,2% bulan lalu dan anjlok 5,3% sepanjang tahun ini, Reuters melaporkan.
Dengan pelemahan rupee India dan mata uang lainnya di kawasan, rupee Sri Lanka diperkirakan akan terus ikut terdepresiasi.
Mata uang India juga kembali menyentuh rekor terlemahnya hari Senin dan ditutup di kisaran 71 rupee per dolar. Dengan demikian, rupee telah melemah lebih dari 10% sepanjang tahun ini.
Pelemahan mata uang negara berkembang dipicu oleh anjloknya lira Turki dan peso Argentina.
Lira anjlok 2% ke posisi 6,5 per dolar AS hari Senin setelah data inflasi Turki kembali meroket.
Inflasi mencapai 17,9% di Agustus dibandingkan bulan yang sama tahun lalu atau naik dari 15,85% di Juli, menurut kantor statistik Turki TUIK. Kenaikan inflasi ini menambah tekanan pada bank sentral untuk menaikkan suku bunga acuannya, AFP melaporkan.
Bank sentral menegaskan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mendukung kestabilan harga dalam rapat selanjutnya tanggal 13 September mendatang.
"Arah kebijakan moneter akan disesuaikan di pertemuan komite kebijakan moneter bulan September dengan mempertimbangkan perkembangan terbaru," kata bank sentral dalam sebuah pernyataan.
Di benua lain, Argentina akhirnya mengumumkan langkah baru untuk menyelamatkan peso. Presiden Mauricio Macri mengatakan akan menaikkan pajak ekspor produk gandum dan memangkas jumlah kementerian dari 22 menjadi 10 demi menyeimbangkan anggaran negara.
Namun, peso tetap melemah. Mata uang Argentina itu terdepresiasi hingga 2,7% hari Senin menjadi 39,04 per dolar.
Dari dalam negeri sendiri, rupiah juga menyentuh posisi terlemahnya sejak krisis ekonomi tahun 1998.
Rupiah ditutup melemah 0,58% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) di perdagangan pasar spot dan menembus Rp 14.800 per dolar.
(prm) Next Article Krisis Argentina Membebani Mata Uang Negara Berkembang
Most Popular