Internasional
Krisis Argentina Membebani Mata Uang Negara Berkembang
Prima Wirayani, CNBC Indonesia
30 August 2018 17:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang Argentina, peso, kembali menyentuh posisi terendahnya sementara lira Turki terus melemah. Situasi itu memperparah tekanan yang dihadapi berbagai mata uang negara berkembang yang paling rentan akibat penguatan dolar Amerika Serikat (AS).
Ketika Argentina dan Turki menghadapi masalah di perekonomian dalam negerinya, banyak negara berkembang lain yang tertekan oleh kebijakan pengetatan moneter bank sentral AS yang mendorong apresiasi greenback.
Lira telah rontok 1,1% terhadap dolar hari Kamis (30/8/2018) dan berada di posisi 6,52 per dolar siang hari waktu Hong Kong, Wall Street Journal melaporkan. Di saat yang sama, rupiah juga menyentuh level terlemahnya dalam hampir tiga tahun terakhir sementara rial Brasil mendekati level terendah dalam dua tahun dan rupee India anjlok terdalam sepanjang sejarah.
Semalam, peso Argentina terdepresiasi dalam hingga 7,5% dan langkah Presiden Mauricio Macri yang meminta Dana Moneter Internasional (IMF) mempercepat pencairan bantuan semakin membuat investor cemas.
"Setelah apa yang kita lihat di Turki, pasar mulai bertanya negara mana selanjutnya: [apakah] Afrika Selatan, Brasil, Indonesia," kata Eric Wong, manajer portofolio aset pendapatan tetap di Fidelity International.
"Pasar saat ini masih dicengkeram ketakutan, dan mencoba membedakan antara yang baik dan buruk," tambahnya, dikutip dari Wall Street Journal.
Kekacauan itu menggarisbawahi ketergantungan internasional yang besar terhadap dolar.
Sekitar 48% dari total utang luar negeri global senilai US$30 triliun menggunakan denominasi dolar AS, naik dari 40% satu dekade lalu.
Fluktuasi nilai tukar ikut menentukan tingkat kemudahan pembayaran utang-utang itu. Meskipun suku bunga AS saat ini masih sangat rendah dan penguatan dolar masih separuh jalan dari posisi tertingginya di 2016, tekanan masih dapat muncul dari kebijakan The Fed yang terus mengetatkan kebijakan moneternya.
Mempertimbangkan dominasi lembaga dan pasar keuangan AS, dan nama besar dolar di keuangan global, setiap langkah yang diambil The Fed tak dapat dihindari akan merembet ke seluruh dunia," kata Eswar Prasad, profesor ekonomi di Universitas Cornell.
Gubernur The Fed Jerome Powell sekitar bulan Mei lalu mengatakan peran kebijakan moneter AS sering dilebih-lebihkan terkait kondisi keuangan global saat pertumbuhan yang cepat di negara berkembang dan harga komoditas memainkan peran yang lebih besar dalam aliran modal.
Namun, rekan sesama central banker-nya di Indonesia dan India telah mengungkapkan kekhawatiran terkait arah kebijakan The Fed dan meminta komunikasi dan koordinasi global yang lebih baik.
Tekanan ini paling banyak dirasakan oleh berbagai pemerintah dan perusahaan yang sangat bergantung pada pendanaan asing. Moody's Investors Service membandingkan utang luar negeri yang jatuh tempo tahun depan dan simpanan bank dari luar negeri terhadap cadangan devisa untuk mengumpulkan "indikator kerentanan eksternal".
Indikator itu menunjukkan kerentanan di Afrika Selatan, Argentina, dan Turki begitu juga di Ghana, Sri Lanka, Malaysia, dan negara-negara lainnya.
Berbagai mata uang yang nilai tukarnya dipatok (pegged) terhadap dolar AS juga mengalami tekanan. Hong Kong telah bakar duit miliaran dolar untuk mempertahankan mata uangnya terhadap greenback sementara bank sentral di Bahrain dan Lebanon telah berjanji untuk tetap mematok mata uangnya.
(roy) Next Article Mirip Rupiah 1998, Bisakah Peso Bangkit dengan Presiden Baru?
Ketika Argentina dan Turki menghadapi masalah di perekonomian dalam negerinya, banyak negara berkembang lain yang tertekan oleh kebijakan pengetatan moneter bank sentral AS yang mendorong apresiasi greenback.
Lira telah rontok 1,1% terhadap dolar hari Kamis (30/8/2018) dan berada di posisi 6,52 per dolar siang hari waktu Hong Kong, Wall Street Journal melaporkan. Di saat yang sama, rupiah juga menyentuh level terlemahnya dalam hampir tiga tahun terakhir sementara rial Brasil mendekati level terendah dalam dua tahun dan rupee India anjlok terdalam sepanjang sejarah.
Semalam, peso Argentina terdepresiasi dalam hingga 7,5% dan langkah Presiden Mauricio Macri yang meminta Dana Moneter Internasional (IMF) mempercepat pencairan bantuan semakin membuat investor cemas.
![]() |
"Pasar saat ini masih dicengkeram ketakutan, dan mencoba membedakan antara yang baik dan buruk," tambahnya, dikutip dari Wall Street Journal.
Kekacauan itu menggarisbawahi ketergantungan internasional yang besar terhadap dolar.
Sekitar 48% dari total utang luar negeri global senilai US$30 triliun menggunakan denominasi dolar AS, naik dari 40% satu dekade lalu.
Mempertimbangkan dominasi lembaga dan pasar keuangan AS, dan nama besar dolar di keuangan global, setiap langkah yang diambil The Fed tak dapat dihindari akan merembet ke seluruh dunia," kata Eswar Prasad, profesor ekonomi di Universitas Cornell.
Gubernur The Fed Jerome Powell sekitar bulan Mei lalu mengatakan peran kebijakan moneter AS sering dilebih-lebihkan terkait kondisi keuangan global saat pertumbuhan yang cepat di negara berkembang dan harga komoditas memainkan peran yang lebih besar dalam aliran modal.
Namun, rekan sesama central banker-nya di Indonesia dan India telah mengungkapkan kekhawatiran terkait arah kebijakan The Fed dan meminta komunikasi dan koordinasi global yang lebih baik.
![]() Grafik Penguatan Dolar AS terhadap Rupiah |
Indikator itu menunjukkan kerentanan di Afrika Selatan, Argentina, dan Turki begitu juga di Ghana, Sri Lanka, Malaysia, dan negara-negara lainnya.
Berbagai mata uang yang nilai tukarnya dipatok (pegged) terhadap dolar AS juga mengalami tekanan. Hong Kong telah bakar duit miliaran dolar untuk mempertahankan mata uangnya terhadap greenback sementara bank sentral di Bahrain dan Lebanon telah berjanji untuk tetap mematok mata uangnya.
(roy) Next Article Mirip Rupiah 1998, Bisakah Peso Bangkit dengan Presiden Baru?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular