Argentina Juara Copa America, tapi Mata Uangnya Jadi Terburuk

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
13 July 2021 18:30
topik Peso kecil
Foto: Topik/Peso kecil/Aristya Rahadian Krisabella

Jakarta, CNBC Indonesia - Argentina baru saja menjadi juara Copa America setelah mengalahkan Brasil di babak final. La Albiceleste sukses mengakhiri puasa selama 28 tahun, dan kini mengoleksi 15 gelar juara Copa America, terbanyak dibandingkan negara lainnya, dan sama dengan jumlah gelar Uruguay.

Dibalik euforia tersebut, ada kabar buruk. Nilai tukar peso Argentina kembali terpuruk, menyentuh level terlemah sepanjang sejarah melawan dolar Amerika Serikat (AS).

Melansir data Refinitiv, nilai tukar peso Argentina kemarin melemah 0,16% ke 96,09/US$ di pasar spot. Level tersebut merupakan yang terlemah sepanjang sejarah.

Sepanjang tahun ini, peso Argentina sudah melemah lebih dari 14%, menjadi yang terburuk di Benua Amerika. Sementara dibandingkan mata uang dunia, peso Argentina hanya lebih baik dari lira Turki yang jeblok lebih dari 16%.

Tidak hanya di tahun ini, kurs peso Argentina sebenarnya sudah ambrol dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun lalu, pelemahannya tercatat lebih dari 40%, kemudian nyaris 60% di tahun 2019, dan yang paling parah tahun 2018 ketika anjlok lebih dari 102%.

Akibat jebloknya nilai tukar peso tersebut, bank sentral Argentina menerapkan capital control yang ketat sejak tahun 2019.

Capital control merupakan kebijakan membatasi keluar masuknya modal di dalam negeri. Dengan pembatasan tersebut, nilai tukar mata uang bisa menjadi lebih stabil.
Pandemi penyakit virus corona (Covid-19) hanya memperburuk keadaan. Capital control yang lebih ketat juga terus diterapkan.

Masalah yang dihadapi Argentina sudah ada jauh sebelum pandemi Covid-19. Inflasi yang tinggi serta kontraksi ekonomi, hingga krisis utang menjadi beberapa masalah utama yang dihadapi Argentina.

Inflasi di bulan Mei tercatat 48,8% year-on-year (YoY), tertinggi sejak Februari 2020 lalu. Sebelum pandemi Covid-19 melanda, inflasi di Argentina bahkan lebih tinggi lagi. Dua tahun lalu, pada Mei 2019, inflasi tercatat sebesar 57,3%.

Sementara untuk kontraksi ekonomi, bahkan resesi, dialami berkali-kali. Dalam 10 tahun terakhir saja, Argentina mengalami resesi sebanyak 5 kali.

Suatu negara dikatakan mengalami resesi ketika produk domestik bruto (PDB) mengalami kontraksi (tumbuh negatif) dua kuartal beruntun secara tahunan atau year-on-year (YoY).

Pada tahun lalu ketika mengalami resesi ke-lima dalam 10 tahun terakhir, kontraksi PDB tercatat selama 6 kuartal beruntun.

Kemudian rasio utang terhadap PDB juga sangat tinggi. Berdasarkan data dari Statista, rasio utang terhadap PDB Argentina di tahun 2020 mencapai 103%, naik dari tahun sebelumnya 90,19% dari PDB.

Dengan rasio yang tinggi, ditambah depresiasi peso yang sangat dalam, tentunya membuat beban pembayaran utang menjadi meningkat. Alhasil, Argentina rawan mengalami gagal bayar (default). Alhasil, pasar obligasi menjadi tidak menarik, dan aliran modal rentan keluar dari, sehingga capital control yang ketat terus diterapkan.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cihuy...Harga Minyak Meroket, Saatnya Borong Petrocurrency?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular