Cihuy...Harga Minyak Meroket, Saatnya Borong Petrocurrency?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
10 March 2021 18:35
Mata uang Rubel Rusia. (REUTERS/Eduard Korniyenko)
Foto: Mata uang Rubel Rusia. (REUTERS/Eduard Korniyenko)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah meroket belakangan ini, kenaikan tersebut tentunya bisa memberikan dampak positif bagi petrocurrency atau mata uang negara-negara eksportir minyak mentah.

Beberapa negara yang ekspor utamanya adalah minyak mentah yakni Arab Saudi, Rusia, Norwegia, dan Meksiko.

Lantas, bagaimana kinerja mata uangnya?

Sepanjang tahun ini, minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) sudah melesat lebih dari 32%, dan jenis Brent lebih dari 30%. Pada pekan lalu, WTI bahkan mencatat penguatan hingga 36% kisaran US$ 67/barel ke dan Brent 34% di atas US$ 70/barel. Keduanya mencapai level tertinggi dalam 2 tahun terakhir.

Artinya harga minyak mentah sudah pulih dari kemerosotan akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19) yang membuat perekonomian global mengalami resesi dan permintaan minyak mentah merosot.

Meski harga minyak mentah sedang tinggi, tetapi tidak serta merta membuat petrocurrency menjadi perkasa.

Dari 5 negara yang disebutkan sebelumnya, selain riyal Arab Saudi, hanya peso Meksiko yang mampu menguat tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS).

Arab Saudi, negara yang sangat tergantung dengan ekspor minyak mentah, tetapi mata uangnya tidak memiliki korelasi terhadap pergerakan si emas hitam. Sebab, Arab Saudi menetapkan fix rate riyal terhadap dolar AS.

Peso menjadi mata uang yang pergerakannya mengikuti minyak mentah. Sejak awal tahun hingga hari ini atau secara year-to-date (YtD), peso menguat 6,41% melawan dolar AS.

Pada pekan lalu, ketika harga minyak mentah belum terkoreksi, yang pergerakannya mengikuti minyak mentah, peso mencatat penguatan 8,24% YtD.

Sementara mata uang lainnya melempem, rubel Rusia hanya menguat 0,16% YtD, dolar Kanada dan Krona Norwegia malah melemah masing-masing 0,63% dan 1,28% YtD.

Artinya, meski harga minyak mentah sedang melesat naik, belum tentu akan diikuti oleh petrocurrency. Apalagi, saat pandemi masih belum selesai, kesuksesan meredam virus corona serta pemulihan ekonomi serta kemampuan memulihkan perekonomian dengan cepat lebih berpengaruh terhadap kurs mata uang.

Meski demikian, hasil survei Reuters yang terbaru menunjukkan mata uang komoditas (bukan hanya minyak mentah) akan menguat melawan dolar AS dalam 3 bulan ke depan.

Survei yang dilakukan pada 1 sampai 3 Maret lalu terhadap 70 analis valuta asing yang disurvei, sebanyak 60% memprediksi mata uang komoditas akan menguat melawan dolar AS. Ada 3 mata uang komoditas yang disebutkan, yakni dolar Kanada, dolar Australia, dan dolar Selandia Baru.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mata Uang Komoditas Diramal Sikat Dolar AS, Rupiah Termasuk?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular