
AS Ancam Kenakan Sanksi Baru, Mata Uang Rusia Anjlok 3%
Prima Wirayani, CNBC Indonesia
10 August 2018 07:02

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang Rusia, rubel, melemah dan pasar bergejolak menyusul kabar rencana Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi baru kepada Rusia atas dugaan keterlibatan Moskow meracuni mantan mata-mata Rusia di Inggris.
Departemen Luar Negeri AS mengumumkan pada hari Rabu (8/8/2018) bahwa sanksi dijatuhkan karena Rusia menggunakan racun syaraf Novichok untuk meracuni mantan mata-mata Sergei Skripal dan putrinya Yulia di Salisbury, Inggris, bulan Maret lalu.
Kecemasan akan dampak buruk sanksi baru itu membuat rubel terdepresiasi hingga 3% hari Rabu. Dolar AS menyentuh level tertingginya terhadap rubel sejak November 2016 di mana US$1 setara dengan 66,71 rubel pada Kamis pagi waktu setempat.
Greenback telah menguat hingga 5,8% terhadap mata uang Rusia itu sejak akhir Juli dan naik 14,6% sejak awal tahun ini, CNBC International melaporkan.
Indeks saham Rusia berdenominasi dolar AS, RTS, anjlok 2,14% di mana sektor keuangan dan industri terpukul paling keras. Kedua sektor itu rontok lebih dari 2,6% hari Kamis. Maskapai Rusia Aeroflot turun 4% sementara bank milik negara VTB juga melemah 3,9%.
Bank-bank Rusia masuk dalam daftar sasaran berbagai usulan sanksi AS yang saat ini sedang dibahas di Kongres.
Obligasi Rusia berdenominasi dolar juga ikut berjatuhan di mana yield untuk bond bertenor 10 tahun menyentuh level tertingginya setahun terakhir di 8,08%. Yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya.
Sanksi yang akan berdampak pada ekspor elektronik Rusia dan peralatan lain yang dikontrol keamanan negara itu akan berlaku sekitar 22 Agustus, menurut Departemen Luar Negeri AS. Keputusan itu diambil berdasarkan kesimpulan pemerintah AS bahwa Kremlin melanggar hukum internasional tahun 1991 tentang perlawanan terhadap perang kimia dan biologis.
Moskow telah membantah terlibat dalam serangan terhadap Skripal dan menyebut langkah terbaru Washington kejam dan didasarkan pada tuduhan yang mengada-ada.
Kedutaan besar Rusia di AS menyatakan pemerintahnya terus mendukung penyidikan yang terbuka dan transparan terhadap tindakan kriminal yang terjadi di Salisbury.
Juru bicara Kremlin Dmitry Perkov merespons kabar tersebut hari Kamis siang dan menyebut sanksi itu sangat tidak bersahabat dan melanggar hukum. Namun, ia menambahkan bahwa Moskow terus berharap dapat memperkuat hubungan AS-Rusia.
Presiden AS Donald Trump belum berkomentar apapun sejauh ini.
Kabar sanksi ini muncul hanya beberapa minggu setelah pertemuannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Helsinkin, Finlandia. Dalam pertemuan tersebut, ia terlihat mendukung klaim Putin bahwa negaranya tidak mencampuri pemilu presiden AS.
(prm) Next Article Rusia Merana, Rubel Sentuh Posisi Terendah dalam 2 Tahun
Departemen Luar Negeri AS mengumumkan pada hari Rabu (8/8/2018) bahwa sanksi dijatuhkan karena Rusia menggunakan racun syaraf Novichok untuk meracuni mantan mata-mata Sergei Skripal dan putrinya Yulia di Salisbury, Inggris, bulan Maret lalu.
Kecemasan akan dampak buruk sanksi baru itu membuat rubel terdepresiasi hingga 3% hari Rabu. Dolar AS menyentuh level tertingginya terhadap rubel sejak November 2016 di mana US$1 setara dengan 66,71 rubel pada Kamis pagi waktu setempat.
Indeks saham Rusia berdenominasi dolar AS, RTS, anjlok 2,14% di mana sektor keuangan dan industri terpukul paling keras. Kedua sektor itu rontok lebih dari 2,6% hari Kamis. Maskapai Rusia Aeroflot turun 4% sementara bank milik negara VTB juga melemah 3,9%.
Bank-bank Rusia masuk dalam daftar sasaran berbagai usulan sanksi AS yang saat ini sedang dibahas di Kongres.
Obligasi Rusia berdenominasi dolar juga ikut berjatuhan di mana yield untuk bond bertenor 10 tahun menyentuh level tertingginya setahun terakhir di 8,08%. Yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya.
Sanksi yang akan berdampak pada ekspor elektronik Rusia dan peralatan lain yang dikontrol keamanan negara itu akan berlaku sekitar 22 Agustus, menurut Departemen Luar Negeri AS. Keputusan itu diambil berdasarkan kesimpulan pemerintah AS bahwa Kremlin melanggar hukum internasional tahun 1991 tentang perlawanan terhadap perang kimia dan biologis.
Moskow telah membantah terlibat dalam serangan terhadap Skripal dan menyebut langkah terbaru Washington kejam dan didasarkan pada tuduhan yang mengada-ada.
Kedutaan besar Rusia di AS menyatakan pemerintahnya terus mendukung penyidikan yang terbuka dan transparan terhadap tindakan kriminal yang terjadi di Salisbury.
Juru bicara Kremlin Dmitry Perkov merespons kabar tersebut hari Kamis siang dan menyebut sanksi itu sangat tidak bersahabat dan melanggar hukum. Namun, ia menambahkan bahwa Moskow terus berharap dapat memperkuat hubungan AS-Rusia.
Presiden AS Donald Trump belum berkomentar apapun sejauh ini.
Kabar sanksi ini muncul hanya beberapa minggu setelah pertemuannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Helsinkin, Finlandia. Dalam pertemuan tersebut, ia terlihat mendukung klaim Putin bahwa negaranya tidak mencampuri pemilu presiden AS.
(prm) Next Article Rusia Merana, Rubel Sentuh Posisi Terendah dalam 2 Tahun
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular