Akuisisi Pertagas, Dari Kemahalan Sampai Bahayakan Neraca PGN

Donald Banjarnahor, CNBC Indonesia
06 July 2018 07:23
Akuisisi Pertagas, Dari Kemahalan Sampai Bahayakan Neraca PGN
Foto: Istimewa PGN
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) yang memiliki kode saham PGAS terkoreksi secara beruntun sejak perseroan menerbitkan prospektus akuisisi PT Pertagas, anak usaha PT Pertamina (Persero).

Harga saham PGAS pada perdagangan Kamis (5/7/2018) kemarin ditutup pada level Rp 1.525/saham, turun 5,28% dibandingkan sehari sebelumnya. PGAS telah anjlok 21,79% setelah publikasi prospektus pada Selasa (3/7/2018).

Investor asing pun gencar melepas saham ini dengan total net foreign sell Rp 325,84 miliar hanya dalam tiga hari perdagangan hingga kemarin sore.

Sentimen negatif bagi PGN adalah pada valuasi 51% saham Pertagas dengan nilai US$1,22 miliar atau setara dengan Rp 16,5 triliun. Valuasi itu merupakan penilaian Kantor Jasa Penilai Publik Ruky, Safrudin, dan Rekan dengan menggunakan dua metode penilaian pembobotan, yakni pendekatan pendapatan (discounted cash flow) dengan porsi 70% dan pendekatan pasar sebesar 30% pembobotan penilaian.

Termasuk dalam akuisisi ini adalah Pertagas Niaga yang saat ini 99% sahamnya dimiliki oleh Pertagas. Sementara untuk anak usaha Pertagas lainnya dikeluarkan dari akuisisi, atau didivestasi dari struktur anak usaha Pertagas ketika akuisisi dilakukan.

Berdasarkan prospektus yang diterbitkan PGN, total ekuitas Pertagas termasuk Pertagas Niaga pada akhir 2017 sebesar US$1,16 miliar atau setara dengan Rp 15,78 triliun. Adapun nilai buku aset bersih 51% Pertagas sebesar US$593,96 juta atau Rp 8,06 triliun.


PGAS telah melakukan analyst meeting pada Rabu, 4 Juli 2018, yang dihadiri sejumlah analis dari sekuritas.

"Suasana keseluruhan (analyst meeting) negatif dengan banyak pertanyaan tentang valuasi (Pertagas) dan struktur kesepakatan," tulis riset CLSA yang hadir dalam acara tersebut.

Riset itu menjabarkan bahwa pertanyaan yang sering dilontarkan kepada PGN adalah valuasi Pertagas yang setara dengan price to earning ratio (PER) sebesar 21 kali untuk kinerja 2018. Valuasi Pertagas jauh lebih tinggi daripada valuasi PGN yang setara dengan PER 13,5 kali.

"Kesepakatan itu kurang menarik dibandingkan dengan ekspektasi kami, valuasinya harus kembali ke rata-rata lima tahunnya, yakni PER 13 kali, dalam pandangan kami," tulis riset CLSA. Sementara sisi positif dari akuisisi ini adalah PGN akan mengendalikan 96% dari distribusi serta infastruktur transmisi gas di Indonesia.

Sementara UOB KayHian menilai nilai valuasi antara PGN dan Pertagas tidak seimbang, mengingat valuasi Pertagas yang diakuisisi ialah 14,3 kali EBITDA dengan PER 24 kali pada akhir 2017, lebih tinggi dari valuasi PGN dengan 8,2 kali EBITDA dan PER 16,1 kali.
Pandangan nilai kemahalan dari akuisisi Pertagas tidak menjadi masalah satu-satunya dari PGN. Masalah berikutnya adalah sumber dana untuk mengakuisisi Pertagas. Sebanyak 70% dari kebutuhan dana akan dipenuhi lewat pinjaman atau sekitar Rp 11 triliun.

Menurut riset UOB KayHian hal tersebut akan membuat rasio utang PGN lompat ke 0,85 kali pasca akusisi, dibandingkan akhir 2017 berada pada posisi 0,43 kali. Meski pasca akuisisi PGAS diprediksi akan menikmati kenaikan EBITDA sebesar 20%, namun dikhawatirkan tidak akan ditransmikan ke peningkatan laba bersih yang tinggi karena bunga tinggi dari pinjaman untuk akuisisi.

"Kami memprediksi laba bersih setelah akuisisi pada 2019 hanya tumbuh 8%," tulis UOB KayHian.

Sementara itu, Lembaga pemeringkat utang Standard and Poor's (S&P) menempatkan rating utang PGN di kategori creditwatch dengan implikasi negatif. Saat ini PGN memiliki rating BBB- atau merupakan posisi layak investasi (investment grade) paling bawah.


S&P mengatakan akuisisi yang diusulkan, jika didanai dengan uang tunai dan utang, akan menandakan bahwa manajemen mendukung kebijakan keuangan yang lebih agresif daripada yang diantisipasi sebelumnya. S&P memperkirakan, neraca PGN secara substansial akan melemah setelah akuisisi.

Apalagi Bank Indonesia (BI) baru saja menaikan suku bunga acuan sebanyak 1% dalam tiga bulan terakhir.

"Bunga pinjaman mungkin akan lebih tinggi dari rata-rata bunga kredit PGAS selama ini, yakni 6%," tulis CLSA.

Pada dasarnya Perjanjian Jual Beli Bersyarat antara Pertamina dan PGN mengenai akuisisi 51% saham Pertagas hanya berlaku selama 90 hari sejak 29 Juni 2018 lalu. Kurang dari tiga bulan, PGN harus mendapatkan pinjaman untuk akuisisi tersebut, waktu yang terbilang singkat untuk proses pengajuan kredit jumbo hingga Rp 11 triliun.

Maka kita tunggu saja apakah akuisisi ini akan berjalan sesuai rencana atau ada perubahan lain.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular