
Pasar Terganggu, Harga CPO Semester I-2018 Turun 7,07%
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
06 July 2018 07:27

Pada Rabu (30/5/2018), Gapki (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) melaporkan penurunan ekspor minyak sawit RI pada Januari-April 2018 sebesar 4% dibandingkan dengan periode yang sama 2017, ke 10,24 juta ton.
Gapki mengakui adanya anomali pada April 2018, di mana biasanya permintaan minyak sawit naik signifikan menjelang Lebaran. Ekspor ke negara-negara mayoritas muslim seperti Bangladesh naik 222% secara bulanan pada April, dari 64.570 ton menjadi 208.100 ton. Sementara itu, ekspor ke Pakistan naik 0,23% menjadi 163.300 ton.
Dari Malaysia, ekspor CPO April 2018 turun 1,92% secara MoM, sementara pada Mei anjlok lebih dalam yakni sebesar 15,69% MoM, atau 14,57% secara YoY. Padahal, konsumen biasanya cenderung menambah pembelian CPO pada dua bulan menjelang Ramadhan dan Lebaran untuk kebutuhan memasak.
Contohnya, pada April dan Mei 2017 (sebelum bulan puasa dan Lebaran 2017), ekspor minyak sawit Malaysia tumbuh masing-masing sebesar 0,79% dan 17,97%. Situasi ini mendorong pelaku pasar berspekulasi permintaan komoditas sawit akan menurun akhir semester I-2018.
Usut punya usut, ternyata problemnya ada permintaan impor di AS yang menurun. Ekspor minyak sawit ke AS anjlok 42% MoM dari 106.570 ton menjadi 62.160 ton, pada April. Penurunan ini tidak lepas dari kenaikan stok minyak kedelai di AS akibat retaliasi China ke AS.
Minyak kedelai adalah salah satu komoditas yang paling terdampak dari perang dagang AS-China. Perusahaan-perusahaan asal Negeri Tirai Bambu diperkirakan membatalkan sebagian besar impor minyak kedelai dari AS, seiring pemberlakuan bea impor ekstra sebesar 25%.
Akibatnya, stok minyak kedelai, yang merupakan rival abadi minyak sawit di industri minyak nabati, melimpah di Negeri Paman Sam. Hal ini berujung pada AS yang akhirnya mengurangi impor CPO dari Indonesia.
Terlebih, pada akhir Februari 2018, sang negeri adidaya juga mengonfirmasi bahwa Argentina dan Indonesia terlibat dalam praktik dumping biodisel, dan kemudian menetapkan bea masuk anti-dumping (BAMD) dalam rentang 60-277%.
Berdasarkan temuan awal dari Departemen Perdagangan AS pada Oktober 2017, Argentina diduga menjual biodisel pada margin dumping 54,4 % hingga 70,5%, sedangkan eksportir dari Indonesia menjual minyak sawit pada margin 50,7%.
Kemudian, pada April 2018, Komisi Perdagangan Internasional AS kembali menekankan pengenaan BAMD, ditambah Countervailing Duty (CVD) kepada produk biodisel Indonesia. Dokumen Federal Register menyebutkan kisarannya mulai dari 126,97% hingga 341,38%.
(ags/prm)
Gapki mengakui adanya anomali pada April 2018, di mana biasanya permintaan minyak sawit naik signifikan menjelang Lebaran. Ekspor ke negara-negara mayoritas muslim seperti Bangladesh naik 222% secara bulanan pada April, dari 64.570 ton menjadi 208.100 ton. Sementara itu, ekspor ke Pakistan naik 0,23% menjadi 163.300 ton.
Dari Malaysia, ekspor CPO April 2018 turun 1,92% secara MoM, sementara pada Mei anjlok lebih dalam yakni sebesar 15,69% MoM, atau 14,57% secara YoY. Padahal, konsumen biasanya cenderung menambah pembelian CPO pada dua bulan menjelang Ramadhan dan Lebaran untuk kebutuhan memasak.
![]() |
Minyak kedelai adalah salah satu komoditas yang paling terdampak dari perang dagang AS-China. Perusahaan-perusahaan asal Negeri Tirai Bambu diperkirakan membatalkan sebagian besar impor minyak kedelai dari AS, seiring pemberlakuan bea impor ekstra sebesar 25%.
Akibatnya, stok minyak kedelai, yang merupakan rival abadi minyak sawit di industri minyak nabati, melimpah di Negeri Paman Sam. Hal ini berujung pada AS yang akhirnya mengurangi impor CPO dari Indonesia.
Terlebih, pada akhir Februari 2018, sang negeri adidaya juga mengonfirmasi bahwa Argentina dan Indonesia terlibat dalam praktik dumping biodisel, dan kemudian menetapkan bea masuk anti-dumping (BAMD) dalam rentang 60-277%.
Berdasarkan temuan awal dari Departemen Perdagangan AS pada Oktober 2017, Argentina diduga menjual biodisel pada margin dumping 54,4 % hingga 70,5%, sedangkan eksportir dari Indonesia menjual minyak sawit pada margin 50,7%.
Kemudian, pada April 2018, Komisi Perdagangan Internasional AS kembali menekankan pengenaan BAMD, ditambah Countervailing Duty (CVD) kepada produk biodisel Indonesia. Dokumen Federal Register menyebutkan kisarannya mulai dari 126,97% hingga 341,38%.
(ags/prm)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular