Fintech

Ini Alasan Fintech Lending Ilegal China Serbu RI

Tito Bosnia, CNBC Indonesia
07 September 2018 17:03
INDEF memprediksi fintech lending bisa berkontribusi Rp 25,97 triliun terhadap PDB Indonesia.
Foto: Aristya Rahadian Krisabella
Jakarta, CNBC Indonesia - Satgas Waspada Investasi kembali menemukan perusahaan teknologi finansial (fintech) lending yang baru. Perusahaan rintisan ini tidak belum terdaftar dan berizin tetapi sudah menawarkan layanan.

Hingga saat ini Satgas Waspada investasi sudah menemukan 407 entitas P2P Lending yang tidak berizin dan dinilai dapat merugikan masyarakat. Diantara entitas layanan tersebut banyak yang berasal dari luar Indonesia, salah satu dari China.

Hendrikus Passagi Direktur Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK mengatakan ekspansi fintech lending China ilegal ke Indonesia tak lepas dari pengetatan aturan yang dilakukan pemerintah Tiongkok.

Beijing semakin serius memberantas fintech lending bermasalah yang melakukan praktek perbankan gelap (shadow banking). Bahkan pemerintah menutup beberapa diantaranya. Beijing juga berencana tidak menerbitkan izin fintech lending hingga pemeriksaan selesai dilakukan.

Alasannya, pasar Indonesia yang besar. INDEF menyatakan pasar fintech lending di Indonesia cukup besar karena banyaknya masyarakat yang belum mengakses layanan perbankan. Bahkan INDEF memprediksi fintech lending bisa berkontribusi Rp 25,97 triliun terhadap PDB Indonesia.

"Mereka kalau ke Indonesia pangsa pasarnya bisa berapa besar kan kalau dihitung nanti, jadi jangan sampai mereka memberikan pinjaman ke konsumennya di Indonesia hanya kepada mereka yang konsumtif tapi bukan yang benar-benar membutuhkan seperti Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM)," ungkap Hendrikus Passagi Direktur Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, di Gedung OJK, Jumat (7/9/18).

Ini Alasan Fintech Lending Ilegal China Serbu RIFoto: Pemerintah China menutup fintech lending bermasalah (REUTERS/Aly Song)

Daftar-daftar layanan Fintech yang belum berizin tersebut terutama dari luar Indonesianya nantinya akan diteliti lebih lanjut oleh OJK apabila entitas-entitas tersebut melakukan proses perizinannya.

OJK tidak akan memberikan izin pada entitas tersebut apabila kegiatan operasional dan usaha layanan tersebut terpantau kurang baik di kalangan masyarakat (lewat media sosial).

"Kami tidak akan loloskan kalau misalnya di media sosial sudah jelek, berdasarkan pantauan dari masyarakat. Kalau orang-orang seperti ini diloloskan yang kami khawatirkan itu akan merusak industri inklusi keuangan di Indonesia," ujarnya.



(roy) Next Article Makin Gemuk, Ini 88 Fintech Terdaftar dan Berizin dari OJK

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular