
Kredit Macet Fintech di Atas 3%, Bahayakah?
Roy Franedya, CNBC Indonesia
29 March 2019 10:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri peer-to-peer (P2P) lending tumbuh pesat dalam tiga tahun terakhir. Hal itu terlihat dari pertumbuhan pinjaman yang selalu di atas 600%.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga Februari 2019, total pinjaman yang disalurkan mencapai Rp 7,05 triliun. Angka itu meningkat 605% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Jika dibandingkan dengan akhir tahun 2018, pembiayaan baru yang disalurkan fintech lending sudah mencapai Rp 2,1 triliun hanya dalam dua bulan saja. Sejak Agustus 2017 hingga Februari 2019 rata-rata penyaluran pembiayaan fintech per bulan mencapai Rp 200 miliar hingga Rp 300 miliar.
Namun di saat yang sama, industri P2P lending harus menghadapi lonjakan kredit macet. Pada Februari 2019, rasio pembiayaan macet fintech lending sudah berada di level 3,18%. Kenaikan ini cukup signifikan karena hanya terjadi dalam dua bulan di 2019.
Pada akhir 2018, kredit macet fintech berada di kisaran 1,5%. Pada Januari 2019 naik mendekati 2% dan Februari sudah 3,18%. Adapun rasio pinjaman tidak lancar cenderung menurun. Bila pada November 2018 sempat menyentuh 4,5%, pada Februari 2019 turun menjadi 3,17%. Tetapi tetap saja ini mengkhawatirkan.
Rasio pinjaman tidak lancar adalah rasio yang menunjukkan peminjam menunggak pembayaran selama 30 hari atau 90 hari. Adupun rasio kredit macet ketika nasabah sudah menunggak pembayaran di atas 90 hari. Pada sektor perbankan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) di atas 3% berarti bank harus lebih hati-hati salurkan kredit.
"Harus diwaspadai karena NPL-nya juga sudah pada angka 3,18%. Sementara, kredit kurang lancar 3,17%. Kalau diparalelkan dengan bank jumlah keduanya 6,35%. Cukup tinggi di banding bank," jelas Deputi Komisioner Stabilitas Sistem Keuangan OJK Yohannes Santoso Wibowo, Kamis (28/3/2019).
Tingginya rasio kredit macet dan kredit kurang lancar tersebut karena kredibilitas pembayaran pinjaman oleh peminjam belum terukur. Yohannes mencontohkan ketika masyarakat meminjam Rp 10 juta dan macet tetapi baru tahu domisinya di Surabaya.
"Anda mau pinjam Rp 10 juta. Tapi sejauh mana saya tahu kredibilitas bisa balikin uang ke saya. Tapi karena saya [fintech] ingin return bagus saya kasih. Ternyata nasabah tinggal di Surabaya," ungkap Yohannes.
Simak video tentang kucuran bisnis fintech di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]
(roy/miq) Next Article Fintech Sudah Salurkan Kredit Rp 7,05 T, Meroket 605%
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga Februari 2019, total pinjaman yang disalurkan mencapai Rp 7,05 triliun. Angka itu meningkat 605% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Jika dibandingkan dengan akhir tahun 2018, pembiayaan baru yang disalurkan fintech lending sudah mencapai Rp 2,1 triliun hanya dalam dua bulan saja. Sejak Agustus 2017 hingga Februari 2019 rata-rata penyaluran pembiayaan fintech per bulan mencapai Rp 200 miliar hingga Rp 300 miliar.
Pada akhir 2018, kredit macet fintech berada di kisaran 1,5%. Pada Januari 2019 naik mendekati 2% dan Februari sudah 3,18%. Adapun rasio pinjaman tidak lancar cenderung menurun. Bila pada November 2018 sempat menyentuh 4,5%, pada Februari 2019 turun menjadi 3,17%. Tetapi tetap saja ini mengkhawatirkan.
Rasio pinjaman tidak lancar adalah rasio yang menunjukkan peminjam menunggak pembayaran selama 30 hari atau 90 hari. Adupun rasio kredit macet ketika nasabah sudah menunggak pembayaran di atas 90 hari. Pada sektor perbankan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) di atas 3% berarti bank harus lebih hati-hati salurkan kredit.
![]() |
"Harus diwaspadai karena NPL-nya juga sudah pada angka 3,18%. Sementara, kredit kurang lancar 3,17%. Kalau diparalelkan dengan bank jumlah keduanya 6,35%. Cukup tinggi di banding bank," jelas Deputi Komisioner Stabilitas Sistem Keuangan OJK Yohannes Santoso Wibowo, Kamis (28/3/2019).
Tingginya rasio kredit macet dan kredit kurang lancar tersebut karena kredibilitas pembayaran pinjaman oleh peminjam belum terukur. Yohannes mencontohkan ketika masyarakat meminjam Rp 10 juta dan macet tetapi baru tahu domisinya di Surabaya.
"Anda mau pinjam Rp 10 juta. Tapi sejauh mana saya tahu kredibilitas bisa balikin uang ke saya. Tapi karena saya [fintech] ingin return bagus saya kasih. Ternyata nasabah tinggal di Surabaya," ungkap Yohannes.
Simak video tentang kucuran bisnis fintech di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]
(roy/miq) Next Article Fintech Sudah Salurkan Kredit Rp 7,05 T, Meroket 605%
Most Popular