
Kurs Riyal Arab Saudi Menguat 5 Hari Beruntun ke Rp 3.783

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar riyal Arab Saudi menguat lagi melawan rupiah pada perdagangan Rabu (1/7/2020), memperpanjang kinerja positif menjadi 5 hari beruntun. Rupiah terus melempem beberapa hari terakhir, meski data ekonomi domestik menunjukkan perbaikan.
Berdasarkan data Refinitiv, kurs riyal hari ini menguat 0,08% ke Rp 3.783/SAR di pasar spot, melansir data Refinitiv.
IHS Markit pagi tadi mengumumkan PMI manufaktur Indonesia periode Juni 2020 berada di 39,1. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 28,6. Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi Juni 2020 sebesar 0,18% secara bulanan (month-to-month/MtM). Ini membuat inflasi tahunan (year-on-year/YoY) menjadi 1,96%.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menghasilkan median inflasi bulanan sebesar 0,025%. Sementara inflasi tahunan ada di 1,805%. Kenaikan PMI manufaktur (meski masih berkontraksi), dan inflasi yang lebih tinggi dari konsensus bisa memberikan gambaran roda perekonomian yang perlahan kembali berputar.
Namun sayangnya, sentimen pelaku pasar yang membaik dan data ekonomi dari dalam negeri masih belum mampu mendongkrak kinerja rupiah.
Hasil survei 2 mingguan Reuters bisa menjadi jawaban kenapa rupiah melemah pada hari ini. Survei tersebut menunjukkan para pelaku pasar mulai "membuang" rupiah dengan mengurangi posisi beli (long) dalam 2 pekan terakhir.
Survei dari Reuters tersebut menggunakan rentang -3 sampai 3. Angka positif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) terhadap dolar AS dan jual (short) terhadap rupiah, begitu juga sebaliknya. Hasil survei terbaru yang dirilis Kamis (25/6/2020) kemarin menunjukkan angka -0,05, memburuk dari rilis dua pekan sebelumnya -0,69.
Dengan angka minus yang semakin menipis menjadi -0,05, berarti investor mulai melepas posisi beli (long) rupiah setelah terus meningkat dalam satu bulan terakhir. Apalagi posisi tersebut nyaris menjadi positif yang berarti investor mengambil posisi jual (short) rupiah. Sehingga tekanan terhadap rupiah kembali meningkat.
Survei tersebut memang menunjukkan posisi rupiah terhadap dolar AS, tetapi bisa menggambarkan sentimen pelaku pasar terhadap rupiah, sehingga bisa juga berdampak pada kinerja rupiah terhadap mata uang lainnya. Apalagi, melawan riyal yang pergerakannya mengikuti dolar AS.
Menurut survei tersebut, adanya risiko penyebaran pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) menjadi penyebab investor kembali melepas aset-aset negara emerging market, termasuk Indonesia. Apalagi, menurut Reuters pelaku pasar melihat Bank Indonesia (BI) akan kembali memangkas suku bunga acuannya.
Saat BI kembali memangkas suku bunga, maka yield obligasi juga akan ikut menurun, sehingga daya tariknya akan berkurang. Aliran modal ke dalam negeri berisiko tersendat, rupiah pun kekurangan bensin untuk kembali menguat.=0
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Fasilitas Minyak Arab Saudi Dirudal, Kurs Riyal Malah Melesat
