
Mungkinkah Bank Syariah BUMN Bersatu Bantu Muamalat?
Herdaru Purnomo & gita rossiana, CNBC Indonesia
14 February 2018 14:15

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bank Muamalat Tbk masih mengharapkan suntikan modal dari investor baru melalui penerbitan saham baru (rights issue). Bank Muamalat kembali menyusun perjanjian pembelian saham atau conditional share subscription agreement (CSSA) bagi calon investor Muamalat.
Sumber CNBC di Kementerian BUMN mengungkapkan, dalam roadmap bank syariah plat merah terbaru sudah ada rencana konsolidasi. Unit usaha syariah Bank BTN, BTN Syariah akan digabungkan dengan BRI Syariah. Kedua bank tersebut akan fokus untuk menyalurkan kredit sektor perumahan dan UMKM.
Bank syariah terbesar, Bank Syariah Mandiri (BSM) bersama BNI Syariah juga akan bersatu untuk menggarap pasar yang lebih besar di sektor korporasi. Namun ada yang lebih menarik.
BSM bersama BNI Syariah harus membantu Bank Muamalat terlebih dahulu. Setelah di-merger, Bank Muamalat akan diakuisisi oleh kedua bank tersebut.
"Hal ini terdapat dalam roadmap bank syariah BUMN. Namun masih belum di-disclose lebih jauh. Sedang dikaji OJK juga," ungkap sumber tersebut kepada CNBC Indonesia, seperti dikutip Rabu (14/2/2018).
Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) sendiri masih mengkaji proses terbentuknya bank syariah berskala besar dengan aset di atas Rp 300 triliun. Kajian ini menyangkut pembentukan bank baru dari awal atau menggabung bank-bank syariah yang sudah ada.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang juga Anggota dari KNKS Halim Alamsyah mengatakan, apabila KNKS ingin membentuk bank baru, tentu biayanya lebih besar. Sedangkan merger, tentu dananya tidak besar dan prosesnya lebih cepat.
Namun demikian, pihaknya menginginkan adanya bank baru yang besar. Saat ini, apabila menggabungkan bank syariah milik negara yang sudah ada, asetnya masih terlalu kecil. Padahal yang dibutuhkan adalah bank syariah dengan aset di atas Rp 200-300 triliun.
"Sewaktu bertemu dengan Presiden sebagai Ketua KNKS, arahnya jelas sebagai anggota memberi saran kepada ketua untuk dapat bersaing butuh bank syariah yang besar," ujar Halim ketika ditemui dalam acara Peluncuran CNBC Indonesia beberapa waktu lalu.
Bank Syariah Tertua dan Masalah Permodalan
Melansir situs resminya, Bank Muamalat memulai perjalanan bisnisnya sebagai Bank Syariah pertama di Indonesia pada 1 November 1991. Pendirian Bank Muamalat Indonesia digagas oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan pengusaha muslim yang kemudian mendapat dukungan dari Pemerintah Republik Indonesia.
Komisaris Utama Bank Muamalat Indonesia Anwar Nasution mengatakan Perusahaan tetap berencana untuk melakukan rights issue namun rencana ini masih terus dirampungkan dan menunggu daftar investor baru.
"Belum ada daftar investor yang baru masih digodok, CSSA kalau bisa Maret ini," kata Anwar kepada CNBC Indonesia, pekan lalu.
Ketua Dewan Komisioner OJK bersama Kementerian BUMN dan beberapa pejabat negara sempat membahas mengenai jalan keluar mencari pemodal untuk Bank Muamalat. Rapat tersebut dilangsungkan di Kantor Wakil Presiden Jusuf Kalla.
CNBC Indonesia telah melakukan riset sebelumnya,mengenai kenapa Bank Muamalat perlu melakukan rights isssue untuk mencari tambahan modal.
Hal ini dalam rangka memenuhi peraturan yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berdasarkan laporan tahunan (annual report) tahun 2016, tingkat kesehatan Bank Muamalat komposit 3 atau cukup sehat. Artinya, Bank Muamalat harus menjaga permodalannya atau capital adequacy ratio (CAR) minimal 10%-11%.
Masalahnya, dalam laporan keuangan triwulan III-2017, CAR Muamalat sudah dikisaran 11,58%. Pada kuartal III-2016 CAR Bank Muamalat berada di 12,75%.
Disisi yang lain, Bank Muamalat harus bersih-bersih pembiayaan bermasalah atau non financing loan (NFL). Kenaikan NPF sudah dihadapi Muamalat pada 2014. NPF Muamalat tertinggi pernah menyentuh 7,11% pada akhir 2015. Per Kurtal III-2017 NPF Muamalat masih 4,54%.
Sudah menjadi kewajiban pemegang saham Muamalat untuk menambah modal demi sustainabilitas bank ini. Untuk itu diperlukan komitmen untuk khusus dari pemegang saham yang nota bene 'dikuasai' asing ini.
Berdasarkan laporan tahunan 2016 kemarin, komposisi pemegang saham perseroan terbanyak dipegang Islamic Development Bank (IDB), Bank Boubyan dan Atwill Holdings Limited, serta National Bank of Kuwait.
Proses menambah modal sebenarnya cukup simple, yakni pemilik tersebut langsung memberikan modal tambahan kepada bank, namun hal tersebut tidak dilakukan. Entah pemegang saham mengalami kendala sendiri yakni tidak memiliki dana, atau memang sudah lagi tidak 'berminat' meneruskan keberlangsungannya.
Langkah dilakukannya rights issue sudah benar, namun kemudian, tidak serta merta selesai karena dalam perjalanannya juga terkendala dengan pembeli siaganya.
Sumber CNBC lainnya yang duduk di kursi Regulator menyebut dibutuhkan dana minimal Rp 4,5 triliun untuk membenahi permodalan Bank Muamalat. Namun, harus dibutuhkan dana yang lebih besar lagi untuk berekspansi.
"Mungkin Rp 4,5 triliun hanya memperbaiki modal. Perlu tambahan bisa sampai Rp 7-8 triliun agar bisa ekspansi kembali," ungkapnya.
Kembali ke roadmap terbaru bank syariah plat merah tersebut, Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Konsultan, Kementerian BUMN, Gatot Trihargo belum mau menceritakan lebih jauh rencana penggabungan bank syariah BUMN.
Impian Memiliki Bank Syariah Terbesar
Memiliki bank syariah yang besar menjadi sebuah impian bagi negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Maklum, bank syariah yang ada di Indonesia baru sebatas bank BUKU III alias memiliki modal di atas Rp 5 triliun.
Permasalahan ini ternyata menarik perhatian tidak hanya bagi pelaku jasa keuangan dan juga pengamat keuangan. Sementara regulator (Otoritas Jasa Keuangan) yang akan dikonfirmasi mengenai hal ini sempat menghilang saat ditunggu awak media dalam acara bertema inklusi keuangan di Graha Sawala, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada Selasa, (14/2/2018).
Pengamat Keuangan Syariah yang juga Pendiri Karim Consulting Adiwarman Karim menyampaikan pendapatnya mengenai langkah yang bisa dilakukan untuk memiliki bank syariah yang besar. Dia mengungkapkan, ada tiga opsi yang bisa dilakukan oleh pemerintah dan regulator untuk mendapatkan bank syariah yang besar.
Pertama adalah dengan membentuk holding bank BUMN syariah. Lalu kedua adalah dengan membesarkan bank syariah yang sudah ada seperti BSM dan BRI Syariah. Terakhir adalah dengan menggabungkan PT BNI Syariah dan BTN Syariah sambil mencari mitra strategis.
Melalui strategi-strategi di atas, menurut Adiwarman bisa diperoleh bank syariah yang memiliki modal dan aset yang besar. Dia memperkirakan apabila BNI Syariah merger dengan UUS BTN maka asetnya bisa mencapai Rp 50 triliun.
"Hal ini dengan asumsi rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) 20% dan modal Rp 10 triliun," ujar dia kepada CNBC Indonesia melalui pesan singkat, Selasa (13/2/2018).
Lembaga jasa keuangan memang mulai mencoba skema-skema dalam meningkatkan modal bank syariah ini. Direktur BTN Mahelan Prabantarikso mengungkapkan, ada beberapa opsi yang bisa dilakukan untuk mengembangkan BTN Syariah. Opsi pertama adalah dengan melakukan spin off pada 2020.
Menurut Mahelan, pihaknya akan meningkatkan aset dan permodalan BTN Syariah terlebih dahulu sebelum melakukan spin off.
“Lagipula lebih baik dimatangkan terlebih dahulu dari sisi modal dan sumber daya manusia sebelum spin off,” kata dia.
Opsi kedua adalah penyatuan dengan bank syariah lain. Untuk opsi ini, menurut Mahelan erat kaitannya dengan holding jasa keuangan. Pasalnya, bank syariah yang akan disatukan dengan BTN Syariah adalah anak usaha bank BUMN lain.”Kalau misalkan di-merger, maka proses spin off bisa dipercepat,” ucap dia.
Lebih lanjut, bank syariah yang berpotensi untuk disatukan dengan BTN Syariah bisa bank syariah mana saja. Namun, Mahelan menekankan bank syariah tersebut haruslah bank yang memiliki portofolio yang hampir mirip dengan BTN Syariah yang fokus di perumahan.”Barangkali lebih dekat dengan BNI Syariah, tapi belum fix,” ujar dia.
Sementara itu, Direktur Keuangan dan Risiko Kredit PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Rico Rizal Budidarmo menjelaskan, pihaknya ingin membuat BNI Syariah bisa berekspansi secara global. Oleh karena itu, pihaknya perlu memperkuat struktur permodalan BNI Syariah.
Untuk melakukan hal itu, selain melakukan konsolidasi, pihaknya ingin membuat BNI Syariah bisa melenggang ke bursa saham."Kami rencana BNI Syariah untuk melakukan IPO dan atau mencari mitra strategis khususnya permodalan," ujar dia.
Pada awal tahun 2018 lalu, BNI sudah menunjukkan komitmennya untuk mendukung BNI Syariah. Bentuk komitmen adalah dengan menyuntikkan modal sebesar Rp 1 triliun.
(dru/dru) Next Article Mengintip 'Kekuatan' BSM dan BNI Syariah untuk Bantu Muamalat
Sumber CNBC di Kementerian BUMN mengungkapkan, dalam roadmap bank syariah plat merah terbaru sudah ada rencana konsolidasi. Unit usaha syariah Bank BTN, BTN Syariah akan digabungkan dengan BRI Syariah. Kedua bank tersebut akan fokus untuk menyalurkan kredit sektor perumahan dan UMKM.
Bank syariah terbesar, Bank Syariah Mandiri (BSM) bersama BNI Syariah juga akan bersatu untuk menggarap pasar yang lebih besar di sektor korporasi. Namun ada yang lebih menarik.
![]() |
"Hal ini terdapat dalam roadmap bank syariah BUMN. Namun masih belum di-disclose lebih jauh. Sedang dikaji OJK juga," ungkap sumber tersebut kepada CNBC Indonesia, seperti dikutip Rabu (14/2/2018).
Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) sendiri masih mengkaji proses terbentuknya bank syariah berskala besar dengan aset di atas Rp 300 triliun. Kajian ini menyangkut pembentukan bank baru dari awal atau menggabung bank-bank syariah yang sudah ada.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang juga Anggota dari KNKS Halim Alamsyah mengatakan, apabila KNKS ingin membentuk bank baru, tentu biayanya lebih besar. Sedangkan merger, tentu dananya tidak besar dan prosesnya lebih cepat.
Namun demikian, pihaknya menginginkan adanya bank baru yang besar. Saat ini, apabila menggabungkan bank syariah milik negara yang sudah ada, asetnya masih terlalu kecil. Padahal yang dibutuhkan adalah bank syariah dengan aset di atas Rp 200-300 triliun.
"Sewaktu bertemu dengan Presiden sebagai Ketua KNKS, arahnya jelas sebagai anggota memberi saran kepada ketua untuk dapat bersaing butuh bank syariah yang besar," ujar Halim ketika ditemui dalam acara Peluncuran CNBC Indonesia beberapa waktu lalu.
Bank Syariah Tertua dan Masalah Permodalan
Melansir situs resminya, Bank Muamalat memulai perjalanan bisnisnya sebagai Bank Syariah pertama di Indonesia pada 1 November 1991. Pendirian Bank Muamalat Indonesia digagas oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan pengusaha muslim yang kemudian mendapat dukungan dari Pemerintah Republik Indonesia.
Belum ada daftar investor yang baru masih digodok, CSSA kalau bisa Maret iniAnwar Nasution |
"Belum ada daftar investor yang baru masih digodok, CSSA kalau bisa Maret ini," kata Anwar kepada CNBC Indonesia, pekan lalu.
Ketua Dewan Komisioner OJK bersama Kementerian BUMN dan beberapa pejabat negara sempat membahas mengenai jalan keluar mencari pemodal untuk Bank Muamalat. Rapat tersebut dilangsungkan di Kantor Wakil Presiden Jusuf Kalla.
CNBC Indonesia telah melakukan riset sebelumnya,mengenai kenapa Bank Muamalat perlu melakukan rights isssue untuk mencari tambahan modal.
Hal ini dalam rangka memenuhi peraturan yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berdasarkan laporan tahunan (annual report) tahun 2016, tingkat kesehatan Bank Muamalat komposit 3 atau cukup sehat. Artinya, Bank Muamalat harus menjaga permodalannya atau capital adequacy ratio (CAR) minimal 10%-11%.
Masalahnya, dalam laporan keuangan triwulan III-2017, CAR Muamalat sudah dikisaran 11,58%. Pada kuartal III-2016 CAR Bank Muamalat berada di 12,75%.
Disisi yang lain, Bank Muamalat harus bersih-bersih pembiayaan bermasalah atau non financing loan (NFL). Kenaikan NPF sudah dihadapi Muamalat pada 2014. NPF Muamalat tertinggi pernah menyentuh 7,11% pada akhir 2015. Per Kurtal III-2017 NPF Muamalat masih 4,54%.
Sudah menjadi kewajiban pemegang saham Muamalat untuk menambah modal demi sustainabilitas bank ini. Untuk itu diperlukan komitmen untuk khusus dari pemegang saham yang nota bene 'dikuasai' asing ini.
Berdasarkan laporan tahunan 2016 kemarin, komposisi pemegang saham perseroan terbanyak dipegang Islamic Development Bank (IDB), Bank Boubyan dan Atwill Holdings Limited, serta National Bank of Kuwait.
![]() |
Proses menambah modal sebenarnya cukup simple, yakni pemilik tersebut langsung memberikan modal tambahan kepada bank, namun hal tersebut tidak dilakukan. Entah pemegang saham mengalami kendala sendiri yakni tidak memiliki dana, atau memang sudah lagi tidak 'berminat' meneruskan keberlangsungannya.
Langkah dilakukannya rights issue sudah benar, namun kemudian, tidak serta merta selesai karena dalam perjalanannya juga terkendala dengan pembeli siaganya.
Sumber CNBC lainnya yang duduk di kursi Regulator menyebut dibutuhkan dana minimal Rp 4,5 triliun untuk membenahi permodalan Bank Muamalat. Namun, harus dibutuhkan dana yang lebih besar lagi untuk berekspansi.
"Mungkin Rp 4,5 triliun hanya memperbaiki modal. Perlu tambahan bisa sampai Rp 7-8 triliun agar bisa ekspansi kembali," ungkapnya.
Kembali ke roadmap terbaru bank syariah plat merah tersebut, Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Konsultan, Kementerian BUMN, Gatot Trihargo belum mau menceritakan lebih jauh rencana penggabungan bank syariah BUMN.
Impian Memiliki Bank Syariah Terbesar
![]() |
Memiliki bank syariah yang besar menjadi sebuah impian bagi negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Maklum, bank syariah yang ada di Indonesia baru sebatas bank BUKU III alias memiliki modal di atas Rp 5 triliun.
Permasalahan ini ternyata menarik perhatian tidak hanya bagi pelaku jasa keuangan dan juga pengamat keuangan. Sementara regulator (Otoritas Jasa Keuangan) yang akan dikonfirmasi mengenai hal ini sempat menghilang saat ditunggu awak media dalam acara bertema inklusi keuangan di Graha Sawala, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada Selasa, (14/2/2018).
Pengamat Keuangan Syariah yang juga Pendiri Karim Consulting Adiwarman Karim menyampaikan pendapatnya mengenai langkah yang bisa dilakukan untuk memiliki bank syariah yang besar. Dia mengungkapkan, ada tiga opsi yang bisa dilakukan oleh pemerintah dan regulator untuk mendapatkan bank syariah yang besar.
Pertama adalah dengan membentuk holding bank BUMN syariah. Lalu kedua adalah dengan membesarkan bank syariah yang sudah ada seperti BSM dan BRI Syariah. Terakhir adalah dengan menggabungkan PT BNI Syariah dan BTN Syariah sambil mencari mitra strategis.
"Hal ini dengan asumsi rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) 20% dan modal Rp 10 triliun," ujar dia kepada CNBC Indonesia melalui pesan singkat, Selasa (13/2/2018).
Lembaga jasa keuangan memang mulai mencoba skema-skema dalam meningkatkan modal bank syariah ini. Direktur BTN Mahelan Prabantarikso mengungkapkan, ada beberapa opsi yang bisa dilakukan untuk mengembangkan BTN Syariah. Opsi pertama adalah dengan melakukan spin off pada 2020.
Menurut Mahelan, pihaknya akan meningkatkan aset dan permodalan BTN Syariah terlebih dahulu sebelum melakukan spin off.
“Lagipula lebih baik dimatangkan terlebih dahulu dari sisi modal dan sumber daya manusia sebelum spin off,” kata dia.
Opsi kedua adalah penyatuan dengan bank syariah lain. Untuk opsi ini, menurut Mahelan erat kaitannya dengan holding jasa keuangan. Pasalnya, bank syariah yang akan disatukan dengan BTN Syariah adalah anak usaha bank BUMN lain.”Kalau misalkan di-merger, maka proses spin off bisa dipercepat,” ucap dia.
Lebih lanjut, bank syariah yang berpotensi untuk disatukan dengan BTN Syariah bisa bank syariah mana saja. Namun, Mahelan menekankan bank syariah tersebut haruslah bank yang memiliki portofolio yang hampir mirip dengan BTN Syariah yang fokus di perumahan.”Barangkali lebih dekat dengan BNI Syariah, tapi belum fix,” ujar dia.
Sementara itu, Direktur Keuangan dan Risiko Kredit PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Rico Rizal Budidarmo menjelaskan, pihaknya ingin membuat BNI Syariah bisa berekspansi secara global. Oleh karena itu, pihaknya perlu memperkuat struktur permodalan BNI Syariah.
Untuk melakukan hal itu, selain melakukan konsolidasi, pihaknya ingin membuat BNI Syariah bisa melenggang ke bursa saham."Kami rencana BNI Syariah untuk melakukan IPO dan atau mencari mitra strategis khususnya permodalan," ujar dia.
Pada awal tahun 2018 lalu, BNI sudah menunjukkan komitmennya untuk mendukung BNI Syariah. Bentuk komitmen adalah dengan menyuntikkan modal sebesar Rp 1 triliun.
(dru/dru) Next Article Mengintip 'Kekuatan' BSM dan BNI Syariah untuk Bantu Muamalat
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular