Newsletter

Banjir Sentimen Neraca Dagang Hingga RDG BI, IHSG-Rupiah Bisa Bangkit?

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
19 June 2024 06:00
Pekerja melintas di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin, (1/4/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
  • Para pejabat The Fed tampak masih belum yakin mengenai penurunan suku bunga The Fed
  • Wall Street terus melaju hingga mencatatkan rekor kenaikan
  • Pekan ini ada pengumuman suku bunga Bank Indonesia yang dinantikan oleh investor

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia akan menjalani hari perdagangan yang lebih singkat pada pekan ini, yakni hanya tiga hari. Namun, apakah pasar saham dan rupiah mampu bangkit atau malah akan semakin terpuruk?

Sebagai petunjuk, anda bisa membaca ulasan lengkap sentimen pada pekan ini yang akan menjadi penggerak pasar saham maupun nilai tukar rupiah di halaman ketiga dan berbagai agenda ekonomi dan emiten di halaman empat.

Berbagai sentimen tersebut datang dari rilis data dalam negeri hingga negara lain yang erat dengan pasar Indonesia. Termasuk beragam komentar para pejabat Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve atau The Fed mengenai kapan penurunan suku bunga akan terjadi.

Pasar keuangan Indonesia terpuruk pada pekan lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah mencatatkan performa buruk. Bahkan mencapai level terendah dalam beberapa tahun lalu.

IHSG terperosok pada perdagangan Jumat (14/6/2024), ditutup di level 6.734,83, terendah sejak November 2023. Selama pekan lalu, IHSG hanya mencatatkan penguatan satu kali, sementara secara mingguan terkoreksi 2,36%.

Ini menandai penurunan beruntun selama empat pekan terakhir. Kejatuhan IHSG kemarin tercatat memiliki nilai transaksi mencapai Rp 9,8 triliun dan volume 22 miliar lembar saham dalam 888.123 transaksi. Sebanyak 140 saham menguat, 451 melemah, dan 180 stagnan.

Sektor teknologi menjadi penekan terbesar, turun 2,23% pada akhir perdagangan akhir pekan lalu.

Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan pekan lalu menunjukkan volatilitas yang signifikan, dengan sempat menembus Rp 16.400 per dolar AS. Volatilitas ini telah berlangsung sejak awal tahun di tengah ketidakpastian kondisi global.

Pada penutupan perdagangan Jumat (14/6/2024), dolar AS ditutup melemah 0,80% pada posisi Rp 16.395. Posisi ini merupakan yang terendah sejak April 2020.

Mengutip data Refinitiv, sekitar setengah jam sebelum pasar tutup, dolar AS yang dibuka di level Rp 16.375 sempat diperdagangkan di posisi Rp 16.415, sebelum intervensi Bank Indonesia (BI) berhasil membawa rupiah kembali ke bawah Rp 16.400. Meskipun demikian kinerja rupiah tercatat melemah 1,27% dalam sepekan.

Pelemahan IHSG dan nilai tukar rupiah disebabkan oleh faktor The Fed pada Kamis dini hari waktu Indonesia kembali menahan suku bunga di level 5,25-5,50% yang menjadi kekhawatiran higher for longer. Namun, pemangkasan suku bunga acuan tetap disesuaikan dengan kondisi inflasi AS.

"Kami melihat laporan hari ini (inflasi yang melandai) sebagai kemajuan dan bisa membangun rasa percaya diri. Namun, kepercayaan diri kami belum sampai pada tahap membenarkan keputusan untuk mulai melonggarkan kebijakan pada saat ini," tutur Chairman The Fed Jerome Powell pada saat konferensi pers usai rapat FOMC, dikutip dari CNBC International.

Dalam pernyataan resminya, The Fed menegaskan jika komite tidak akan menurunkan target (suku bunga) sampai kami lebih percaya diri melihat inflasi bergerak ke arah 2% secara berkelanjutan.

Dalam rapat kali ini, The Fed juga merilis dokumen dot plot. Setiap titik dalam dot plot tersebut merupakan pandangan setiap anggota The Fed terhadap suku bunga.

Dalam dokumen terbarunya, median dari proyeksi The Fed mengindikasikan hanya ada sekali pemotongan pada tahun ini sebesar 25 bps, paling lambat pada Desember 2024.

Proyeksi ini jauh lebih rendah dibandingkan pada Maret 2024 di mana The Fed mengindikasikan ada tiga kali pemotongan dengan besaran 75 bps.

Sikap hawkish The Fed ini sebenarnya sudah sesuai dengan perkiraan untuk menahan suku bunga pada pertemuan bulan ini.

Sayangnya, dengan probabilitas pemangkasan suku bunga hanya sekali. Ini bisa memicu tren higher for longer yang dapat menjadi sentimen negatif bagi aset berisiko seperti saham.

S&P 500 dan Nasdaq ditutup pada rekor tertinggi pada penutupan perdagangan Selasa (19/6/2024), didukung oleh lonjakan harga saham Nvidia. Sementara indeks Dow Jones berakhir sedikit lebih tinggi menyusul data penjualan ritel AS yang lebih lemah dari perkiraan.

Dow Jones Industrial Average naik 56,76 poin, atau 0,15%, menjadi 38.834,86. S&P 500 naik 13,80 poin, atau 0,25%, menjadi 5.487,03 dan Nasdaq Composite naik 5,21 poin, atau 0,03%, pada 17.862,23.

Nasdaq mencatat rekor penutupan tertinggi ketujuh berturut-turut, karena kenaikan banyak saham chip mengimbangi kerugian di Alphabet, Amazon, dan Meta.

Nvidia mengambil alih Microsoft menjadi perusahaan paling berharga di dunia, dengan kapitalisasi pasar sebesar US$3,22 triliun atau Rp52.480 triliun (kurs=Rp16.400/dolar AS) pada Selasa (18/6/2024).

Saham-saham chip lainnya juga memperpanjang reli baru-baru ini, mendorong indeks Philadelphia SE Semiconductor ke rekor tertinggi.

Qualcomm, Arm Holdings, dan Micron naik antara 2,1% dan 8,7%, dengan Micron mencapai rekor tertinggi .

"Ini benar-benar kisah AI," kata Ty Draper, penasihat keuangan di Beacon Capital Management di Franklin, Tennessee.

Data terbaru yakni penjualan ritel naik 0,1% di bulan Mei, dibandingkan perkiraan pertumbuhan 0,3% oleh para ekonom yang disurvei oleh Reuters, sementara laporan lain menunjukkan produksi industri dan output manufaktur pada Mei yang sangat kuat.

Menyusul berita tersebut, pasar sedikit meningkatkan pertaruhan terhadap dua kali penurunan suku bunga Federal Reserve tahun ini, menurut laporan FedWatch LSEG, meskipun para bankir sentral AS memperkirakan hanya akan melakukan satu kali pelonggaran suku bunga.

Komentar para pejabat Fed pada Selasa tidak memberikan sesuatu yang menarik. Presiden Fed New York John Williams mengatakan suku bunga akan diturunkan secara bertahap. Sementara Thomas Barkin dari Fed Richmond mengatakan ia memerlukan data ekonomi berbulan-bulan lagi sebelum mendukung penurunan suku bunga.

Beberapa pengamat pasar mencatat tidak ada hal mengejutkan yang muncul. "Itulah mengapa pasar tetap tidak berubah hari ini," kata Jim Awad, direktur pelaksana senior Clearstead Advisors LLC di New York.

Pasar AS akan tutup pada hari Rabu untuk libur bulan Juni.

Harapan untuk penurunan suku bunga berkali-kali pada tahun ini, kegembiraan bagi perusahaan-perusahaan yang terkait dengan AI, dan pendapatan yang kuat dari perusahaan-perusahaan teknologi lainnya telah memperkuat ekuitas dalam beberapa bulan terakhir, dengan kenaikan terkonsentrasi pada beberapa saham yang mempunyai bobot besar.

Pergerakan Indeks Saham ASFoto: Refinitiv
Pergerakan Indeks Saham AS

Sentimen pasar dari global baru akan terserap pada perdagangan Rabu hingga Jumat pekan ini. Saat pasar keuangan RI libur, ada beberapa sentimen dari rilis data ekonomi di China. Adapun berikut beberapa sentimen pasar yang akan menjadi penggerak pasar keuangan dalam negeri pada pekan ini.

Neraca Perdagangan Indonesia

Neraca perdagangan diproyeksi masih berada di zona surplus periode Mei 2024. Namun suara defisit di polling kali ini sudah mulai muncul di tengah dominasi proyeksi surplus.

Sebagai catatan, Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode Mei 2024 pada Rabu (19/6/2024).

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 10 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Mei 2024 akan mencapai US$2,65 miliar.

Surplus tersebut turun dibandingkan April 2024 yang mencapai US$3,56 miliar. Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 49 bulan beruntun sejak Mei 2020.

Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor masih akan tumbuh 1,34% (year on year/yoy) sementara impor turun 9,39% (yoy) pada Mei 2024.

Surplus neraca perdagangan kali ini diperkirakan masih akan terjadi di tengah harga komoditas andalan Indonesia yakni batu bara dan sawit (CPO) yang masih cukup terjaga.

Sepanjang Mei 2024, harga batu bara mengalami penurunan tipis 1,57% dari sekitar US$143/ton menjadi US$140,75/ton. Sedangkan pergerakan harga batu bara di Mei 2024 rata-rata berada di level US$142/ton.

Suku Bunga Bank Indonesia

Pada pekan ini, yakni pada Rabu-Kamis, Bank Indonesia (BI) akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi Juni 2024 dan hasilnya akan diumumkan pada Kamis mendatang. Hasil RDG juga akan memuat keputusan terbaru dari suku bunga acuan.

Diperkirakan, suku bunga acuan BI (BI Rate) akan kembali ditahan di level 6,25%, meski rupiah beberapa hari belakangan juga terpantau merana.

Sebelumnya pada pertemuan edisi Mei 2024, BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 6,25%. BI juga mempertahankan suku bunga deposit facility sebesar 5,5% dan suku bunga lending facility sebesar 7%.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan keputusan mempertahankan BI rate sejalan dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stabilitas untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran.

Data Klaim Pengangguran Amerika Serikat

Dari AS, data klaim pengangguran mingguan yang dapat menjadi acuan kekuatan tenaga kerja AS akan dirilis.

Konsensus pasar dalam Trading Economics memperkirakan angka klaim pengangguran untuk periode pekan yang berakhir 15 Juni 2024 cenderung menurun menjadi 235.000, dari sebelumnya sebanyak 242.000 klaim pada pekan sebelumnya.

Jika data tersebut sesuai dengan prediksi pasar, maka sejatinya data tenaga kerja di AS kembali memanas, karena jumlah klaim yang berkurang.

Komentar Pejabat The Fed untuk Suku Bunga 

Semua pejabat Fed yang berbicara pada hari Selasa menekankan komitmen The Fed untuk mengambil keputusan berdasarkan data ekonomi yang masuk.

"Saya memperkirakan suku bunga akan turun secara bertahap selama beberapa tahun ke depan, mencerminkan fakta bahwa inflasi kembali ke target kami sebesar 2% dan perekonomian bergerak dalam jalur berkelanjutan yang sangat kuat," kata Presiden Fed New York John Williams dalam sebuah pernyataan. wawancara di saluran televisi Fox Business.

Presiden Fed Chicago Austan Goolsbee menyebut data inflasi terbaru "sangat bagus, setelah beberapa bulan menunjukkan angka yang kurang bagus, jadi mudah-mudahan kita akan melihat lebih banyak data seperti itu."

Tahun lalu lonjakan pasokan pekerja dan barang memungkinkan inflasi turun dengan cepat tanpa meningkatkan pengangguran, sebuah kombinasi "ajaib" yang mungkin masih memiliki ruang untuk dijalankan tahun ini, kata Goolsbee. Pejabat Fed lainnya terdengar sedikit lebih skeptis.

"Kami berada dalam posisi yang baik, kami berada dalam posisi yang fleksibel untuk memantau data dan bersabar," kata Presiden Fed Dallas Lorie Logan ada sebuah acara di Austin, Texas. Meskipun data terbaru yang menunjukkan inflasi mereda adalah "berita baik", namun harus ada "data tersebut dalam beberapa bulan lagi agar kita benar-benar percaya pada perkiraan kita bahwa kita sedang menuju ke angka 2%."

Presiden Fed St. Louis Alberto Musalem, dalam pidato pertamanya mengenai kebijakan moneter sejak mengambil kendali di bank regional Fed, mengisyaratkan potensi pergerakan yang lebih panjang ke depan.

"Saya perlu mengamati periode inflasi yang menguntungkan, permintaan yang moderat, dan peningkatan pasokan sebelum menjadi yakin bahwa penurunan kisaran target suku bunga dana federal adalah hal yang tepat. Kondisi ini bisa memakan waktu berbulan-bulan, dan kemungkinan besar akan terjadi dalam beberapa kuartal, "kata Musalem kepada CFA Society St. Louis.

Presiden Fed Boston Susan Collins memperingatkan agar tidak bereaksi berlebihan terhadap berita ekonomi yang "menjanjikan".

"Masih terlalu dini untuk menentukan apakah inflasi akan kembali ke target 2%," kata Collins kepada sebuah kelompok di Lawrence, Massachusetts. "Pendekatan yang tepat terhadap kebijakan moneter terus memerlukan kesabaran, memberikan waktu untuk penilaian yang metodis dan holistik terhadap konstelasi data yang tersedia."

Bagi Presiden Fed Richmond, Thomas Barkin, kuncinya adalah agar tekanan harga tetap mereda baik pada sektor jasa maupun barang.

"Kami jelas berada di sisi yang tidak menguntungkan dari inflasi," kata Barkin, dan menambahkan bahwa Ia menemukan data terbaru yang menunjukkan harga konsumen tidak naik sama sekali dari bulan April hingga Mei "menggembirakan." Namun, katanya, data yang tidak lengkap sejak tahun lalu berarti jalur kebijakan ke depan masih belum jelas.

"Kami akan belajar lebih banyak dalam beberapa bulan ke depan dan saya pikir kami berada pada posisi yang baik dari sudut pandang kebijakan untuk bereaksi," katanya.

Data Ekonomi China

Saat pasar keuangan RI libur, ada beberapa data ekonomi yang telah dirilis di China, yakni data penjualan ritel, data produksi industri, dan data tingkat pengangguran. Selain itu, bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) juga telah merilis kebijakan terbaru dari suku bunga pinjaman kebijakan satu tahun.

Pada Senin kemarin, data penjualan ritel China periode Mei 2024 naik menjadi 3,7% secara tahunan (year-on-year/yoy), dari sebelumnya pada April lalu mencapai 2,3%.

Sedangkan data produksi industri China pada Mei 2024 juga telah dirilis, di mana datanya terpantau menurun menjadi 5,6%, dari sebelumnya sebesar 6,7% pada April lalu.

Sementara itu pada Kamis pekan ini, PBoC juga akan memutuskan kebijakan suku bunga terbarunya.

Diperkirakan, PBoC akan kembali menahan suku bunga acuannya kali ini. Untuk suku bunga acuan tenor satu tahun diperkirakan masih akan bertahan di level 3,45%. Sedangkan suku bunga acuan tenor lima tahun cenderung stabil di 3,95%.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Neraca Dagang, Ekspor, & Impor Jepang periode Mei (06.50 WIB)

  • Neraca Dagang, Ekspor, & Impor Indonesia periode Mei (11.00 WIB)

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  • Cum date dividen: ACES, CRAB, IFII, KBLI, KEEN, OMED, PNGO

  • RUPST: APII, BEER, BNBA, CTRA, DEFI, DWGL, ERAA, GEMA, GTBO, HADE, INKP, LPCK, MCAS, NELY, NFCX, PPRI, RAAM, SING, TGUK, TKIM, TRUK, ULTJ, UNSP, UNTD, WSBP

Berikut untuk indikator ekonomi RI :

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular