
China Obral Stimulus, RI Bisa Ketiban Berkah Triliunan Rupiah

- China guyur lagi stimulus untuk booster ekonomi dengan memangkas rasio cadangan perbankan 25 bps ke 7,4%.
- Pemangkasan rasio cadangan perbankan diperkirakan bakal melepas dana hingga US$ 69 miliar sebagai tambahan likuiditas bank.
- Indonesia bakal ketiban berkah dari stimulus China karena merupakan negara tujuan ekspor terbesar yang bakal bisa mengakselerasi neraca dagang hingga investasi
Jakarta, CNBC Indonesia - Stimulus menjadi upaya China membangkitkan ekonominya yang tengah lesu, ketika ekonomi bisa terakselerasi positif RI bakal menjadi salah satu yang ketiban berkah.
Sebagaimana diketahui ekonomi China memang masih loyo walau sudah inflasi sudah ada perbaikan. Inflasi untuk periode Agustus 2023, Tiongkok mencatatkan pertumbuhan 0,1% secara tahunan atau (year-on-year/yoy), sudah lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya yang deflasi -0,3% yoy.
Namun, nilai tersebut masih belum belum sesuai ekspektasi pasar yang proyeksi bisa tumbuh 0,2% (yoy). Inflasi inti juga tak berubah masih di 0,8% (yoy) dibandingkan bulan lalu.
Beberapa data lain seperti penjualan ritel China per Juli tahun ini juga masih mencatat nilai terendah sejak awal tahun, tumbuh 2,5% (yoy). Walaupun sempat naik signifikan pada April mencapai 18,4% (yoy).
Hari ini, Jumat (15/9/2023) pelaku pasar masih menanti rilis data terbaru penjualan ritel negeri tirai bambu tersebut untuk periode Agustus 2023.
Menarik ditunggu data-nya karena jika sudah meningkat sesuai ekspektasi tumbuh sekitar 3% (yoy) akan menjadi tanda-tanda awal pemulihan ekonomi Tiongkok berdasarkan perbaikan dari daya beli masyarakat-nya.
Oleh karena itu, untuk memberikan akselerasi lebih lanjut pada pemulihan ekonomi, stimulus memang diperlukan sebagai dukungan kebijakan pemerintah untuk menopang kebangkitan ekonomi sang Naga Asia.
Prospek Stimulus China
Sejumlah stimulus sudah diguyur China sebagai booster ekonomi. Mulai dari stimulus untuk meningkatkan permintaan sektor properti yang terkontraksi akibat skandal Evergrande.
Sektor properti menyumbang sekitar 30% dari Produk Domestik Bruto (PDB) China sehingga pemangkasan bunga hingga uang muka pembelian rumah bagi warga Tiongkok diharapkan bisa mendongkrak sektor lain
Terbaru, pada hari ini Jumat (15/9/2023) People's Bank of China (PBoC) atau bank sentral China bakal menggencarkan stimulus lagi melalui pemangkasan jumlah rasio cadangan perbankan atau reserve requirement ratio (RRR) kedua kalinya pada tahun ini.
PBoC diketahui akan menurunkan rasio cadangan perbankan sebesar 25 bps menjadi 7,4%. Langkah ini dilakukan untuk membantu bank-bank bisa menstimulasi ekonomi yang melambat. Stimulus ini akan menambah likuduitas di pasar hingga US$ 69 miliar atau sekitar Rp 1.059 triliun.
"Pemangkasan ini akan membantu mempertahankan likuiditas yang cukup memadai"di sistem perbankan," ungkap PBoC dalam pernyataan resminya. .
Pengurangan rasio cadangan perbankan ini diharapkan bisa membebaskan dana sekitar CNY 450-500 miliar atau sekitar US$55 miliar-US$69 miliar, menurut Duncan Wrigley, kepala ekonom China di Pantheon Macroeconomics yang dikutip dari Bloomberg pada Kamis (14/9/2023).
PBoC pertama kali menurunkan rasio cadangan perbankan sebesar 25 bps pada Maret 2023 untuk sebagian besar bank. Penurunan rasio tersebut diharapkan bisa membebaskan dana tunai jangka panjang yang murah bagi bank bank, yang diharapkan bisa menjadi booster likuiditas untuk meningkatkan penyaluran pinjaman secara lebih ekspansif ke berbagai pelaku bisnis dan konsumen, serta memungkinkan bank untuk beli lebih banyak obligasi.
Sebagai informasi, hingga September 2023 China juga telah mempertahankan suku bunga kredit tenor 1 tahun untuk yang ketiga kali beruntun di level 3,45%. Aksi ini dilakukan untuk mengurangi ongkos pinjaman sehingga minat kredit bank akan lebih meningkat.
Oleh karena itu, pada hari ini bakal tercatat Tiongkok telah memberikan stimulus dengan mempertahankan suku bunga kredit 1 tahun selama tiga bulan beruntun kemudian dua kali pemangkasan rasio cadangan perbankan. Dengan ini, ongkos pinjaman untuk konsumen bisa berkurang disertai bank punya likuiditas lebih untuk menyalurkan kredit, kedua hal ini jadi simbiosis mutualisme atau saling menguntungkan yang diharapkan bisa mendongkrak ekonomi.
Lantas bagaimana pengaruh stimulus China ke Tanah Air?
Tiongkok adalah motor utama penggerak ekonomi Asia, bahkan mendapat julukan Sang Naga Asia. Peran-nya dalam ekonomi tentu cukup besar, bagi Indonesia negeri tirai bambu tersebut merupakan tujuan ekspor dan salah satu investor paling besar.
Dengan perbaikan ekonomi China maka dampak positifnya akan menjalar ke berbagai sektor mulai dari perdagangan, pasar keuangan, hingga investasi sektor riil.
Membahas dari sisi perdagangan, pada periode Januari - Juli 2023 Tiongkok tetap merupakan negara tujuan ekspor terbesar, dengan nilai mencapai US$ 34,85 miliar atau setara 24,82% dari total 13 negara tujuan ekspor non migas Indonesia.
Porsi besar China jadi negara tujuan ekspor RI menjadi satu ketergantungan yang tak bisa dipisahkan. Pasalnya ketika ekonomi Tiongkok lesu ekspor bisa kontraksi yang menyebabkan neraca dagang Indonesia susut, walaupun sejauh ini masih tumbuh surplus.
Oleh karena itu, apabila ekonomi China berangsur pulih maka nilai ekspor diharapkan bisa meningkat lagi yang dampaknya bisa ke surplus neraca dagang tetap dipertahankan.
Ekspor meningkat berarti juga pasokan dolar bertambah. Hal ini juga sejalan dengan kebijakan pemerintah yang lebih ketat akan menahan devisa hasil ekspor (DHE) tetap di dalam negeri selama tiga bulan. Dampaknya, nilai tukar rupiah diharapkan bisa semakin stabil.
Pada hari ini menarik ditunggu rilis neraca dagang untuk periode terbaru Agustus 2023 oleh BPS nanti pukul 09.00 WIB. Surplus neraca perdagangan diperkirakan meningkat pada Agustus 2023 ditopang oleh kenaikan harga batu bara.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Agustus 2023 akan mencapai US$ 1,50 miliar.
Surplus tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan Juli 2023 yang mencapai US$ 1,31 miliar. Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 40 bulan beruntun.
Gelontoran dana dari China juga diperkirakan akan mengalir ke pasar saham serta investasi langsung atau Foreign Direct Investment (FDI). China adalah salah satu investor terbesar di Indonesia. Dengan tambahan likuiditas maka investor dari China memiliki peluang lebih baik untuk menambah investasi di Indonesia.
Investasi China sepanjang semester I-2023 tercatat sebesar US$ 3,8 miliar, hanya kalah dari peringkat pertama Singapura.
Investasi China di Indonesia mulai melesat pada 2017. Pada 2013, total investasi China hanya menembus US$ 297 juta yang menempatkan mereka pada posisi 12 investor terbesar di Indonesia. Pada 2015, China naik ke peringkat ke-9 dengan investasi US$ 628 juta hingga mencapai posisi ketiga pada tahun 2017.
![]() Investor asing terbesar semester I-2023 |
Investasi China di Indonesia hampir selalu berada di bawah US$ 1 miliar sebelum tahun 2019. Sejak 2019, investor Beijing gemar menanamkan modalnya di Indonesia sehingga investasi hampir selalu di atas US$ 1 miliar. Investasi mereka sempat melambat dan berada di bawah US$ 1 miliar pada kuartal II-IV 2022 atau setelah badai pandemi Covid-19 melanda dunia.
Pada 2021, investasi China menembus US$ 3,2 miliar. Jumlah tersebut hanya kalah dari Singapura dan Hong Kong.
![]() Investasi China |
Sebagai catatan, sejumlah kesepakatan investasi antara Indonesia dan China memang banyak ditandatangani. Bila sebelumnya investasi China lebih fokus kepada sektor industri logam dan manufaktur maka sejak 2017, penanaman modal banyak diarahkan ke infrastruktur di bawah program"Belt and Road Initiative",
Di antara proyek infrastruktur yang digarap China adalah Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Jalan Tol Medan-Kualanamu serta Waduk Jatigede di Jawa Barat
CNBC INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)