CNBC Indonesia Research

Lagi-Lagi Ada Kabar Buruk dari China, Sudah Siap?

Revo M, CNBC Indonesia
25 January 2024 12:10
Infografis/ AS mulai Ketar - ketir, Ini ‘Raksasa’ Militer Baru Dunia /Aristya Rahadian
Foto: Infografis/ AS mulai Ketar - ketir, Ini ‘Raksasa’ Militer Baru Dunia/Aristya Rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Terpuruknya ekonomi China khususnya terjadi di bursa saham menjadi kekhawatiran bagi pelaku pasar. Tiongkok pun mempertimbangkan stimulus  untuk kembali menggerakkan perekonomian China.

Sentimen di pasar saham China meningkat menyusul laporan bahwa Beijing sedang mempertimbangkan paket besar untuk mendukung pasar yang sedang melemah, dan aktivitas perdagangan pada hari Rabu (24/1/2024) akan memberikan gambaran apakah paket tersebut akan bersifat sementara atau akan lebih bertahan lama.

Indeks Hang Seng Hong Kong dan Shanghai Composite Index memang menguat pada perdagangan kemarin, Rabu (24/1/2024). Namun, bila dilihat sepanjang tahun ini, kinerjanya jeblok. Indeks Hang Seng melemah 4% sementara Shanghai Composite Index turun 2,8%. Bandingkan dengan indeks Nikkei yang melesat 8,7%.

Shanghai Composite Index tercatat berada di titik terendahnya sejak April 2020 atau hampir empat tahun terakhir pada pekan ini.

Anjloknya sebagian pasar saham China menyebabkan kerugian miliaran dolar Amerika Serikat (AS) pada produk derivatif yang terkait dengan indeks ekuitas negara tersebut, sehingga memaksa terjadinya lingkaran setan dalam penjualan saham dan kontrak berjangka ketika para pelaku pasar mengelola risikonya.

Ekonomi China Terpuruk

Buruknya kinerja pasar saham China tak bisa lepas dari melandainya ekonomi Sang Naga. Pertumbuhan ekonomi China tercatat hanya sebesar 5,2% (year on year/yoy) pada kuartal IV-2023 menurut Biro Statistik Nasional. Secara nominal, Produk Domestik Bruto (PDB) China berada di angka CNY 126 triliun atau sekitar Rp276 ribu triliun.

Angka ini muncul seiring PDB kuartal keempat yang sedikit di bawah ekspektasi. PDB selama tiga bulan terakhir tahun 2023 naik hanya 5,2%.

Angka tersebut di bawah perkiraan jajak pendapat Reuters di level 5,3%. Penjualan ritel hanya tumbuh sebesar 7,4% pada bulan Desember dibandingkan tahun lalu yang meleset dari ekspektasi pertumbuhan sebesar 8%.

Lebih lanjut, tingkat kepercayaan saat ini merupakan yang terendah yang pernah terjadi. Konsumen benar-benar menunggu diskon. Alhasil, deflasi atau penurunan harga barang pun terjadi.

Deflasi yang terus-menerus dapat berdampak buruk secara ekonomi karena mengurangi insentif yang dimiliki dunia usaha untuk memproduksi lebih banyak barang dan jasa. Hal ini pada gilirannya mempunyai dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dan tingkat lapangan kerja.

Sebagai catatan, indeks harga konsumen (CPI) China tercatat berada di zona negatif 0,3% yoy pada Desember 2023 menandai penurunan bulan ketiga berturut-turut yang merupakan penurunan terpanjang sejak bulan Oktober 2009.

Di lain sisi, tingkat pengangguran China pun masih cukup tinggi khususnya di kalangan anak muda.

Pada awal tahun, China melaporkan bahwa tingkat pengangguran di kalangan generasi muda China telah melonjak hingga lebih dari 21% pada bulan Juni, Beijing menghentikan pengungkapan data tersebut. Pada saat itu, pemerintah mengatakan perlu meningkatkan praktik pengumpulan dan pengukuran data.

Angka pengangguran kaum muda muncul kembali dalam laporan pekan lalu dan jauh lebih rendah dibandingkan enam bulan sebelumnya, yaitu sebesar 14,9%.

Setidaknya sebagian dari penurunan ini didorong oleh jenis data yang kini dipilih oleh pemerintah untuk dilacak. Di masa lalu, pelajar yang mencari pekerjaan paruh waktu tetapi tidak dapat menemukannya termasuk dalam pengangguran. Kini, hanya mereka yang tidak bersekolah, atau sudah lulus, yang dihitung sebagai pengangguran.

Dilansir dari CNBC International, Presiden dan Kepala Ekonom di Pinpoint Asset Management, Zhiwei Zhang mengatakan bahwa data makro tahun 2023 menunjukkan perekonomian China sedang melalui transisi ke model pertumbuhan baru.

"Dengan menurunnya investasi di sektor properti, perekonomian lebih bergantung pada sektor manufaktur dan sektor jasa," ujarnya. "Transisi ini akan membutuhkan waktu untuk diselesaikan. Pertanyaan kuncinya di pasar adalah kapan transisi di sektor properti akan selesai," ujar Zhiwei.

Stimulus China Hingga Ribuan Triliun Rupiah

Dalam mengatasi ambruknya bursa saham China, pihak berwenang sedang mempertimbangkan paket penyelamatan yang didukung oleh dana luar negeri untuk mencegah kemerosotan pasar sahamnya.

Caranya yakni dengan memobilisasi sekitar CNY 2 triliun yuan (US$278 miliar atau sekitar Rp4.400 triliun), terutama dari rekening luar negeri milik perusahaan milik negara, sebagai bagian dari dana stabilisasi untuk membeli saham di dalam negeri melalui jalur bursa Hong Kong.

Pihak berwenang China juga berencana dengan dana lokalnya sekitar CNY 300 miliar untuk membeli saham melalui China Securities Finance Corp atau Central Huijin Investment Ltd.

Sebelumnya juga China mempertimbangkan meluncurkan stimulus jumbo melalui penerbitan obligasi spesial "ultra long" senilai satu triliun yuan atau setara Rp2.166 triliun.

Pemerintah China juga berjanji untuk mengurangi jumlah likuiditas yang harus dimiliki bank-banknya sebagai cadangan awal bulan depan dalam upaya untuk meningkatkan perekonomiannya yang sedang kesulitan.

Persyaratan rasio cadangan (RRR) untuk bank akan dipotong sebesar 50 basis poin mulai 5 Februari, yang akan menyediakan CNY 1 triliun modal jangka panjang, kata Pan Gongsheng, gubernur Bank Rakyat Tiongkok, pada konferensi pers di Beijing Rabu.

Berkurangnya RRR dan suku bunga yang akan dipangkas di kemudian hari, akan meningkatkan kapasitas pemberi pinjaman untuk memberikan pinjaman dan memacu pengeluaran dalam perekonomian yang lebih luas.

Tidak sampai di situ, Pan juga mengatakan bahwa bank sentral dan Badan Regulasi Keuangan Nasional telah menyusun kebijakan baru untuk mendukung pinjaman bagi pengembang real estat berkualitas tinggi.

Guyuran stimulus ini adalah langkah ke sekian kalinya yang diambil pemerintahan Presiden Xi Jinping untuk membangunkan kembali ekonomi Sang Naga. Sebelumnya, Xi Jinping juga sudah memberikan sejumlah stimulus, terutama ke sektor properti. Bank sentral China (PBoC) juga mencoba membangkitkan ekonomi China melalui pemangkasan suku bunga pinjaman satu tahun.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation