CNBC Indonesia Research

Ekonomi Sang Naga Sakit-Sakitan, China Siap Habiskan Ribuan Triliun

Revo M, CNBC Indonesia
29 January 2024 17:25
5 'Malapetaka' Fix Hantam China, Mau Ambruk?
Foto: Infografis/ 5 'Malapetaka' Fix Hantam China, Mau Ambruk?/ Ilham Restu

Jakarta, CNBC Indonesia - China sebagai negara dengan perekonomian terbesar di Asia dan nomor dua di dunia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Stimulus pun terus diguyur untuk mendongkrak perekonomian Sang Naga.

China tumbuh sebesar 5,2% (year one year/yoy) pada kuartal IV-2023 menurut Biro Statistik Nasional. Secara nominal, Produk Domestik Bruto (PDB) China berada di angka CNY 126 triliun atau sekitar Rp276 ribu triliun.

Hal ini merupakan perlambatan nyata dari pertumbuhan dua digit dalam beberapa dekade terakhir dan angka tersebut di bawah perkiraan jajak pendapat Reuters di level 5,3%.

Deretan Stimulus China

China sedang mempertimbangkan meluncurkan stimulus jumbo melalui penerbitan obligasi spesial "ultra long" senilai CNY 1 triliun atau setara Rp2.166 triliun.

Pemerintah China juga berjanji untuk mengurangi jumlah likuiditas yang harus dimiliki bank-banknya sebagai cadangan awal bulan depan dalam upaya untuk meningkatkan perekonomiannya yang sedang kesulitan.

Persyaratan rasio cadangan (RRR) untuk bank akan dipotong sebesar 50 basis poin mulai 5 Februari, yang akan menyediakan CNY 1 triliun modal jangka panjang, kata Pan Gongsheng, gubernur bank sentral China (PBoC), pada konferensi pers di Beijing Rabu pekan lalu.

Guyuran stimulus ini adalah langkah ke sekian kalinya yang diambil pemerintahan Presiden Xi Jinping untuk membangunkan kembali ekonomi China. Sebelumnya, Xi Jinping juga sudah memberikan sejumlah stimulus, terutama ke sektor properti. Bank sentral China (PBoC) juga mencoba membangkitkan ekonomi China melalui pemangkasan suku bunga pinjaman satu tahun.

Sebagai informasi, PBoC pada Senin (15/1/2024) kembali mempertahankan suku bunga dasar pinjaman (LPR) satu tahun, yang merupakan fasilitas pinjaman jangka menengah yang digunakan untuk pinjaman korporasi dan rumah tangga, tidak berubah pada rekor terendah sebesar 3,45% selama empat bulan berturut-turut.

Sedangkan suku bunga lima tahun, yang menjadi acuan hipotek sebesar 4,2% selama enam bulan berturut-turut.

Melansir dari Reuters, berdasarkan rencana obligasi khusus negara, penerbitan surat utang spesial ini termasuk langka, setidaknya ini bakal menjadi penjualan keempat dalam 26 tahun terakhir.

Tidak sampai disitu, Perdana Menteri China Li Qiang juga menyerukan langkah-langkah yang lebih kuat untuk meningkatkan stabilitas dan kepercayaan pasar, dilansir dari CNBC International.

Pihak berwenang sedang mempertimbangkan paket penyelamatan yang didukung oleh dana luar negeri untuk mencegah kemerosotan pasar sahamnya.

Caranya yakni dengan memobilisasi sekitar CNY 2 triliun yuan (US$278 miliar atau sekitar Rp4.400 triliun), terutama dari rekening luar negeri milik perusahaan milik negara, sebagai bagian dari dana stabilisasi untuk membeli saham di dalam negeri melalui jalur bursa Hong Kong.

Pihak berwenang China juga berencana dengan dana lokalnya sekitar CNY 300 miliar untuk membeli saham melalui China Securities Finance Corp atau Central Huijin Investment Ltd.

Menanggapi hal tersebut, Philip Yin dari Citi mengatakan bahwa modal sebesar CNY 2 triliun perlu dikerahkan selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan mengingat peraturan saat ini, dan hanya akan berjumlah sebagian kecil dari volume perdagangan saat ini.

Perlunya Stimulus yang Lebih Besar

Para analis mengatakan diperlukan lebih banyak stimulus tahun ini karena pemerintah bertujuan untuk memacu pertumbuhan guna menangkis risiko deflasi dan membatasi pengangguran karena dunia usaha masih khawatir dalam menambah pekerja.

Pada bulan Desember, para pemimpin China pada pertemuan penting untuk memetakan arah perekonomian pada tahun 2024 berjanji untuk mengambil lebih banyak langkah untuk mendukung pemulihan.

Kepala Ekonom Pinpoint Aset Manajemen, Zhiwei Zhang mengatakan kebijakan fiskal China harus lebih fokus pada peningkatan konsumsi, yang akan membantu mengurangi tekanan deflasi.

"China membutuhkan permintaan domestik yang lebih kuat daripada peningkatan kapasitas produksi," ujar Zhiwei.

Sejauh ini, sejumlah langkah kebijakan dan langkah-langkah untuk mendukung pasar saham terbukti hanya memberikan sedikit manfaat, sehingga meningkatkan tekanan pada pihak berwenang untuk mengeluarkan lebih banyak stimulus.

Namun bank sentral menghadapi dilema karena lebih banyak kredit yang mengalir ke sektor manufaktur dibandingkan konsumsi, yang dapat menambah tekanan deflasi dan mengurangi efektivitas alat kebijakan moneternya.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation