
Utang Menggunung AS Bikin Pening Dunia, Ini Daftar Korbannya!

- Fitch Ratings memangkas rating surat utang AS dari AAA menjadi AA+
- Pemangkasan surat utang AS membuat ketidakpastian di pasar keuangan meningkat
- Bursa saham dan mata uang menjadi korban besar dari pemangkasan rating Fitch
Jakarta, CNBC Indonesia - Persoalan utang pemerintah Amerika Serikat (AS) kembali membuat dunia kacau balau. Persoalan tersebut berbuntut panjang pada pemangkasan rating surat AS oleh Fitch Ratings.
Fitch Ratings telah menurunkan surat utang pemerintah Amerika Serikat (AS) dari AAA menjadi AA+. Penurunan oleh Fitch ini belum pernah terjadi sebelumnya. Peringkat AAA adalah tertinggi sementara AA+ adalah lebih rendah di bawah AAA.
Langkah Fitch ini mengikuti Standard & Poor's (S&P) yang juga memangkas rating surat utang AS dari AAA menjadi AA-plus pada Agustus 2011.
Fitch dalam pernyataan resminya menjelaskan pemangkasan disebabkan oleh penurunan kinerja fiskal yang akan terjadi dalam tiga bulan ke depan sebagai dampak menggelembungnya utang.
"Penurunan peringkat AS mencerminkan penurunan fiskal yang diyakini akan terjadi selama tiga tahun ke depan, beban utang pemerintah tinggi dan terus meningkat, dan erosi tata kelola relatif terhadap negara-negara lain yang berperingkat 'AA' dan 'AAA' dalam dua dekade terakhir yang telah tercermin dalam kebuntuan batas utang yang berulang-ulang dan resolusi di saat-saat terakhir," tulis Fitch.
Fitch melihat ada penurunan terus menerus dalam standar pengelolaan pemerintahan AS selama 20 tahun terakhir, termasuk dalam persoalan fiskal dan utang.
Kondisi ini memaksa kedua belah pihak di AS yang saling bersebrangan untuk menahan plafon utang pemerintah hingga Januari 2025.
Fitch juga menggarisbawahi adanya risiko peningkatan defisit anggaran menjadi 6,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2023, dari 3,7% pada tahun 2022.
Kondisi ini mencerminkan pendapatan federal yang melemah secara siklis, inisiatif pengeluaran baru, dan beban bunga yang lebih tinggi.
Fitch pada Mei tahun ini sebenarnya sudah memberikan peringatan kepada AS dengan menurunkan outlook surat utang menjadi "Rating Watch Negative''.
Pemangkasan Fitch Buat Dunia Kalang Kabut
Keputusan Fitch memangkas surat utang AS membuat investor panik. Ketidakpastian global pun meningkat sehingga pasar keuangan global babak belur.
Tidak hanya saham, nilai tukar mayoritas negara juga ambruk.
1. Bursa saham dunia kebakaran
Bursa saham di Asia Pasifik, Eropa, hingga Amerika berakhir di zona merah. Di Asia pasifik, penurunan paling tajam ditorehkan indeks Hong Kong Hang Seng. Indeks anjlok 2,47%.
Indeks Nikkei Jepang juga jeblok 2,30% kemarin sementara indeks KOSPI Korea Selatan jatuh 1,90%.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga tak kebal dari guncangan global. IHSG ditutup melemah 0,46% ke posisi 6.854,51 pada perdagangan Rabu (2/8/2023). Posisi tersebut adalah yang terendah sejak 18 Juli tahun ini atau dalam 10 hari terakhir.
Indeks juga semakin menjauh dari level psikologis 6.900.
Sebanyak 215 saham terapresiasi, 342 saham terdepresiasi, dan 191 saham lainnya stagnan.
Kendati IHSG ambruk, investor asing justru mencatatkan aksi beli bersih (net buy) mencapai Rp 4,86 triliun di seluruh pasar pada perdagangan kemarin.
Bursa utama Eropa juga kebakaran pada perdagangan kemarin. Pelemahan terdalam dicatatkan oleh bursa saham Polandia yang jeblok 1,80% disusul dengan Portugal yang ambruk 1,67% .
Bursa utama London FTSE dan DAX jerman sama-sama jeblok 1,36% sementara bursa saham Prancis CAC jatuh 1,26%. Bursa AS, Wall Street, pun ditutup berjatuhan pada perdagangan Rabu kemarin.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup merosot 0,98% ke posisi 35.282,52, S&P 500 ambles 1,38% ke 4.513,39, dan Nasdaq Composite ambruk 2,17% menjadi 13.973,45.
3. Mata uang utama Asia tumbang, dolar malah perkasa
Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah Fitch Rating memangkas peringkat surat utang AS.
Mata uang utama Asia tumbang karena investor asing memilih menjual melepas instrument mata uang yang dianggap memiliki risiko tinggi di tengah ketidakpastian.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,40% terhadap dolar AS ke level Rp 15.170/US$1. Pelemahan ini melanjutkan tren kemarin yang juga melemah sebesar 0,23% ke Rp 15.110/US$1.
Posisi penutupan hari ini juga menjadi yang terlemah sejak 10 Juli 2023.
Mata uang Garuda tidak melemah sendirian. Namun, pelemahan rupiah termasuk yang paling dalam.
Hingga Rabu malam, mata uang ringgit Malaysia menjadi yang paling ambruk dengan melemah hingga 0,53% disusul dengan won Korea yang melemah 0,45%.
Namun, mata uang yuan China, baht Thailand, dan yen Jepang justru menguat.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Edi Susianto pelemahan mata uang tidak hanya dialami oleh rupiah. Pelemahan juga terjadi pada mata uang lain.
"Untuk hari ini ada hal yang sedikit unik, atau sebut saja kami melihatnya agak abnormal yaitu terkait Fitch yang mendowngrade credit rating AS," tutur Edi, kepada CNBC Indonesia.
Edi menjelaskan downgrade surat utang pemerintah AS justru membuat dolar AS menguat. Hal ini berbeda dengan periode 2011 di mana downgrade rating dari S&P membuat dolar jatuh.
Dia menambahkan pelemahan rupiah juga disebabkan oleh beberapa faktor lain. Di antaranya adalah masih adanya potensi kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) pada September mendatang.
Penyebab lainnya adalah perlambatan ekonomi China serta kebijakan bank sentral Jepang (BoJ) yang melonggarkan kebijakan Yield Curve Control (YCC) hingga ke batas 1,00%, dari sebelumnya 0,50%.
Edi berharap sentimen negatif ke rupiah hanya bersifat temporer. Dia juga menegaskan jika Bank Indonesia akan tetap berada di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
"Mudah-mudahan sentimennya lebih bersifat temporer. Kondisi supply-demand valas di pasar domestik tetap terkendali, BI tetap akan berada di pasar untuk tetap memastikan keseimbangan supply-demand tersebut," tutur Edi.
Sementara itu, indeks dolar justru menguat setelah Fitch memangkas rating utang AS. Kondisi ini berbanding terbalik saar S&P memangkas rating surat utang AS pada 2011.
Indeks dolar AS merosot cukup tajam dari 75,124 menjadi 74,791 saat S&P memangkas rating.
Namun, pemangkasan rating S&P justru membuat indeks dolar menguat menjadi 102,59 pada perdagangan kemarin. Padahal pada Senin pekan ii, indeks dolar masih di angka 101,86.
3. Yield SBN Naik
Pemangkasan surat utang AS membuat imbal hasil atau yield Surat Berharga Negara (SBN) naik.
Melansir data dari Refinitiv, imbal hasil SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara terpantau naik tipis 0,1 basis poin (bp) menjadi 6,268%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknyayieldmenunjukkan harga obligasi yang sedang melemah karena banyak dilepas investor, demikian juga sebaliknya.
Kenaikan imbal hasil hampir terjadi di semua negara, mulai dari Inggris, Jepang, Australia, Jerman, hingga Amerika. Imbal hasil surat utang pemerintah imbal hasil surat utang pemerintah AS tenor 10 tahun emelsat ke 4,047% kemarin, tertinggi sejak 7 Juli 2023.
Investor melepas kepemilikan surat utang, termasuk SBN, karena itulah imbal hasil yang ditawarkan harus lebih menarik atau naik untuk membawa balik investor.
Kendati imbal hasil naik tipis, Direktur Surat Utang Negara (SUN) Kementerian Keuangan Deni Ridwan mengatakan dampak downgrade rating surat utang pemerintah AS ke pasar keuangan Tanah Air akan terbatas.
"Dampak negatif terhadap pasar keuangan domestik diperkirakan akan cukup terbatas mengingat downgrade ini bukan hal baru," tutur Deni.
Utang AS yang membuat pusing dunia
Persoalan utang pemerintah AS yang menjadi sorotan Fitch sebenarnya sudah membuat dunia kalang kabut pada Mei tahun ini.
Tarik ulur antara Presiden AS Joe Biden dan kongres membuat ketidakpastian global meningkat tajam sehingga pasar keuangan goyang pada akhir Mei.
Persoalan ini bermula karena pembengkakan plafon utang pemerintah AS yang mencapai US$ 31,4 triliun. Jumlah tersebut sudah mencapai batas pada Januari 2024 sehingga kenaikan pagu harus segera dicapai. AS akan menghadapi gagal bayar jika plafon utang tak segera disepakati pada 5 Juni 2023.
Persoalan menjadi berlarut-larut karena ada perbedaan pandangan.
Partai Republik yang menguasai kongres meminta agar Biden mengurangi belanja. Namun, Biden memilih untuk memotong defisit dengan menaikkan pajak atas orang kaya.
DPR AS meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tanggung Jawab Fiskal atau Fiscal Responsibility Act, pada akhir Mei 2023.
Di antara kesepakatan yang ada dalam RUU tersebut adalah pemberlakuan batas pinjaman yang ada hingga Januari 2025 atau menangguhkan plafon utang hingga Januari 2025. Artinya, persoalan debt ceiling baru akan dibahas lagi setelah pemilihan presiden AS.
Plafon utang, yang ditetapkan oleh Kongres, mewakili jumlah maksimum yang dapat dipinjam pemerintah federal untuk membayar utangnya.
Plafon utang AS pertama kali diperkenalkan pada 1917. AS kemudian mensahkan aturan mengenaidebt ceilingPublic Debt Acts pada 1939 dan diperbaharui pada 1941.
Setiap kali plafon utang pemerintah AS menyentuh batas tertingginya maka persetujuan Kongres dibutuhkan.
Dalam lebih dari 82 tahun terakhir, plafon utang sudah dinaikkan lebih dari 100 kali. Plafon utang setidaknya dinaikkan 56 kali saat pemerintahan dikendalikan Partai Republik dan 44 kali di bawah pemerintahan Partai Demokrat.
Salah satu drama plafon utang pemerintah AS yang paling sengit terjadi pada masa pemerintahan Presiden Barack Obama pada 2011.
Plafon utang pemerintah AS juga sudah berlipat ganda dari US$ 49 miliar atau sekitar Rp 732, 55 triliun pada masa Presiden Franklin D. Roosevelt pada 1941 menjadi US$ 31,4 triliun pada saat ini.
Plafon utang sebesar US$ 31,4 triliun disahkan pada saat ini disahkan kongres pada Desember 2021.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mae/mae)