
7 Harta Karun Ini Dijegal Mati-Matian Eropa, RI Rugi Rp100 T

- European Union Deforestation Regulation (EUDR) mulai diberlakukan pada medio Mei 2023 lalu. Dan dijadwalkan entry into force pada akhir tahun 2024 nanti.
- Dari aturan baru ini, ada tujuh komoditas yang berpotensi kena jegal dan tidak bisa masuk ke pasar Uni Eropa.
- Indonesia diperkirakan bakal rugi US$ 7 miliar dari aturan baru ini.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemberlakuan European Union Deforestation Regulation (EUDR) akan menjadi game changer bagi perdagangan sawit di Benua Biru. Indonesia diproyeksi akan merugi triliunan jika aturan tersebut sudah ditegakkan.
Sebagaimana diketahui, komisi Uni Eropa (US) pada 6 Desember 2022 lalu menyetujui Undang-Undang (UU) produk bebas deforestasi. Maka ini erat kaitannya dengan Sawit dan produk sawit di Indonesia.
Begitu diadaptasi dan diimplementasikan, UU ini akan menutup rantai pasok yang masuk ke kawasan itu dari produk-produk yang dianggap menyumbang deforestasi dan degradasi lahan.
Lantas bagaimana sejarahnya? Bagaimana bisa undang-undang ini diterapkan oleh Uni Eropa dan tampak begitu kerasnya mereka menyerang Indonesia dengan undang-udang ini untuk 'membunuh' sawit Indonesia?
Indonesia masih merupakan produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) yang mencatatkan Indonesia menempati urutan permana dengan jumlahproduksi mencapai 45,5 juta metrik ton pada 2022.
Posisinya berada di atas Malaysia dan Thailandyang memproduksi masing-masing sebesar 18,8 juta metrik ton dan 3,26 juta metrik ton pada 2022. Tentu saja demikian, sebab luas lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia juga kian meningkat.
Berdasarkan data Gabungan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatatkan total produksi minyak sawit mentah atau disebut Crude Palm Oil di Tanah Air tahun 2022 sebesar 46,73 angka ini turun 0,34% secara (year on year-yoy).
Dengan besarnya produksi sawit ini, hasrat Uni Eropa seperti kian kuat untuk menghalangi ekspor sawit Indonesia.
Mengapa Sawit Erat Kaitannya dengan Deforestasi?
Perlu diketahui bahwa deforestasi merupakan istilah terkenal jika membahas tentang hutan.
Secara sederhana deforestasi juga didefinisikan sebagai perubahan tutupan suatu wilayah dari berhutan menjadi tidak berhutan, dari suatu wilayah yang sebelumnya memiliki bertajuk berupa hutan (vegetasi pohon dengan kerapatan tertentu) menjadi bukan hutan (bukan vegetasi pohon atau bahkan tidak bervegetasi).
Dari artinya, Deforestasi ini merupakan masalah lingkungan global yang mendapat perhatian dunia, karena besarnya dampak negatif lingkungan yang ditimbulkan seperti kehilangan keanekaragaman hayati hingga kontribusinya dalam pemanasan global dan perubahan iklim global.
Sebagai minyak nabati yang paling banyak diproduksi di dunia, pertumbuhan minyak sawit dituding merupakan hasil dari deforestasi.
Indonesia dan negara produsen minyak sawit lainnya juga dituntut untuk bertanggung jawab atas deforestasi yang terjadi di dunia akibat pengembangan perkebunan kelapa sawit.
Tudingan tersebut digunakan oleh negara-negara barat sebagai "senjata" dalam black campaign yang menyudutkan bahkan menyerang minyak sawit Indonesia.
Selain itu, tudingan tersebut juga digunakan sebagai dasar formulasi kebijakan perdagangan di negara importir yang bertujuan untuk mem-phase out atau menghilangkan minyak sawit dari perdagangan dunia.
Dengan black campaign maupun kebijakan perdagangan anti sawit tersebut, negara-negara barat beranggapan akan menurunkan tingkat deforestasi dan melestarikan lingkungan.
Hal yang mendasari tudingan itu karena adanya perbedaan definisi hutan dan deforestasi. Studi Lund (2013) mengungkapkan bahwa terdapat sekitar 1,600 definisi hutan yang berlaku di berbagai negara di dunia.
Perbedaan definisi hutan pada akhirnya berimplikasi pada perbedaan definisi deforestasi yang dianut oleh berbagai negara.
Artinya definisi hutan dan deforestasi yang berlaku di negara-negara Uni Eropa atau Amerika Serikat berbeda dengan definisi hutan yang berlaku di Indonesia. Suatu ekosistem mungkin saja dapat dikatakan sebagai hutan di Eropa, tapi belum tentu ekosistem tersebut digolongkan sebagai hutan di Indonesia.
Demikian juga, deforestasi yang terjadi di Eropa memiliki makna yang sama dengan definisi deforestasi yang berlaku di Indonesia.
![]() Serapan karbon oleh pohon sawit |
Melirik Tujuan Uni Eropa dan Hasrat 'Membunuh' Sawit RI
Tujuan UE jelas, dengan mempromosikan konsumsi produk 'bebas deforestasi' dan mengurangi dampak UE terhadap deforestasi dan degradasi hutan global, peraturan baru tentang produk bebas deforestasi diharapkan dapat menurunkan emisi gas rumah kaca dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Regulasi tersebut merupakan bagian dari rencana aksi yang lebih luas untuk mengatasi deforestasi dan degradasi hutan yang pertama kali diuraikan dalam Komunikasi Komisi 2019 tentang Meningkatkan Aksi UE untuk Melindungi dan Memulihkan Hutan Dunia.
Komitmen ini kemudian dikonfirmasi oleh Kesepakatan Hijau Eropa, Strategi Keanekaragaman Hayati UE untuk tahun 2030 dan Farm to Fork Strategy.
Pada 29 Juni 2023, Peraturan Produk Bebas Deforestasi mulai berlaku. Penggerak utama dari proses ini adalah perluasan lahan pertanian yang terkait dengan produksi komoditas seperti kedelai, daging sapi, kelapa sawit, kayu, coklat, kopi, karet. Aturan itu juga menyinggung produk turunannya seperti kulit, coklat, ban, atau furnitur.
Sebagai ekonomi utama dan konsumen komoditas yang terkait dengan deforestasi dan degradasi hutan, UE ikut bertanggung jawab atas masalah ini dan ingin memimpin jalan untuk menyelesaikannya.
Di bawah Regulasi, setiap operator atau pedagang yang menempatkan komoditas ini di pasar UE, atau mengekspornya, harus dapat membuktikan bahwa produk tersebut tidak berasal dari lahan yang baru saja digunduli atau berkontribusi terhadap degradasi hutan.
Peraturan tentang produk bebas deforestasi mencabut Peraturan Kayu UE. Mulai 29 Juni 2023, operator dan pedagang memiliki waktu 18 bulan untuk menerapkan aturan baru tersebut. Usaha mikro dan kecil akan menikmati masa adaptasi yang lebih lama, serta ketentuan khusus lainnya.
Sehingga, tujuan aturan baru yakni untuk menghindari produk-produk yang terdaftar yang dibeli, digunakan, dan dikonsumsi oleh orang Eropa berkontribusi terhadap deforestasi dan degradasi hutan di UE dan secara global
Kedua, mengurangi emisi karbon yang disebabkan oleh konsumsi UE dan produksi komoditas yang relevan setidaknya 32 juta metrik ton per tahun
Serta, mengatasi semua deforestasi yang didorong oleh ekspansi pertanian untuk menghasilkan komoditas dalam lingkup peraturan, serta degradasi hutan.
UE Adopsi Aturan Baru, Ini Dampak Bagi Indonesia
Seperti diketahui, EUDR mulai diberlakukan pada medio Mei 2023 lalu. Dan dijadwalkan entry into force pada akhir tahun 2024 nanti. Aturan EUDR itu aturan diskriminatif, sehingga Indonesia akan melakukan perlawanan dengan melakukan perundingan.
Melansir dari White and Case, Peraturan Deforestasi UE ini mengamanatkan uji tuntas ekstensif pada rantai nilai untuk semua operator dan pedagang yang berurusan dengan produk tertentu yang berasal dari ternak, kakao, kopi, kelapa sawit, karet, kedelai, dan kayu.
Maka dari itu, sudah jelas bahwa produk yang ditargetkan harus bebas deforestasi!
Aturan baru tersebut juga mensyaratkan ada tujuh komoditas dan produk tertentu tertentu yang dibuat darinya2 agar "bebas deforestasi" agar dapat dijual di pasar UE atau diekspor darinyaCatatan White and Case |
Artinya, tidak ada satupun dari tujuh komoditas ini yang bisa masuk ke pasar UE jika pengertian deforestasi yang diadopsi adalah versi US dan AS bukan deforestasi versi Indonesia. Nyatanya bukan hanya sawit Indonesia, ada enam komoditas lain yang ikut terseret. Berikut rinciannya.
Ketujuh produk ini ditekankan syarat agar produk yang ditargetkan harus bebas deforestasi untuk dapat dijual di pasar UE atau diekspor darinya.
Selain itu, barang yang relevan juga harus tercakup dalam pernyataan uji tuntas dan diproduksi sesuai dengan undang-undang setempat yang berlaku.
Peraturan baru itu tidak berlaku untuk barang yang dibuat sebelum European Union Deforestation Regulation (EUDR) berlaku (kecuali kayu dan produk kayu) atau barang yang diproduksi seluruhnya dari bahan yang telah menyelesaikan siklus hidupnya dan sebaliknya akan dibuang sebagai limbah.
Operator dan pedagang yang ingin memasarkan produk semacam itu di UE (atau mengekspornya dari UE) harus melakukan ketekunan yang ekstensif, hingga ke geolokasi semua bidang tanah tempat komoditas yang relevan diproduksi, serta rentang tanggal atau waktu produksi, atau menghadapi hukuman disuasif.
Sebagai catatan, dalam aturan baru EUDR, "bebas deforestasi" berarti bahwa barang tersebut tidak mengandung, belum diberi makan atau dibuat menggunakan, komoditas relevan yang diproduksi di lahan yang tidak mengalami deforestasi (yaitu konversi hutan untuk penggunaan pertanian, baik untuk manusia (diinduksi atau tidak) sejak 31 Desember 2020.
Produk tertentu yang mengandung atau dibuat dari kayu tidak boleh menggunakan kayu pemicu degradasi hutan, yaitu kayu yang dikumpulkan dengan cara yang menyebabkan perubahan struktural pada tutupan hutan tertentu.
Intinya, UU itu akan mewajibkan setiap produk yang masuk ke Uni Eropa harus melalui uji tuntas yang menyatakan produk itu bebas dari dugaan pemicu deforestasi atau penyalahgunaan lahan hutan.
Ini tentu berpengaruh bagi Indonesia. Maka dari itu, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan implementasi EU Deforestation Regulation (EUDR)berpotensi memicu kerugian sebesar US$ 7 miliar bagi Indonesia. Hal ini diungkapkan usai Rapat Terbatas (Ratas) dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (13/7/2023).
Bila dirupiahkan maka kerugian bisa menembus Rp 104, 97 triliun.
Selain itu negara pengekspor juga akan diklasifikasi terkait deforestasi yang dilakukan, ada high risk - low risk. Sehingga dibutuhkan ongkos untuk proses yang dilakukan.
Nah saat mereka menjadi high risk maka 8% dari barang ini harus diverifikasi, standar risk 6%, dan low risk 4%. dalam berbagai kasus tentu mereka perlu verifikasi dan itu ada ongkosnya, siapa yang menanggung? Karena dibutuhkan verifikasi, maka akan berdampak pada 15 - 17 ribu pekebun Indonesia.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(aum/aum)