
Ternyata Ada Efek Politik, Alasan Uni Eropa Jegal Sawit Cs

Jakarta, CNBC Indonesia - Uni Eropa disinyalir memberlakukan Undang-undang (UU) Antideforestasi yang bisa menjegal minyak sawit, kopi, kakao, karet, kedelai, daging, dan kayu serta produk turunannya, demi melindungi para petani kedelai dan bunga matahari di kawasan itu. Kedua tanaman tersebut adalah juga penghasil minyak nabati seperti kelapa sawit.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, alasan sebenarnya di balik langkah Uni Eropa memberlakukan UU Antideforestasi (European Union Deforestation Regulation/ EUDR) tersebut. Menurutnya, hal itu tak lepas dari aspek politik. Hal itu diungkapkan Airlangga dalam Economic Update CNBC Indonesia, Senin (10/7/2023).
"Petani-petani di Eropa merasa bahwa kelapa sawit itu salah satu substitusi baik itu soya maupun bunga matahari, sehingga tentunya ini menjadi concern para politisi di Eropa karena basisnya sama, stakeholder di wilayah masing-masing basis suara," katanya, dikutip Selasa (11/7/2023).
"Kalau Eropa sepakat bahwa kita dorong smallholder dan inklusif, maka ini harus dibuka. Karena kalau tidak dibuka berarti mereka membasiskan pada korporasi besar yang terintegrasi. Nilai-nilai ini tidak sesuai juga dengan berbagai partai di Eropa, termasuk juga partai-partai hijau, jadi tentu ini menjadi perhatian kita bersama. Bagaimana menjembatani perbedaan menyikapi kelapa sawit ini," lanjut Airlangga.
Pemerintah Indonesia, imbuh dia, memiliki tanggungjawab untuk menjamin belasan juta petani tetap hidup. Di mana, total ada 15 juta petani sawit dan jika ditambah dengan petani kakao dan lainnya mencapai 17 juta petani. Karena itu RI akan melawan kebijakan Uni Eropa tersebut.
Termasuk, bekerja sama dengan Malaysia, yang adalah produsen sawit terbesar kedua dunia.
"Kelapa sawit, saya bersama Prime Minister Datuk Fadilah bin Yusuf Mohammed sudah ke Uni Eropa untuk menyatakan keberatan Indonesia dan Malaysia terhadap EUDR dan kita minta agar guidelines-nya mengikuti best practice yang sudah berlaku. Misalnya di furniture dengan verifikasi sertifikasi SVLK atau di kelapa sawit MSPO, Malaysia Standar, ISPO (INdonesia Standar), atau EUSPO yang diberlakukan," katanya.
"Jadi jangan reinventing the new standard, yang belum pernah diberlakukan selama ini dalam pengembangan industri. Karena ini, ekspor Indonesia bisa terganggu di tahun depan, sebesar 6 miliar Euro," pungkas Airlangga.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sawit RI Dijegal Eropa, Mendag Ancam Balik
