
Eropa Jegal Sawit, Pemerintah RI Siap "Protes" 5 Perkara Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Forum Pejabat Senior Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) Musdhalifah Machmud mengatakan, perwakilan Indonesia, Malaysia, dan Uni Eropa akan melakukan pertemuan pada 2 Februari nanti. Yang akan diikuti oleh anggota Gugus Tugas Ad Hoc (Ad Hoc Joint Task Force) on European Union Deforestation Regulation (EUDR) yang dibentuk pada Agustus 2023 lalu.
Menurut Musdhalifah yang jadi perwakilan Indonesia di task force EUDR, pertemuan itu akan fokus membahas 5 hal utama yang akan diperjuangkan pemerintah terkait kebijakan anti-deforestasi Uni Eropa, EUDR.
Seperti diketahui, Uni Eropa sejak Mei 2023 alu memberlakukan UU baru, yaitu EUDR. Kebijakan ini bakal berlaku efektif per akhir tahun 2024. Di mana produk sawit, daging, kopi, kayu, kakao, karet, kedelai, dan turunannya tak bisa lagi dijual di Uni Eropa jika terbukti diproduksi dengan proses yang memicu deforestasi.
Sontak kebijakan Uni Eropa ini membuat produsen utama sawit dunia, Indonesia dan Malaysia kalang kabut. Hingga kemudian pada 30-31 Mei 2023 lalu, kedua negara melakukan misi bersama ke Brussels dan pada 26-28 Juni 2023 Komisi Uni Eropa melakukan kunjungan lanjutan ke Indonesia dan Malaysia. Hasilnya, Gugus Tugas Ad Hoc (Ad Hoc Joint Task Force) EUDR dibentuk.
"Ada 5 hal penting yang akan kami kami tindaklanjuti dalam task force nanti. Rencananya akan ada pertemuan pada 2 Februari, silahkan jika ada masukan," kata Musdhalifah dalam Refleksi Industri Sawit 2023 dan Tantangan Masa Depan yang digelar Rumah Sawit Indonesia di Jakarta, Rabu (10/1/2024).
Kelima hal pokok itu adalah:
Pertama, inklufivitas smallholder (petani kecil)
Dalam hal ini, pemerintah lewat task force tersebut akan menekankan nasib petani kecil agar tidak terpinggirkan akibat implementasi EUDR.
"Saya rasa dunia juga akan lawan hal itu," ujarnya.
Kedua, sustainability atau keberlanjutan. Musdhalifah mengatakan, lewat task force akan ditindaklanjuti sikap Uni Eropa yang tak mengakui sistem keberlanjutan yang berlaku di Indonesia.
Ketiga, terkait benchmark mengenai kategori berisiko tinggi (high risk) dan berisiko rendah (low risk).
"Ini akan kita bahas masing-masing," ujarnya.
Keempat, traceability atau ketertelusuran. Lewat task force, kata Musdhalifah, pemerintah akan mengkomunikasikan agar ada solusi terkait kebijakan tersebut. Hal itu karena untuk memenuhi uji tuntas EUDR, dibutuhkan jutaan dokumen untuk membuktikan ketertelusuran sawit rakyat.
"Kelima, soal kerahasiaan data. Kita bisa penuhi data untuk traceability, tapi bagaimana jaminan kerahasiaan datanya? Ini akan kita tindaklanjuti di task force nanti," pungkas Musdhalifah.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Terungkap, Ini 'Udang di Balik Batu' Uni Eropa Jegal Sawit RI
