Nasib Sawit RI Terancam, Dijegal Eropa - Hilirisasi Miskin Teknologi

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
01 February 2024 15:50
Bongkar Muat Minyak Crude Palm Oil (CPO) (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Minyak Crude Palm Oil (CPO) (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Bandung, CNBC Indonesia - Hilirisasi sawit di dalam negeri ternyata masih mengalami sederet tantangan. Padahal, hilirisasi sawit sudah dimulai sejak tahun 2011 lalu, ditandai dengan diberlakukannya bea keluar (BK) atas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) dan turunannya. 

Plt. Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga menjabarkan, nilai ekonomi industri olahan minyak sawit berpotensi tumbuh menjadi US$107,02 miliar atau setara Rp1,68 triliun pada 2028. Dari nilai potensi tahun 2023 yang ditaksir mencapai US$62,9 miliar.

"Dari jenis-jenis produk yang bisa dikembangkan ini, dari US$800-US$1.000 per ton (harga CPO/CPKO) bisa menjadi US$3.000-US$4.000 per ton. Jadi ini yang perlu kita kembangkan, arah riset kita itu ke sini menggunakan minyak sawit," kata Sahat dalam Workshop Jurnalis Industri Hilir Sawit di Bandung, Jawa Barat, Kamis (1/2/2024).

Hanya saja, imbuh dia, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan, baik dari sisi riset teknologi pengolahan, skema bisnis, hingga pengembangan pasar ekspor non-tradisional.

Belum lagi, ujarnya, ada European Union Deforestation Regulation (EUDR) atau Undang-undang Antideforestasi Uni Eropa (UE). Aturan yang diterbitkan sejak Mei 2023 lalu itu akan efektif berlaku mulai 30 Desember 2024 nanti.

Di mana, UU itu mewajibkan produk yang akan masuk ke kawasan itu harus bebas dari segala risiko deforestasi dan degradasi lahan, dibuktikan dengan uji tuntas. Produk dimaksud adalah semua sawit, daging, kopi, kayu, kakao, karet, kedelai, dan turunannya.

"Tapi tak hanya EUDR, tapi ada juga hambatan lain yang mengancam hilirisasi sawit di dalam negeri. Yaitu, dari segi teknologi. Ini masih banyak dikuasai oleh negara Barat," kata Sahat.

Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga. (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)Foto: Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga. (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)
Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga. (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)

"Sementara, tak mungkin memindahkan teknologi mereka ke dalam negeri. Mereka itu sangat enggan masuk hilirisasi ke Indonesia. Pertama, (karena) regulasinya tidak konsisten, banyak kekhawatiran, sehingga dengan kedua alasan ini mereka ketakutan

Di sisi lain, Sahat mengatakan, tak perlu mengkhawatirkan langkah UE memberlakukan kebijakan terkait deforestasi itu. Sebab, lanjutnya, ke depan, ekspor minyak sawit dari RI juga bisa diserap oleh pasar-pasar ekspor baru. 

"Paling tidak 1 juta ton bisa kita dapat dari penjualan (ekspor pasar nontradisional), dari Eropa 2,3 juta ton ditinggalkan, 1 juta ton sudah di-absorb ke sini kan kita nggak perlu lagi Eropa," ucapnya.

"Belum lagi, minyak sawit nanti ke depan high nutrition value. Dan itu tidak lagi melalui supermarket, tetapi langsung ke UMKM distribusinya, dengan kuliner, kosmetik, dan lainnya," pungkas Sahat.


(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Eropa Jegal Sawit, Pemerintah RI Siap "Protes" 5 Perkara Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular