CNBC Indonesia Research

Daftar Kasus Keuangan Terbesar RI, Ada yang Rugi Rp 106 T!

Feri Sandria, CNBC Indonesia
13 January 2023 06:05
Suasana sidang lanjutan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (8/7/2020). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Suasana sidang lanjutan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (8/7/2020). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa tahun terakhir, satu per satu skandal di pasar keuangan dan investasi RI muncul ke permukaan. Kasus tersebut meliputi penipuan berkedok investasi hingga mega skandal korupsi. Empat yang paling besar bahkan terjadi dalam lima tahun terakhir.

Tidak main-main, total kerugian negara dari keempat kasus tersebut nilainya menyentuh ratusan triliun rupiah. Kerugian tersebut dirasakan oleh beragam pihak mulai dari negara hingga masyarakat umum.

Berikut adalah empat kasus terbesar yang menyergap pasar keuangan dan investasi Indonesia.

Penipuan Indosurya Rp 106 T

Kasus koperasi simpan pinjam (KSP) Indosurya membuat geger masyarakat karena nilai penggelapannya ditaksir mencapai Rp 106 triliun. Nilai ini menjadikan Indosurya sebagai kasus dengan nilai penggelapan terbesar di Indonesia.

Kasus ini sejatinya sudah menjadi perhatian publik sejak beberapa tahun ke belakang, bermula pada medio 2020. Pada 24 Februari, beberapa nasabah mulai menerima surat dari koperasi Indosurya bahwa uang di deposito atau simpanan tidak bisa dicairkan. Uang itu baru bisa diambil 6 bulan sampai 4 tahun tergantung nominal asset under management (AUM).

Dua minggu berselang, para nasabah mengaku menerima pemberitahuan via aplikasi pesan singkat bahwa penarikan tabungan dapat mulai 9 Maret 2020, namun dibatas maksimal Rp 1 juta per nasabah.

Pada pertengahan Maret nasabah menerima undangan untuk bertemu dengan pihak KSP dan diminta memilih opsi pembayaran yang diinginkan dengan tempo pembayaran antara 3 tahun hingga 10 tahun, tergantung jumlah AUM.

Setelahnya isu KSP Indosurya sempat mendingin sesaat, hingga pertengahan 2021 kembali menyeruak.

Kasus ini bahkan sampai ke parlemen, dengan DPR-RI memanggil Kementerian Koperasi dan terungkap Indosurya telah mengalami gagal bayar dan dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Kasus gagal bayar KSP Indosurya berujung pada penahanan tiga tersangka. Namun, ketiganya bebas dari penahanan pada pertengahan tahun lalu karena masa penahanan 120 hari sudah kadaluarsa. Ketua KSP Indosurya Cipta, Henry Surya dan Head Admin Indosurya, June Indri saat ini masih berstatus tersangka dan kasusnya masih berlanjut.

Kurang dari lima tahun terakhir, kerugian investasi ilegal di Indonesia mencapai Rp 123 triliun. Dengan kerugian terbesar terjadi pada 2022 yang hingga bulan November telah menyentuh Rp 109,67 triliun.

Klaim tersebut disampaikan oleh Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam Tobing dalam Sosialisasi Waspada Investasi dan Pinjol Ilegal yang ditayangkan kanal Youtube IPB TV, dikutip CNBC Indonesia (22/11/2022).

Pada tahun 2018 nilai kerugian berada di angka Rp 1,4 triliun. Berikutnya naik menjadi Rp 4 Triliun pada 2019 dan Rp 5,9 triliun tahun 2020. Kemudian, kerugian karena penipuan tersebut sempat turun menjadi Rp 2,54 triliun pada 2021, sebelum meningkat tajam tahun lalu.

Artinya sepanjang tahun lalu, kerugian dari investasi bodong dan ilegal setara dengan 8 kali kerugian kumulatif empat tahun sebelumnya.

Angka kerugian ini tersebut dalam berbagai modus operandi mulai dari penawaran investasi bodong hingga penipuan serta layanan pinjaman online (pinjol) ilegal.

Sejumlah kasus utama yang tahun lalu menghebohkan publik termasuk kasus investasi bodong robot trading dan penipuan judi berkedok investasi (binary option) seperti yang dilakukan oleh Indra Kenz dan Doni Salmanan.

Indra Kenz divonis 10 tahun penjara oleh PN Tangerang, sedangkan Doni Salmanan divonis bui 4 tahun oleh PN Bandung dan jauh di bawah tuntutan 13 tahun penjara dari JPU. Keduanya mengajukan banding.

Bos Produsen minyak goreng merek Palma, Surya Darmadi, Agustus lalu ditetapkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai tersangka terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang merugikan negara setidaknya Rp 78 triliun.

Nilai kerugian negara yang diumumkan pihak berwenang sempat beberapa kali berubah, mulai dari Rp 78 triliun, lalu naik menjadi Rp 104,1 triliun, dan terakhir disebut Rp 86 triliun.

Surya Darmadi merupakan pemilik dari pemilik PT Darmex Group/PT Duta Palma yang merupakan produsen minyak goreng merek Palma. Surya bersama Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008 Raja Thamsir Rachman terjerat kasus korupsi dalam kegiatan operasi yang dilakukan oleh PT Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu.

Kerugian negara tersebut timbul akibat penyalahgunaan izin lokasi dan izin usaha perkebunan di Kawasan Indragiri Hulu atas lahan seluas 37.095 hektare.

Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara yang menjerat eks Gubernur Riau Annas Maamun dan kawan-kawan yang ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan suap alih fungsi lahan pada September 2014. Pengadilan Negeri Pekanbaru telah memvonis Annas 1 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.

Kala masih berjaya, Surya Darmadi sempat tercatat sebagai orang terkaya ke-28 di Indonesia versi majalah Forbes tahun 2018 dengan kekayaan Rp 20,73 triliun. Dirinya diduga menyuap Annas Maamun dengan uang Rp3 miliar untuk mengubah lokasi perkebunan milik PT Duta Palma menjadi bukan kawasan hutan.

Surya Darmadi yang telah kembali ke Indonesia dari sebelumnya berada di Taiwan saat ini sedang menjalani persidangan terkait kasus korupsi tersebut.

Kasus skandal mega korupsi Asabri-Jiwasraya masih terus bergulir, dengan satu persatu tersangka akhirnya telah divonis oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.

Korupsi tersebut merupakan skandal terbesar yang terjadi di pasar modal RI dan membuat negara sekitar Rp 39,5 Triliun. Dalam keberjalanannya, skandal ini telah menyeret sejumlah nama besar di pasar modal RI yang tidak hanya tenar, tapi juga pernah masuk dalam daftar orang terkaya RI versi Forbes.

Secara spesifik, korupsi Asabri diduga telah merugikan negara hingga Rp 22,7 triliun. Sementara dalam kasus di Jiwasraya kerugian negara ditaksir mencapai Rp 16,8 triliun.

Meskipun merupakan dua kasus yang berbeda, terdapat benang merah dengan temuan pihak berwenang menyebut terdapat sejumlah nama yang sama terseret dalam dua mega skandal tersebut.

Dalam skandal tersebut komplotan penjahat pasar modal RI menempatkan dana ke saham-saham gorengan, dengan harga yang telah dimanipulasi sehingga bernilai tinggi. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa kinerja portofolio investasi terlihat baik. Sejumlah saham perusahaan publik yang masuk dalam pusaran manipulasi ini termasuk Sugih Energy (SUGI), IPO saham Bumi Citra Permai (BCIP) dan Sekawan Intipratama (SIAP).

Kemudian saham-saham yang sejatinya non-likuid tersebut dimanipulasi sedemikian rupa agar terlihat ramai berpindah tangan dengan cara melakukan transaksi semu yakni saham dijual dan dibeli oleh pihak yang sama dengan nominee (nama alias) yang berbeda agar tidak terdeteksi oleh regulator.

Saham-saham gorengan tersebut menjadi aset dasar (underlying) portofolio reksa dana milik pengelola dana pensiun dan asuransi tersebut. Awalnya, nilai investasi Asabri dan Jiwasraya memang meningkat. Namun langsung anjlok karena tidak memiliki fundamental bagus. Pemilik manfaat terakhir (beneficial owner) saham gorengan tersebut menjadi yang diuntungkan dan saat ini sebagian telah divonis dan beberapa masih menjalani persidangan.

Direktur Utama PT Hanson International Tbk (MYRX) Benny Tjokrosaputro telah divonis seumur hidup atas keterlibatannya di kasus Jiwasraya. Sementara dalam kasus Asabril divonis nihil meski oleh JPU dituntut hukuman mati.

Hukuman serupa juga diperoleh Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat yang divonis penjara seumur hidup atas keterlibatannya di kasus Jawasraya dan vonis nihil di kasus Asabri.

Kemudian ada Rennier Latief yang dituntut pidana badan selama 8 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 400 juta dengan subsidiair 5 bulan penjara. Lalu ada juga Edward Soeryadjaya dan Betty Halim yang masih sidangnya masih dalam tahap agenda pemeriksaan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular