CNBC Indonesia Research

Permintaan Nikel Diramal Melambung, Cadangan RI Bakal Habis?

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
15 December 2022 09:25
nikel
Foto: REUTERS/Yusuf Ahmad

Berdasarkan analisis dari International Energy Agency (IEA) pada risetnya dengan judul "Total Nickel Demand by Sector and Scenario 2020-2040" yang diperbaharui pada 24 Januari 2022, bahwa Filipina diprediksikan akan kehabisan bijih nikel pada awal 2030 karena nikel adalah sumber daya alam yang terbatas.

Dampaknya diproyeksikan akan berimbas pada China sebab Filipina merupakan importir terbesar bagi Negeri Tirai Bambu tersebut.

Sementara pada 2030, permintaan akan nikel untuk bahan baku baterai mobil listrik (Electric Vehicle/EV) di Eropa akan bertambah hingga menyamai total permintaan di seluruh dunia pada 2021.

Senada, Germany's Fraunhofer Institute memprediksikan permintaan nikel untuk EV di seluruh dunia akan bertambah hingga 2,4 juta ton pada 2040 dan terus bertambah hingga 6 juta ton pada 2050.

Negara produsen nikel lainnya, tentu saja dapat mengisi kekurangan tersebut. Namun, dapat menghabiskan cadangan mereka sendiri jauh lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya.

Selain itu, adanya target menuju transformasi hijau melalui "net zero emissions" pada 2050 akan mendorong permintaan akan nikel meningkat menjadi lebih dari 6,2 juta ton per tahun pada 2040. Angka tersebut naik hampir 170% dari permintaan pada 2020.

Lalu, bagaimana nasib persediaan nikel Tanah Air?

Melansir data Kementerian ESDM, pada 2021 produksi olahan nikel Indonesia mencapai 2,47 juta ton, naik 2,17% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya 2,41 juta ton.

Tren produksi olahan nikel di Indonesia mengalami pertumbuhan setiap tahunnya. Awalnya produksi olahan nikel hanya sebesar 927.900 ton pada 2018. Angka ini terus naik, salah satunya ditopang oleh produksi feronikel.

Sementara di tahun ini, Kementerian ESDM menargetkan produksi olahan nikel hingga 2,58 juta ton, melalui produksi Feronikel sebesar 1,66 juta ton, nickel pig iron 831.000 ton dan nickel matte 82.900 ton.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan bahwa saat ini sebagian besar konsumsi bijih laterit didominasi oleh bijih tipe saprolite kadar nikel tinggi untuk smelter berteknologi Rotary Kiln Electric furnace (RKEF) untuk memproduksi nikel kelas 2 seperti feronikel (FeNi) dan Nickel Pig Iron (NPI).

Jumlah cadangan bijih tipe saprolite dengan kandungan nikel lebih besar dari 1,7% dan nikel lebih besar dari 1,5% sebesar 1,76 miliar ton dan 2,75 miliar ton biji basah.

Menurut Ridwan, cadangan bijih dengan kandungan nikel lebih besar dari 1,7% akan habis pada 2031, apabila tidak ada penambahan cadangan dan konsumsi biji mencapai tingkatan di mana semua smelter yang direncanakan telah terbangun dan seluruhnya beroperasi dengan kapasitas produksi 210 juta ton bijih basah per tahun.

Sedangkan, jika digunakan bijih dengan kandungan nikel lebih besar dari 1,5%, maka cadangan bijih saprolite akan habis pada 2036.

"Konsumsi bijih laterit tipe limonite kadar nikel rendah di Indonesia untuk pabrik HPAL yang memproduksi nikel kelas 1 masih relatif rendah. Jumlah cadangan bijih tipe saprolit dengan kandungan nikel lebih kecil dari 1,7% dan Ni lebih kecil dari 1,5% masing-masing sebesar 2,80 miliar ton dan 1,81 miliar ton biji basah," tuturnya pada konferensi pers Kamis (12/5/2022).

Ridwan menambahkan bahwa cadangan biji untuk kandungan nikel lebih rendah dari 1,5% masih dapat bertahan hingga 2025 jika semua pabrik HPAL yang direncanakan telah terbangun dan seluruhnya beroperasi dengan kapasitas produksi 58 juta ton biji basah per tahun.

Maka dari itu, meski Indonesia dapat meraih untung yang sangat luar biasa dari produksi dan ekspor olahan nikel, tapi para pelaku industri dan pemerintah harus tetap memperhatikan persediaan nikel dalam negeri.

Guna memastikan persediaan mencukupi di tengah permintaan yang meningkat, sehingga harga nikel dunia tidak melambung terlalu tinggi dan mengganggu perwujudan target net zero emission dan transformasi energi hijau yang lebih ramah lingkungan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aaf/aaf)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular