
Bermodal Suara Palsu, Seorang Wanita Tipu Investor Rp 126 T

Jakarta, CNBC Indonesia - Menjadi seorang yang sukses di usia muda merupakan impian bagi banyak orang, tak terkecuali Elizabeth Holmes. Wanita yang dropped out dari kampus ivy league Stanford University tersebut sempat merasakan bagaimana menjadi sorotan banyak media bisnis terkemuka seperti Forbes, CNBC dan berbagai media lain sebelum akhirnya skandal penipuannya terkuak.
Elizabeth Holmes adalah seorang wanita pendiri perusahaan bioteknologi bernama Theranos. Di usianya yang saat itu masih sangat muda yaitu 19 tahun, Elizabeth mencoba merealisasikan impiannya untuk menjadi sosok sukses yang merevolusi dunia kesehatan.
Lahirnya Theranos tak lepas dari ambisi Elizabeth Holmes untuk membuat suatu mesin atau alat deteksi berbagai penyakit hanya dalam waktu singkat dengan menggunakan sampel darah yang minim.
Awalnya ide tersebut banyak mendapatkan skeptisme dari berbagai pihak, terutama mereka yang bergerak di industri medis.
Banyak yang meragukan kapabilitas Elizabeth Holmes karena Ia tak pernah mengenyam pendidikan kedokteran. Asal tahu saja Elizabeth Holmes hanya menempuh pendidikan Teknik Kimia, itu pun tidak tamat.
Namun karena ambisinya yang sangat besar serta wibawanya, banyak investor yang akhirnya percaya pada gagasan Elizabeth Holmes yang sangat tidak realistis tersebut. Beberapa nama tenar seperti keluarga paling kaya di AS yaitu Waltons Family sebagai pemilik Walmart pun turut menjadi investor Theranos.
Bersama sang kekasih, pria berdarah Pakistan bernama Sunny, Elizabeth Holmes terus mengejar ambisinya. Meskipun hal tersebut dilakukan dengan cara yang melanggar aturan yaitu dengan penipuan.
Theranos sendiri menjanjikan sebuah mesin pendeteksi penyakit multi-fungsi yang diberi nama Edison. Mesin tersebut diklaim dapat mendeteksi hingga 250 penyakit hanya menggunakan satu tetes sample darah yang diambil dari pasien.
Dalam konteks ilmu teknik (engineering) merancang mesin multi-fungsi yang bisa mendeteksi ratusan penyakit dalam satu alat tentu sangatlah sulit. Menurut berbagai sumber, hal ini karena sangat tidak mungkin menyatukan komponen deteksi penyakit yang menggunakan prinsip fisika dan kimia dalam alat yang compact tanpa mempengaruhi hasil dan akurasinya.
Sejak awal sebenarnya Elizabeth Holmes telah gagal dalam mewujudkan impiannya yang Ia jual ke investor dan publik, yaitu Edison sebagai mesin pendeteksi segala penyakit. Namun Ia mengelabui banyak pihak dengan cara melakukan tes diagnostik menggunakan mesin deteksi lain yang dibuat oleh perusahaan lain.
Hal tersebut dilakukan guna memuluskan ambisi Elizabeth Holmes untuk menjadi sukses, tenar dan kaya raya seperti impiannya saat berusia 9 tahun. Sebagai gadis yang sangat muda Elizabeth Holmes disebut sudah bermimpi menjadi seorang penemu hal yang dianggap tak mungkin oleh orang banyak.
Dalam memimpin perusahaan, Elizabeth Holmes juga seorang yang bertangan besi. Dia tak segan untuk memecat karyawannya yang membocorkan tindak tanduk penipuannya tersebut. Bahkan dalam satu kasus Ia sampai memecat Direktur Keuangan-nya karena menentang ambisi-nya dalam menipu dana investor yang ingin masuk mendanai proyek Theranos.
Setelah memecat Direktur Keuangan, Elizabeth Holmes membiarkan posisi tersebut lowong selama 10 tahun. Mengerikannya lagi, saat pitching ke investor untuk mendapatkan pendanaan, Ia dan Sunny rela memanipulasi proyeksi keuangannya.
Di puncak keuangannya, Elizabeth Holmes sampai mendapat gelar dari media bisnis terkemuka Forbes yang menjulukinya sebagai 'The Youngest Self Made Billionaire'. Obsesinya untuk menjadi seperti Bill Gates, Steve Jobs hingga Mark Zuckerberg dilakukan dengan cara yang tidak bisa dibenarkan, yaitu menipu.
Elizabeth juga tidak segan meniru cara berpakaian mendiang pendiri Apple, Steve Jobs yakni baju Turtleneck berwarna hita,.
Bahkan saat itu Joe Biden yang saat ini menjadi presiden AS, sempat melakukan kunjungan, Elizabeth Holmes sampai rela menyulap suatu ruangan menjadi sebuah lab yang sangat futuristik hingga mendapat pujian dari Joe Biden.
Namun ketenarannya harus berakhir, ketika Richard Fuisz seorang dokter yang juga tetangganya sendiri beserta berbagai karyawannya yang Ia pecat mulai mengungkap kebusukannya dengan menggaet jurnalis dari Wall Street Journal.
Satu per satu tipu muslihat Elizabeth Holmes pun terkuak lewat berbagai pemberitaan media tersebut. Dari berbagai artikel yang diterbitkan mengacu pada wawancara dan investigasi sang jurnalis, regulator pun sampai datang.
Bahkan regulator medis di AS sampau turun tangan dan melakukan pengecekan terhadap mesin diagnostik bernama Edison yang diklaim sebagai terobosan di dunia medis abad ini. Hasilnya seperti dugaan, Edison hanya mampu mendiagnosis 12 penyakit saja dari 250 yang diklaim. Itu pun hasilnya tidak akurat.
Akhirnya kebohongan yang disembunyikan lebih dari satu dekade tersebut terkuak dan Theranos harus kolaps pada 2018 dengan valuasi perusahaan yang tidak kecil yaitu US$ 9 miliar. Kalau dikonversi ke nilai tukar rupiah saat itu di kisaran Rp 14.000/US$, maka nilainya setara dengan Rp 126 triliun.
Akibat dari perbuatannya tersebut, Elizabeth Holmes harus mengganti rugi kepada investor maupun pasien yang sampel darahnya sempat diambil dan mendapatkan tuntutan 20 tahun penjara.
Disebut-sebut, salah satu cara Elizabeth Holmes menipu investornya dan mengintimidasi karyawannya adalah dengan menggunakan suara 'palsu'. Banyak media menulis Holmes sengaja menurunkan tone suaranya sehingga terkesan seperti bernada bariton agar memberikan kesan berwibawa.
Terlepas dari perdebatan seputar apakah suaranya selama ini asli atau palsu, tetap saja sang wanita ambisius tersebut harus menanggung segala perbuatan tercelanya karena telah menipu banyak pihak. Bukan hanya investor yang ditipu, tetapi pejabat tinggi, pasien dan publik secara luas.
(trp)