Newsletter

Tekanan Makin Bertubi-tubi, Sanggupkah IHSG Rebound?

mae, CNBC Indonesia
07 December 2022 06:00
IHSG
Foto: Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/11/2022). IHSG ditutup menguat 0,33 persen atau 23,53 poin ke 7.054,12 pada akhir perdagangan, sebanyak 249 saham menguat, 255 saham melemah, dan 199 saham stagnan. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja pasar keuangan Indonesia belum juga membaik. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah terus melemah sementara Surat Berharga Negara (SBN) masih dijauhi investor.

Pada penutupan perdagangan kemarin, Selasa (6/12/2022), IHSG ditutup melemah 94,76 poin atau 1,36% ke posisi 6.892,57. Ini adalah kali pertama IHSG ditutup di bawah level 6.900 sejak 19 Oktober 2022.

Pelemahan kemarin juga memperpanjang tren negatif IHSG. Bursa Tanah Air tersebut sudah melemah dalam empat hari perdagangan terakhir dengan total pelemahan mencapai 2,66%.

Sebanyak 122 saham menguat, 461 saham melemah sementara 123 bergerak stagnan. Nilai perdagangan yang tercatat kemarin mencapai Rp 15,4 triliun dan melibatkan 32,2 miliar saham. Investor asing mencatatkan net sell sebesar Rp 1,34 triliun di semua pasar.

Ambruknya saham teknologi masih menjadi faktor utama dari keterpurukan IHSG. Saham sektor teknologi ambles 1,54% sehari dan 9,74% sepekan.

Saham-saham yang ikut menyeret IHSg ke bawah di antaranya adalah PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO). Saham TLKM nyaris menyentuh batasauto rejectbawah (ARB). Sedangkan saham GOTO sudah menyentuh ARB sejak pembukaan perdagangan.

Saham TLKM memberatkan IHSG hingga mencapai 29.688 indeks poin. Sedangkan saham GOTO juga memberatkan indeks hingga 15.750 indeks poin. Dengan sumbangan indeks yang besar maka penurunan kedua saham sangat berpengaruh kepada pergerakan IHSG.

Saham TLKM ambles 6,25% sementara GOTO anjlok 6,50%. Dari sektor finansial, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) ikut menyeret ke bawah dengan pelemahan 1,14%.

Selain karena koreksi besar saham-saham berkapitalisasi pasar, IHSG juga terkoreksi karena dampak global. Investor kembali khawatir jika bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) bakal kembali agresif setelah data PMI sektor jasa masih kencang.

Survei Supply Management (ISM) menunjukkan bahwa PMI sektor jasa melompat ke 56,5 pada November 2022. Nilai tersebut jauh di atas ekspektasi pasar yang hanya memperkirakan 53,3 ataupun 54,4 yang tercatat pada Oktober 2022.

Pergerakan IHSG sejalan dengan mayoritas bursa Asia-Pasifik yang ditutup di zona merah.

Indeks Hang Seng Hong Kong ditutup melemah 0,4% ke posisi 19.441,18, Straits Times Singapura terkoreksi 0,46% ke 3.252,37, ASX 200 Australia terpangkas 0,47% ke 7.291,3, KOSPI Korea Selatan merosot 1,08% ke 2.393,16, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir ambles 1,36% menjadi 6.892,57.

Sementara itu, nilai tukar rupiah masih terpuruk di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Pada perdagangan kemarin, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 15.615/US$, melemah 0,96% di pasar spot.

Pelemahan tersebut memperpanjang tren negatif rupiah yang sudah melemah dalam dua hari terakhir. Mata uang Garuda sebenarnya tampil impresif dari awal hingga pertengahan tahun. Namun, rupiah ambruk sejak akhir September dengan menyentuh level psikologis Rp 15.000 per US$1.


Guna memperkuat nilai tukar, Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta Bank Indonesia (BI) segera membuat kebijakan yang dapat menahan dolar hasil ekspor di dalam negeri. Setiap devisa hasil ekspor (DHE) dalam bentuk dolar harus ditahan di dalam negeri untuk beberapa waktu sehingga pasokan dolar meningkat.

Pasar SBN juga belum membaik. Investor masih menjual SBN sehingga harganya melandai dan yield meningkat. 
Melansir data dari Refinitiv, SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) menjadi yang paling besar kenaikan yield-nya hari ini, yakni melesat 8,7 bp ke posisi 6,989%.


Beralih ke bursa Paman Sam, tiga bursa utama mereka kembali mengakhiri perdagangan di zona merah. Indeks S&P bahkan sudah mengakhiri empat perdagangan di zona merah. Bursa melemah setelah kekhawatiran resesi meningkat serta proyeksi masih lamanya kebijakan moneter ketat The Fed.

Indeks Dow Jones ditutup melemah 350,76 poin atau 1,03% ke 33.596,34. Indeks Nasdaq anjlok 2% atau 225,05 poin ke 11.014,89 sementara indeks S&P 500 melandai 57,58 poin atau 1,44% ke 3.941,26.

Sektor teknologi menjadi sektor dengan kinerja yang mengecewakan kemarin. Investor khawatir kinerja perusahaan berbasis teknologi akan berat di tengah perekonomian global yang menantang.

Saham META ambruk 6,8% sementara saham Google melandai 2,51%. Saham Amazon anjlok 3,03% dan saham Apple ambles 2,5%.

Wall Street juga ambruk setelah sejumlah CEO dari institusi multinational menyampaikan sejumlah kekhawatiran mengenai ancaman resesi. Survei The Economist juga menunjukkan jika 56% warga AS percaya jika Negara Paman Sam sudah berada di fase resesi.

CEO Goldman Sachs David Solomon mengingatkan perekonomian global akan menghadapi ketidakpastian serta periode yang bergejolak pada tahun depan. Dia menjelaskan kebijakan moneter ketat serta perkembangan ekonomi yang berganti begitu cepat membuat ekonomi global melambat.

"Saya pikir kita harus mengasumsikan jika kita akan menghadapi periode yang bergejolak. Kondisi perekonomian yang semakin berat," tutur Solomon, dikutip dari The Guardian.

Goldman memperkirakan jika ekonomi global akan melambat ke 1,9% pada 2023. Proyeksi ini jauh di bawah proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) yakni 2,7%.

Solomon menjelaskan ada kemungkinan bank sentral AS melonggarkan kebijakan moneter ketatnya untuk menghindari hard landing ekonomi. Dia juga mengingatkan jika ancaman resesi masih akan sangat kuat.
"Itu masih belum jelas tapi saya perkirakan kemungkinan soft landing. Namun, ancaman resesi jelas masih ada pada 2023. Karena itu, kita harus hari-hati dan menyiapkan diri untuk itu," imbuhnya.

CEO JPMorgan, General Motors, Walmart, United dan Union Pacific juga menyampaikan kekhawatiran serupa, Perekonomian global diproyeksi akan melambat sehingga semuanya diminta menyiapkan diri. 
CEO JP Morgan Jamie Dimon mengatakan lonjakan inflasi akan membuat daya beli melandai.

"Jika Anda melihat ke depan, banyak hal yang akan membuat ekonomi tergelincir dan menyebabkan resesi ringan. Namun, kita tidak tahu. Barangkali yang akan kita hadapi adalah badai," tutur Dimon, saat berbicara dalam program Squawk Box CNBC International.

Di forum yang sama, CEO General Motors Mary Barra mengatakan resesi mungkin belum terlihat tetapi jelas akan ada perlambatan ekonomi.

CEO Walmart Doug McMillon memperkirakan resesi kemungkinan akan terjadi karena The Fed akan tetap memerangi inflasi. Dia juga mengatakan lonjakan inflasi sudah mulai menekan penjualan item tertentu seperti barang elektronik dan mainan.

CEO United Airlines Scott Kirby memperkirakan resesi ringan kemungkinan akan terjadi karena kebijakan ketat The Fed. Sementara itu, CEO Union Pacific Railroads Lance Fritz mengatakan konsumsi masyarakat sudah jauh menurun dan ekonomi akan terus melambat.

"Kebijakan The Fed membuat kita dihadapkan pada sejumlah tantangan berat mulai dari perlambatan ekonomi hingga konsumsi. Ini jelas tidak bagus," tutur Fritz.

Investor perlu mencermati sejumlah sentimen yang diproyeksi akan menggerakkan pasar keuangan hari ini. Di antaranya adalah ambruknya bursa Wall Street, ramalan resesi pada tahun depan, perkembangan di China, serta pergerakan saham teknologi.

Sejumlah data ekonomi yang keluar hari ini juga dipekirakan akan menjadi sentimen penggerak pasar keuangan, termasuk pengumuman cadangan devisa dan neraca perdagangan China.

Sentimen utama yang diperkirakan menggerakkan pasar hari ini adalah ambruknya bursa Wall Street. Pergerakan bursa Wall Street yang lesu dikhawatirkan akan merambah ke pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia.
Wall Street mengakhiri perdagangan di zona merah setelah isu resesi kembali kencang. Kekhawatiran serupa diperkirakan akan menjalar ke bursa global.


Amblesnya kinerja saham emiten berbasis teknologi seperti Apple, Meta, Amazon, hingga Apple dikhawatirkan akan membuat saham emiten teknologi dalam negeri semakin jatuh.

Seperti diketahui, saham emiten teknologi menjadi penyebab utama dari anjloknya kinerja IHSG pekan ini. Saham sektor teknologi Tanah Air ambles 1,54% sehari kemarin dan jatuh 9,74% sepekan.

Kekhawatiran resesi juga bisa menyeret IHSG jatuh lebih dalam pada hari ini. Sejumlah lembaga multinational kembali mengingatkan jika resesi di AS dan global semakin dekat.

CEO Goldman Sachs Jamie Dimon mengatakan perekonomian global bisa jadi tidak hanya menghadapi resesi ringan tetapi badai. Sementara itu, CEO United Airlines Scott Kirby memperkirakan resesi ringan kemungkinan akan terjadi karena kebijakan ketat The Fed.

Ekonom Bank of America (BofA) bahkan memprediksi jika ekonomi AS akan memasuki resesi pada kuartal I-2023. Secara teknikal, AS sudah berada di jurang resesi setelah ekonomi mereka terkontraksi pada kuartal I dan II-2022.

Dari dalam negeri, kekhawatiran juga sudah disampaikan pemerintah. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah mulai mengkhawatirkan kondisi manufaktur dalam negeri yang menunjukkan tanda-tanda pelemahan.

Airlangga mengatakan Purchasing Managers' Index (PMI) Indonesia dan sebagian besar negara lain terus melandai. Kondisi ini bisa berdampak kepada pertumbuhan.
Seperti diketahui, PMI Indonesia tercatat
 di level 50,3 pada November 2022, turun dibandingkan pada Oktober yakni 51,8. Sementara itu, PMI Myanmar berada di level 44,6 dan Malaysia 47,9, serta Vietnam 47,4.

"Ini jadi catatan para gubernur, bupati, untuk membantu antisipasi penurunan di 11 sektor terutama di kategori padat karya," tutur Airlangga, dalam konferensi pers, kemarin.

Perkembangan di China juga diperkirakan masih menjadi sentimen penggerak pasar hari ini. Beijing telah melonggarkan beberapa pembatasan Covid dengan harapan China dapat kembali normal setelah mengalami tiga tahun pandemi.

Masyarakat di Beijing, China, kini tak lagi harus menunjukkan tes negatif Covid saat memasuki supermarket, kantor, dan bandara. Ini menjadi aturan baru dari serangkaian langkah pelonggaran nasional pasca protes besar-besaran sejak bulan lalu.

"China dapat mengumumkan 10 langkah pelonggaran nasional baru pada Rabu," kata dua sumber yang mengetahui masalah tersebut kepada Reuters, dilansir Selasa (6/12/2022).

Prospek pelonggaran aturan lebih lanjut telah memicu optimisme di kalangan investor bahwa ekonomi terbesar kedua dunia itu akan mengumpulkan kembali kekuatannya, dan membantu mendorong pertumbuhan global.

Namun, Nomura Group mengingatkan jika dampak pelonggaran mungkin tidak akan signifikan dalam jangka pendek. Menurut mereka, dampak lockdown sudah semakin mengecil.

Hitungan Nomura menunjukkan pembatasan Covid ke ekonomi China kini hanya berdampak 19,3% kepada total Produk Domestik Bruto. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan pada pekan lalu yakni 25,1%.

Nomura juga mengingatkan pelonggaran kebijakan secara besar-besaran justru akan menimbulkan masalah karena China tidak siap jika terjadi lonjakan kasus.

Hari ini, China akan mengumumkan data neraca perdagangan untuk November. Jika ekspor impor China masih melandai pada bulan lalu maka sinyal perlambatan ekonomi Negara Tirai Bambu akan semakin jelas.
Perlambatan impor China akan berdampak besar kepada sejumlah negara seperti Indonesia yang menggantungkan 22% ekspornya ke Negara Tirai Bambu.

Sebagai catatan, ekspor China ke seluruh dunia pada Oktober melandai 0,3% (year on year(yoy)) dan ambruk 7,5% (month to month/mtm).  Kondisi ini berbanding terbalik dengan kenaikan 5,7% (yoy) pada September.
Sementara itu, total impor barang China pada Oktober melandai 0,7% (yoy) dan ambruk 10,4% (mtm).

Sementara itu, Bank Indonesia  akan mengumumkan data cadangan devisa (cadev) per akhir November 2022. Operasi moneter untuk menjaga rupiah telah menguras cadev BI pada tahun ini.

Sepanjang tahun ini, cadev sudah terkuras US$ 14,7 miliar atau Rp 231,4 triliun. Cadev terus menurun dari US$ 144,9 miliar pada akhir Desember 2021 menjadi US$ 130,2 miliar pada akhir Oktober 2022.

Menarik ditunggu apakah cadev akan meningkat per akhir November atau terus tertekan.

Di tengah banyaknya sentimen negatif, lonjakan harga batu bara yang terjadi dalam tiga hari terakhir diharapkan bisa menopang pergerakan IHSG.

Harga batu bara menembus level psikologis US$ 400 untuk pertama kalinya sejak 12 Oktober 2022. Harga batu bara juga sudah meroket dalam tiga hari beruntun dengan penguatan mencapai 6,4%
CEO PT Yugen Bertumbuh Sekuritas, William Surya Wijaya memperkirakan tekanan terhadap IHSG akan berlanjut pada pekan ini. Namun, ada peluang teknikal rebound. IHSG diproyeksi bergerak di kisaran 6836-7123.

"Pekan ini para investor asing masih mencatatkan capital outflow. Namun,  kondisi perekonomian Indonesia masih berada dalam kondisi stabil maka peluang teknikal rebound masih terbuka lebar, hari ini IHSG berpotensi terkoreksi terbatas," tutur William dalam analisisnya.

Berikut sejumlah agenda ekonomi yang digelar hari ini dan rilis data ekonomi yang akan keluar hari ini:
Agenda ekonomi

Lembaga Penjamin Simpanan akan menggelar konferensi pers mengenai Tingkat Bunga Penjaminan (Pukul 09: 30 WIB)

China akan mengumumkan data neraca perdagangan November 2022 (pukul 10:00 WIB) 

Bank Indonesia akan mengumumkan posisi cadangan devisa per akhir November 2022 (pukul 11:00 WIB

Siaran Pers Statistik Cadangan Devisa November 2022

 Agenda korporasi:

Tanggal distribusi HMETD PT Bank Amar Indonesia Tbk (AMAR)

Tanggal ex Dividen Tunai Interim PT Jasa Armada Indonesia Tbk (IPCM)

Tanggal ex Dividen Tunai Interim PT Prima Globalindo Logistik Tbk (PPGL)

Tanggal ex Dividen Tunai Interim PT Sigma Energy Compressindo Tbk (SICO)

Tanggal cum Dividen Tunai Interim GOLDEN EAGLE ENERGY Tbk (SMMT)

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (BJTM) Pukul 09:00 WIB

RUPS PT MAP Boga Adiperkasa Tbk (MAPB) pukul 10:30 WIB

 Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q III-2022 YoY)

5,72%

Inflasi (November 2022 YoY)

5,42%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (November 2022)

5,25%

Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2022)

(3,92% PDB)

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q III-2022)

1,3% PDB

Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (Q II-2022)

(US$ 1,3 miliar)

Cadangan Devisa (Oktober 2022)

US$ 130,2 miliar

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular