
Tekanan Makin Bertubi-tubi, Sanggupkah IHSG Rebound?

Investor perlu mencermati sejumlah sentimen yang diproyeksi akan menggerakkan pasar keuangan hari ini. Di antaranya adalah ambruknya bursa Wall Street, ramalan resesi pada tahun depan, perkembangan di China, serta pergerakan saham teknologi.
Sejumlah data ekonomi yang keluar hari ini juga dipekirakan akan menjadi sentimen penggerak pasar keuangan, termasuk pengumuman cadangan devisa dan neraca perdagangan China.
Sentimen utama yang diperkirakan menggerakkan pasar hari ini adalah ambruknya bursa Wall Street. Pergerakan bursa Wall Street yang lesu dikhawatirkan akan merambah ke pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia.
Wall Street mengakhiri perdagangan di zona merah setelah isu resesi kembali kencang. Kekhawatiran serupa diperkirakan akan menjalar ke bursa global.
Amblesnya kinerja saham emiten berbasis teknologi seperti Apple, Meta, Amazon, hingga Apple dikhawatirkan akan membuat saham emiten teknologi dalam negeri semakin jatuh.
Seperti diketahui, saham emiten teknologi menjadi penyebab utama dari anjloknya kinerja IHSG pekan ini. Saham sektor teknologi Tanah Air ambles 1,54% sehari kemarin dan jatuh 9,74% sepekan.
Kekhawatiran resesi juga bisa menyeret IHSG jatuh lebih dalam pada hari ini. Sejumlah lembaga multinational kembali mengingatkan jika resesi di AS dan global semakin dekat.
CEO Goldman Sachs Jamie Dimon mengatakan perekonomian global bisa jadi tidak hanya menghadapi resesi ringan tetapi badai. Sementara itu, CEO United Airlines Scott Kirby memperkirakan resesi ringan kemungkinan akan terjadi karena kebijakan ketat The Fed.
Ekonom Bank of America (BofA) bahkan memprediksi jika ekonomi AS akan memasuki resesi pada kuartal I-2023. Secara teknikal, AS sudah berada di jurang resesi setelah ekonomi mereka terkontraksi pada kuartal I dan II-2022.
Dari dalam negeri, kekhawatiran juga sudah disampaikan pemerintah. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah mulai mengkhawatirkan kondisi manufaktur dalam negeri yang menunjukkan tanda-tanda pelemahan.
Airlangga mengatakan Purchasing Managers' Index (PMI) Indonesia dan sebagian besar negara lain terus melandai. Kondisi ini bisa berdampak kepada pertumbuhan.
Seperti diketahui, PMI Indonesia tercatat di level 50,3 pada November 2022, turun dibandingkan pada Oktober yakni 51,8. Sementara itu, PMI Myanmar berada di level 44,6 dan Malaysia 47,9, serta Vietnam 47,4.
"Ini jadi catatan para gubernur, bupati, untuk membantu antisipasi penurunan di 11 sektor terutama di kategori padat karya," tutur Airlangga, dalam konferensi pers, kemarin.
(mae/mae)