Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air akhirnya mampu mencatatkan kinerja menggembirakan perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di zona hijau, rupiah ikut sukses menguat 2 hari beruntun, dan investor semakin tertarik dengan obligasi pemerintah RI. Mampukah pasar keuangan melanjutkan kinerja ciamiknya?
IHSG berakhir di zona hijau dengan apresiasi 0,33% atau 23,54 poin, ke 7.054,12. Sejak perdagangan dibuka indeks sudah terpantau naik dan terus konsisten menguat hingga penutupan perdagangan.
Indeks Tanah Air nyatanya mendapat katalis positif dari bursa saham Amerika Serikat (AS) yang ditutup melesat. Dow Jones Industrial Average ditutup 397,82 poin, atau 1,18%, S&P 500 naik 1,36% menjadi 4.003,58, ini merupakan penutupan pertama di atas level 4.000 sejak September. Sementara, Nasdaq Composite juga naik 1,36% menjadi 11.174,41.
Penguatan IHSG hari ini membawanya naik 0,57% sepekan, naik 0,14% sebulan, namun melemah 1,95% dalam 3 bulan terakhir. Tekanan ekonomi global masih saja menjadi pemicunya dan ternyata belum benar-benar beranjak dari pasar keuangan.
Nilai transaksi IHSG kemarin cukup ramai yakni mencapai Rp 11,37 triliun dan melibatkan 24,45 miliar saham dan berpindah tangan 1,18 juta kali. Investor asing juga tercatat melakukan aksi beli bersih (net buy) senilai Rp 532,38 miliar di pasar reguler.
Sementara itu, mayoritas saham terpantau masih mengalami penurunan. Statistik perdagangan mencatat ada 255 saham yang mengalami penurunan dan 249 saham yang naik, serta sisanya sebanyak 199 saham stagnan.
Sementara sektor penopang penguatan IHSG dipimpin oleh saham-saham energi, kemudian diikuti dengan utilitas, finansial, industri, konsumer non-primer, healthcare, real estate dan basic materials.
Kemarin, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya, yakni mencapai Rp 762,9 miliar. Sedangkan saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menyusul di posisi kedua dengan nilai transaksi mencapai Rp 691,5 miliar dan saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) di posisi ketiga sebesar Rp 494,1 miliar.
Selanjutnya, Mata uang Garuda akhirnya menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (23/11/2022), meski sempat melemahpada pertengahan perdagangan. Dengan begitu, rupiah berhasil menguat selama dua hari beruntun, meski tipis saja.
Mengacu pada data Refinitiv, pada pembukaan perdagangan rupiah terapresiasi 0,1% ke Rp 15.680/US$. Di pertengahan perdagangan, rupiah sempat berbalik arah dan terkoreksi tipis 0,03% ke Rp 15.700/US$. Namun, rupiah akhirnya sukses ditutup menguat 0,06% ke Rp 15.685/US$.
Banyaknya kabar baik dari dalam negeri, turut menopang laju Mata Uang Garuda. Salah satunya yakni, mayoritas investor ramai memburu Surat Berharga Negara (SBN) yang ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield) di hampir seluruh tenor SBN acuan.
Hanya SBN tenor 30 tahun yang cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan naiknya yield.
Melansir data dari Refinitiv, SBN tenor 30 tahun naik 2,2 basis poin ke posisi 7,508% pada perdagangan hari ini.Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) kembali menurun 4,5 bp menjadi 7,029%.
Terakhir, harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup menguat pada perdagangan Rabu (23/11/2022), menandakan bahwa investor semakin tertarik dengan obligasi pemerintah RI.
Investor ramai memburu SBN yang ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield) di seluruh tenor SBN acuan. Melansir data dari Refinitiv, SBN tenor 5 tahun menjadi yang paling besar penurunan yield-nya pada hari ini, yakni merosot 16,5 basis poin (bp) ke posisi 6,559%.
Sedangkan, SBN berjangka waktu 30 tahun menjadi yang paling kecil penurunanyield-nya, yakni turun 4,6 bp menjadi 7,462%. Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) kembali menurun 8,3 bp menjadi 6,946%.
Tiga indeks utama Wall Street kompak ditutup di zona hijau pada perdagangan Rabu (23/11/2022) waktu New York, pasca risalah The Fed yang mengisyaratkan kenaikan suku bunga yang lebih kecil dalam beberapa bulan mendatang karena inflasi mulai mereda.
Dow Jones Industrial Average naik 95,96 poin atau 0,28% menjadi 34.195,11. S&P 500 naik 0,59% menjadi ditutup pada 4.027,28 dan Nasdaq Composite meningkat 0,99% menjadi 11.285,32.
Saham Nordstrom turun 4,24% setelah rantai department store menegaskan kembali perkiraannya. Namun, Nordstrom mengalahkan ekspektasi laba dan penjualan dalam hasil terbarunya, menurut ekspektasi konsensus pada Refinitiv. Tesla naik 7,82% setelah Citi meningkatkan saham menjadi netral dari jual. Deer melonjak 5,03% karena mengalahkan pendapatan.
Risalah dari pertemuan November Fed mengisyaratkan bahwa bank sentral melihat kemajuan dalam perjuangannya melawan inflasi tinggi dan ingin memperlambat laju kenaikan suku bunga, yang berarti lebih kecil hingga akhir tahun ini hingga 2023.
"Sebagian besar pejabat menilai bahwa perlambatan laju kenaikan kemungkinan akan segera terjadi," bunyi risalah tersebut.
"Kelambatan dan besaran yang tidak pasti yang terkait dengan dampak tindakan kebijakan moneter pada aktivitas ekonomi dan inflasi adalah salah satu alasan yang dikutip mengenai mengapa penilaian semacam itu penting."
Sebelumnya pada bulan November, bank sentral menyetujui kenaikan 0,75 poin persentase keempat berturut-turut yang membawa suku bunga ke level tertinggi sejak 2008. Pasca risalah tersebut pelaku pasar langsung memperkirakan kenaikan akan terjadi sebesar 0,5 poin persentase pada 14 Desember mendatang.
"Apa yang benar-benar ditunjukkan adalah anda memiliki pasar yang gelisah tentang satu hal dan hanya satu hal, dan itu adalah Federal Reserve dan pemikiran mereka tentang kebijakan moneter," kata Art Hogan, kepala strategi pasar di B. Riley Financial dikutip CNBC International.
Di sisi lain, data klaim pengangguran datang lebih tinggi dari yang diharapkan yakni tercatat sebesar 240.000 untuk pekan yang berakhir 19 November di mana ekonom yang disurvei oleh Dow Jones memperkirakan 225.000.
Ini menandakan bahwa pasar tenaga kerja mungkin melemah. Namun, pada saat yang sama, pesanan barang tahan lama untuk bulan Oktober lebih kuat dari yang diperkirakan, sebesar 1%, lebih tinggi dari perkiraan 0,5%.
Sebagai informasi, pasar akan tutup pada hari Kamis untuk liburan Thanksgiving dan akan tutup lebih awal pada hari Jumat.
Para pelaku pasat patut mencermati sentimen yang mampu membawa sinyal positif bagi pasar keuangan Tanah Air hari ini.
Wall Street yang ditutup menguat pada perdagangan semalam tentunya membuka peluang penguatan IHSG pada hari ini.
Tiga indeks utama Wall Street ditutup di zona hijau pada perdagangan Rabu (23/11) waktu New York.
Risalah pertemuan Pejabat Federal Reserve yang dirilis Rabu (23/11) menegaskan bahwa The Fed sepakat akan menaikkan suku bunga yang lebih kecil untuk awal bulan depan. Ini terjadi setelah mereka mengevaluasi dampak kebijakan terhadap perekonomian.
"Dalam menentukan laju kenaikan di masa mendatang dalam kisaran target, Komite akan mempertimbangkan pengetatan kumulatif kebijakan moneter, kelambatan kebijakan moneter yang memengaruhi aktivitas ekonomi dan inflasi, serta perkembangan ekonomi dan keuangan" bunyi risalah tersebut.
Pelaku pasar mengharapkan The Fed yang menetapkan suku bunga untuk turun ke 0,5 poin persentase pada 14 Desember mendatang, setelah empat kali kenaikan 0,75 poin persentase berturut-turut.
Meskipun mengisyaratkan bahwa pergerakan yang lebih kecil akan terjadi, para pejabat mengatakan mereka masih melihat sedikit tanda-tanda inflasi mereda. Namun, beberapa anggota komite menyatakan keprihatinan tentang risiko terhadap sistem keuangan seandainya The Fed terus maju dengan kecepatan agresif yang sama.
"Sebagian besar peserta menilai bahwa perlambatan laju kenaikan kemungkinan akan segera terjadi, kelambatan dan besaran yang tidak pasti yang terkait dengan dampak tindakan kebijakan moneter pada aktivitas ekonomi dan inflasi adalah salah satu alasan yang dikutip mengenai mengapa penilaian semacam itu penting" bunyi risalah tersebut yang dikutip CNBC International.
Di sisi lain pendapat pejabat The Fed terbelah. Beberapa mengindikasikan bahwa kebijakan ini guna memperlambat laju kenaikan dapat mengurangi risiko ketidakstabilan dalam sistem keuangan. Sementara, beberapa pejabat lain mengatakan mereka ingin menunggu untuk mengurangi kecepatan dan perlu melihat keseimbangan risiko ekonomi.
Seperti diketahui, The Fed sebelumnya sudah menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin empat kali beruntun hingga suku bunga saat ini menjadi 3,75% - 4%.
Namun pasar tidak hanya melihat itu, tetapi seberapa tinggi suku bunga The Fed di tahun depan. Ada yang memperkirakan bisa di atas 5%, atau di bawahnya.
Untuk diketahui, data inflasi akhir-akhir ini telah menunjukkan beberapa tanda yang menggembirakan namun tetap jauh di atas target resmi bank sentral sebesar 2%.
Indeks harga konsumen pada Oktober naik 7,7% dari tahun lalu, pembacaan terendah sejak Januari. Namun, ukuran Fed mengikuti lebih dekat, indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi tidak termasuk makanan dan energi, menunjukkan kenaikan tahunan 5,1% pada bulan September, naik 0,2 poin persentase dari Agustus dan pembacaan tertinggi sejak Maret.
Di sisi lain, investor juga tengah mencermati rilis data data klaim pengangguran AS yang tercatat lebih tinggi dari yang diharapkan, tercatat 240.000 untuk pekan yang berakhir 19 November di mana ekonom memperkirakan 225.000. Ini menandakan bahwa pasar tenaga kerja mulai melemah.
Namun, pada saat yang sama, pesanan barang tahan lama untuk bulan Oktober lebih kuat dari yang diperkirakan, sebesar 1%, lebih tinggi dari perkiraan 0,5%.
Dari dalam negeri, ada angin segar muncul bertubi-tubi di November, termasuk dari pasar finansial. Hampir delapan bulan lamanya pasar finansial Indonesia menderita. Investor asing menarik dananya dari pasar obligasi ratusan triliun rupiah.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), sepanjang bulan ini hingga 21 November, investor asing melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder senilai Rp 10 triliun. Porsi kepemilikan asing pun meningkat menjadi Rp 723,33 triliun.
Capital inflow yang terjadi merupakan kabar bagus, jika terus berlanjut bisa menjadi modal bagi rupiah untuk menguat. Rupiah sepanjang tahun ini terpuruk akibat capital outflow di pasar obligasi.
Jika rupiah mampu menguat, dampaknya akan besar. Inflasi bisa menjadi lebih terjaga, daya beli masyarakat tetap kuat, beban pembayaran utang baik pemerintah maupun swasta berkurang, beban impor minyak dan gas juga menurun, dan masih banyak lagi.
Inflow yang terjadi di pasar obligasi sepanjang bulan ini juga menjadi yang terbesar sepanjang 2022.
Maklum saja, perang Rusia-Ukraina serta bank sentral AS (The Fed) yang agresif menaikkan suku bunga membuat investor asing menarik modalnya dari pasar SBN. Tercatat sepanjang tahun ini, inflow hanya terjadi di Februari, Agustus dan November.
Dengan ini, perekonomian Indonesia unjuk gigi di tengah isu resesi yang melanda negara-negara maju, bahkan dunia.
Berikut beberapa data ekonomi penting yang akan dirilis hari ini:
- Rilis data Perubahan Stok Gas Alam EIA (12:00)
- Rapat Kebijakan Moneter ECB (07:30)
- Pidato 4 pejabat ECB (02:00, 06:15, 08:00,08:15)
- Risalah FOMC (02:00)
- Rilis data PMI Jepang (07:30)
- Iklim Bisnis Ifo Jerman (04:00)
- Pidato 2 pejabat BoE (05:30. 08:15)
- Rapat Dewan Sistem Pembayaran RBA
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
Musim laporan keuangan untuk kuartal ketiga baru dimulai akhir bulan lalu dan masih berlangsung dengan satu per satu perusahaan mulai melaporkan kinerja keuangan sembilan bulan terakhir. Selain pelaporan kinerja keuangan, terdapat beberapa agenda korporasi yakni :
- Pemberitahuan RUPS Rencana PT Berkah Beton Sadaya Tbk (BEBS)
- Tanggal mulai pelaksanaan waran PT PT Jasnita Telekomindo Tbk (JAST)
- Tanggal DPS Dividen Tunai PT Link Net Tbk (LINK)
- Tanggal DPS Dividen Tunai Interim PT Prima Andalan Mandiri Tbk (RIGS)
- Pemberitahuan RUPS Rencana 30-06-2022 Rig Tenders Tbk (RIGS)
- Tanggal DPS Dividen Tunai Interim PT Organon Pharma Indonesia Tbk (SCPI)
- Tanggal ex Dividen Tunai Interim PT Surya Pertiwi Tbk (SPTO)
Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:
TIM RISET CNBC INDONESIA