Newsletter

Ada "Kejutan" dari The Fed Bikin Wall Street Happy, IHSG?

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
24 November 2022 06:10
Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/11/2022). IHSG ditutup menguat 0,33 persen atau 23,53 poin ke 7.054,12 pada akhir perdagangan, sebanyak 249 saham menguat, 255 saham melemah, dan 199 saham stagnan. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/11/2022). IHSG ditutup menguat 0,33 persen atau 23,53 poin ke 7.054,12 pada akhir perdagangan, sebanyak 249 saham menguat, 255 saham melemah, dan 199 saham stagnan. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Para pelaku pasat patut mencermati sentimen yang mampu membawa sinyal positif bagi pasar keuangan Tanah Air hari ini.

Wall Street yang ditutup menguat pada perdagangan semalam tentunya membuka peluang penguatan IHSG pada hari ini.

Tiga indeks utama Wall Street ditutup di zona hijau pada perdagangan Rabu (23/11) waktu New York.

Risalah pertemuan Pejabat Federal Reserve yang dirilis Rabu (23/11) menegaskan bahwa The Fed sepakat akan menaikkan suku bunga yang lebih kecil untuk awal bulan depan. Ini terjadi setelah mereka mengevaluasi dampak kebijakan terhadap perekonomian.

"Dalam menentukan laju kenaikan di masa mendatang dalam kisaran target, Komite akan mempertimbangkan pengetatan kumulatif kebijakan moneter, kelambatan kebijakan moneter yang memengaruhi aktivitas ekonomi dan inflasi, serta perkembangan ekonomi dan keuangan" bunyi risalah tersebut.

Pelaku pasar mengharapkan The Fed yang menetapkan suku bunga untuk turun ke 0,5 poin persentase pada 14 Desember mendatang, setelah empat kali kenaikan 0,75 poin persentase berturut-turut.

Meskipun mengisyaratkan bahwa pergerakan yang lebih kecil akan terjadi, para pejabat mengatakan mereka masih melihat sedikit tanda-tanda inflasi mereda. Namun, beberapa anggota komite menyatakan keprihatinan tentang risiko terhadap sistem keuangan seandainya The Fed terus maju dengan kecepatan agresif yang sama.

"Sebagian besar peserta menilai bahwa perlambatan laju kenaikan kemungkinan akan segera terjadi, kelambatan dan besaran yang tidak pasti yang terkait dengan dampak tindakan kebijakan moneter pada aktivitas ekonomi dan inflasi adalah salah satu alasan yang dikutip mengenai mengapa penilaian semacam itu penting" bunyi risalah tersebut yang dikutip CNBC International.

Di sisi lain pendapat pejabat The Fed terbelah. Beberapa mengindikasikan bahwa kebijakan ini guna memperlambat laju kenaikan dapat mengurangi risiko ketidakstabilan dalam sistem keuangan. Sementara, beberapa pejabat lain mengatakan mereka ingin menunggu untuk mengurangi kecepatan dan perlu melihat keseimbangan risiko ekonomi.

Seperti diketahui, The Fed sebelumnya sudah menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin empat kali beruntun hingga suku bunga saat ini menjadi 3,75% - 4%.

Namun pasar tidak hanya melihat itu, tetapi seberapa tinggi suku bunga The Fed di tahun depan. Ada yang memperkirakan bisa di atas 5%, atau di bawahnya.

Untuk diketahui, data inflasi akhir-akhir ini telah menunjukkan beberapa tanda yang menggembirakan namun tetap jauh di atas target resmi bank sentral sebesar 2%.

Indeks harga konsumen pada Oktober naik 7,7% dari tahun lalu, pembacaan terendah sejak Januari. Namun, ukuran Fed mengikuti lebih dekat, indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi tidak termasuk makanan dan energi, menunjukkan kenaikan tahunan 5,1% pada bulan September, naik 0,2 poin persentase dari Agustus dan pembacaan tertinggi sejak Maret.

Di sisi lain, investor juga tengah mencermati rilis data data klaim pengangguran AS yang tercatat lebih tinggi dari yang diharapkan, tercatat 240.000 untuk pekan yang berakhir 19 November di mana ekonom memperkirakan 225.000. Ini menandakan bahwa pasar tenaga kerja mulai melemah.

Namun, pada saat yang sama, pesanan barang tahan lama untuk bulan Oktober lebih kuat dari yang diperkirakan, sebesar 1%, lebih tinggi dari perkiraan 0,5%.

Dari dalam negeri, ada angin segar muncul bertubi-tubi di November, termasuk dari pasar finansial. Hampir delapan bulan lamanya pasar finansial Indonesia menderita. Investor asing menarik dananya dari pasar obligasi ratusan triliun rupiah.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), sepanjang bulan ini hingga 21 November, investor asing melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder senilai Rp 10 triliun. Porsi kepemilikan asing pun meningkat menjadi Rp 723,33 triliun.

Capital inflow yang terjadi merupakan kabar bagus, jika terus berlanjut bisa menjadi modal bagi rupiah untuk menguat. Rupiah sepanjang tahun ini terpuruk akibat capital outflow di pasar obligasi.

Jika rupiah mampu menguat, dampaknya akan besar. Inflasi bisa menjadi lebih terjaga, daya beli masyarakat tetap kuat, beban pembayaran utang baik pemerintah maupun swasta berkurang, beban impor minyak dan gas juga menurun, dan masih banyak lagi.

Inflow yang terjadi di pasar obligasi sepanjang bulan ini juga menjadi yang terbesar sepanjang 2022.

Maklum saja, perang Rusia-Ukraina serta bank sentral AS (The Fed) yang agresif menaikkan suku bunga membuat investor asing menarik modalnya dari pasar SBN. Tercatat sepanjang tahun ini, inflow hanya terjadi di Februari, Agustus dan November.

Dengan ini, perekonomian Indonesia unjuk gigi di tengah isu resesi yang melanda negara-negara maju, bahkan dunia.

(aum/sef)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular