Namun memang perlu digaris bawahi bahwa transisi energi memang membutuhkan perencanaan dan persiapan matang, juga komitmen semua pemangku kepentingan. Baik dalam dukungan, kolaborasi, partisipasi aktif, dan ide-ide untuk memperkuat semangat inovasi dan menyeleraskan tujuan bersama mencapai penurunan emisi global.
Meskipun sudah banyak perusahaan yang telah mengupayakan mendukung transisi energi, pemerintah yang terlihat serius menggaungkannya di KTT G20 di Bali. Namun rasanya masih ada yang kurang.
Dalam pembuatan payung hukum energi baru dan terbarukan (EBT), kita menyaksikan DPR kerap maju-mundur. Komisi VII yang antara lain membidangi energi pernah berjanji akan merampungkan pembahasan RUU menjadi Undang-Undang EBT pada Oktober 2021. Kemudian dijanjikan akan selesai akhir tahun lalu.
Tapi janji tinggal janji. Hingga semester ketiga tahun ini, payung hukum itu belum terbit. Padahal menyangkut perubahan iklim, cara mengatasinya serta aksi-aksi untuk meredam agar terkendali butuh negara-bangsa yang memegang teguh komitmen.
Pembahasan dalam RUU tersebut sepertinya begitu pelik. Hingga saat ini pembentukan Rancangan Undang-Undang Energi Baru Energi Terbarukan (RUU EBET) masih terus bergulir. Sampai saat ini, DPR masih menunggu Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari pemerintah untuk menyelesaikan RUU tersebut.
Saat ini, transisi energi begitu nyaring bunyinya di rangkaian acara G20 dan dianggap sebagai merupakan strategi jitu untuk menarik minat investor karena merupakan bagian dari green economy yang diyakini memiliki prospek cerah ke depannya.
Transisi energi tidak hanya berfokus pada transformasi penggantian sektor-sektor penghasil emisi GRK secara bertahap, tetapi juga terkait lapangan kerja baru, industri baru, keahlian baru, investasi baru dan peluang-peluang lainnya untuk menciptakan masyarakat yang tangguh.
Itu sebabnya inklusivitas dan adil pada proses transisi energi menjadi bermakna bagi masyarakat, ekonomi, industri dan lingkungan. Transisi energi berkeadilan perlu pula memastikan akses energi yang berkualitas bagi semua orang terutama bagi masyarakat miskin.
Di tengah maraknya isu percepatan transisi energi, perusahaan-perusahaan utamanya Holding BUMN mulai menunjukkan komitmennya mendukung upaya pemerintah ini. Biaya yang tak sedikit seolah tak berarti apa-apa bagi mereka demi mewujudkan hal tersebut. Perusahaan tersebut diantaranya:
MIND ID
Sebagai industri yang bergerak di bidang pertambangan, MIND ID, Mining Industry Indonesia, BUMN Holding Industri Pertambangan yang beranggotakan PT Aneka Tambang Tbk, PT Bukit Asam Tbk, PT Freeport Indonesia, PT Inalum (Persero), dan PT Timah Tbk turut mendukung target pemerintah Indonesia untuk bisa mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060 mendatang. MIND ID telah memiliki beberapa siasat dalam upaya transisi energi.
Salah satunya adalah mendukung gebrakan pemerintah Indonesia untuk melakukan terobosan dalam mempercepat pertumbuhan industri kendaraan listrik nasional. Hal ini sejalan dengan tren dunia yang tengah bergerak ke arah penggunaan kendaraan yang hemat energi dan ramah lingkungan.
Bahan baterai kendaraan listrik (Electric Vehicle/ EV) tak lepas dari hasil tambang. Baterai kendaraan listrik dapat menggunakan lithium karbonat atau lithium hidroksida. Indonesia memang tak perlu mengimpor bahan baku utama baterai EV, yakni bijih nikel.
Terlebih, Indonesia saat ini merupakan produsen bijih nikel terbesar di dunia dan 80% komponen bahan baku kendaraan listrik berasal dari bijih nikel dan Negara kita ini merupakan produsen nikel terbesar di dunia.
Menurut data badan survei geologis Amerika Serikat (AS) atau US Geological Survey, produksi nikel Tanah Air mencapai 1 juta metrik ton pada 2021 atau menyumbang 37,04% nikel dunia.
Namun demikian, sisanya sebesar 20% bahan baku untuk baterai kendaraan listrik masih bergantung pada negara lain, seperti China, Chili dan Australia. Adapun bahan baku yang masih perlu diimpor tersebut salah satunya yaitu lithium.
Melihat potensi tersebut, MIND ID berencana untuk mengakuisisi tambang lithium di luar negeri guna mendukung pengembangan baterai kendaraan listrik (Electric Vehicle/ EV) di Indonesia. Mengingat, 20% bahan baku baterai selama ini masih bergantung pada pasokan di negara lain.
MIND ID turut mempercepat menyusun peta jalan kemandirian agar tidak tergantung pada produk impor walau 20% jumlahnya.Perusahaan saat ini tengah menyusun strategi agar ketergantungan terhadap produk impor bisa ditekan seminimal mungkin. Salah satunya yakni melalui aksi korporasi dengan mengambil tambang lithium di luar negeri.
Selain opsi akusisi, MIND ID juga tengah mengupayakan pengembangan teknologi yang tidak lagi mengandalkan lithium. Dengan begitu, Indonesia tidak lagi bergantung pada bahan baku impor.
Komitmen MIND ID dalam mewujudkan ekosistem kendaraan listrik berbasis baterai ini dibuktikan dengan menunjuk Indonesia Battery Company (IBC) untuk melakukan joint study dengan Arrival Ltd. Penandatanganan nota kesepahaman ini mencakup studi pasar dan kelayakan proyek untuk ekspansi bisnis kendaraan listrik, kelayakan proyek pasok aluminium dan pasok baterai untuk ekspansi bisnis EV di wilayah Asia Pasifik.
MIND ID bersama Inalum akan ditunjuk sebagai global supply chain aluminium dan MIND ID bersama IBC sebagai global supply chain battery.
PT PLN (Persero)
Komitmen mencapai net zero emission di tahun 2060 mendorong PLN untuk menambah kapasitas energi baru terbarukan (EBT) secara agresif. Dengan karakteristik intermittent pembangkit EBT, PLN tentunya perlu membangun kapasitas teknologi yang mumpuni untuk mengoperasikan sistem tersebut.
PLN melalui rencana bisnis penyediaan energi nasional pada tahun 2021-2023 telah menargetkan rencana bisnis yang lebih bersih dengan menambah pembangkit listrik yang dihasilkan dari energi terbarukan hingga 51,6% serta telah merencanakan untuk membangun nusantarasuper griduntuk mendorong pengembangan energi terbarukan dan juga menjaga stabilitas dan keamanan kelistrikan
Untuk keseriusannya, baru-baru ini PT PLN (Persero) bersama The U.S. National Renewable Energy Laboratory melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) terkait pelaksanaan transformasi sistem tenaga listrik global (G-PST) pada agenda COP27 di Mesir.
Kerja sama ini akan menciptakan sinergi yang bermanfaat untuk penguatan sektor kelistrikan, khususnya dalam mendukung transisi energi.
Adapun MoU PLN dengan U.S. National Renewable Energy Laboratory melingkupi beberapa hal penting, yaitu penguatan sektor energi dalam hal pengoperasian sistem dan transmisi tenaga listrik, integrasi energi terbarukan ke dalam jaringan tenaga listrik, memajukan transisi menuju sistem operasi kelistrikan yang modern.
Dalam proses transisi energi, PLN perlu bertransformasi dan mempelajari core kompetensi dan skill baru untuk menghadapi tantangan di masa depan. Sehingga ia berharap MoU ini bisa diterjemahkan dalam operasi konkret di lapangan.
PT Pertamina (Persero)
Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), mendukung penuh komitmen pemerintah Indonesia dalam mencapai net zero emission di tahun 2060. Hal tersebut diwujudkan dengan program decarbonization Initiatives yang saat ini dimiliki Pertamina.
Sebagai BUMN, Pertamina memiliki tanggung jawab untuk menyediakan energi bagi negeri, terlebih Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk hampir 300 juta Jiwa dan memiliki kebutuhan energi yang tinggi.
Pertamina melihat transisi energi sebagai kesempatan yang baik untuk membangun green business, ini merupakan upaya Pertamina untuk memastikan, perusahaan tetap sustain dan bertumbuh seiring dengan upaya mencapai net zero emission commitment dengan program decarbonization yang sangat detail sesuai net zero emission roadmap yg telah disusun.
Pertamina merespon dengan menyiapkan decarbonization plan khususnya untuk bisnis existing business, misalkan dengan me-reduce flaring, menggunakan energi terbarukan di semua aktivitas kami baik diupstream, production site, shipping transportation bahkan battery.
Dalam aspek ESG berdasarkan Sustainalytics, rating agency ESG yang sudah melakukan assessment kepada Pertamina,saat ini Pertamina berada di level medium risk dan berada di posisi nomor dua kategorithe best ESG score di oil and gas industry.
Sementara itu para stakeholder, investor, rating agency hingga insurance company juga ingin mengetahui dan memastikan bagaimana Pertamina mengatur aspek ESG, sebagai oil and gas company untuk kemudian menghasilkan energi yang berkelanjutan.
PT Perkebunan Nusantara (PTPN)
Holding Perkebunan Nusantara menegaskan komitmennya dalam mendukung upaya transisi energi yang menjadi salah satu concern utama pemerintah dalam menyusun pembangunan ke depan.
Komitmen tersebut, salah satunya, dilakukan Holding Perkebunan Nusantara dengan turut tampil dalam SOE International Conference & Expo 2022,di Nusa Dua, Bali, pada pertengahan Oktober 2022 lalu.
Salah satu bentuk dukungan Holding Perkebunan Nusantara terhadap transisi energi ramah lingkungan, adalah melalui kerja sama dengan Pertamina NRE, dalam hal ini Pertagas Niaga terkait pemanfaatan Compressed Biomethane.
Pemanfaatan compressed biomethane tersebut, menurut akan berkontribusi baik terhadap lingkungan dan juga mampu mengurangi impor LPG sehingga membantu penghematan keuangan negara.
Kemudian, PTPN akan mengembangkan asilitas produksi biomethane. Nantinya, Holding Perkebunan Nusantara akan menyuplai bahan baku berupa limbah cair kelapa sawit atau palm oil mill effluent (POME) yang dihasilkan dari pabrik kelapa sawit (PKS) milik PTPN III di Bah Jambi, Sei Silau, dan Sei Meranti.
POME selanjutnya akan diolah menjadi biogas dan kemudian dilakukan pemurnian serta dikompresi menjadi compressed biomethane di plant milik Pertamina NRE. Sedangkan Pertagas Niaga membeli compressed biomethane dari Pertamina NRE dengan total volume mencapai 300 MMBTU/hari per lokasi PKS.
PT Pupuk Indonesia
Perusahaan turut mendukung proyek pilot perdagangan karbon yang diinisiasi oleh Kementerian BUMN. Menurutnya, program ini selaras dengan peta jalan dekarbonisasi perusahaan yang turut mendukung target Net Zero Emission pemerintah pada tahun 2060.
Untuk diketahui, Perdagangan karbon sendiri adalah transaksi jual-beli credit carbon yang telah tersertifikasi. Dalam hal ini, setiap perusahaan atau entitas diberikan batasan emisi karbon maksimum.
Pada tahap awal ini, perdagangan karbon masih bersifat sukarela. Hal ini sebagai bentuk persiapan dan kolaborasi perusahaan BUMN sebelum pemerintah resmi memberlakukan perdagangan karbon. Juga sebagai upaya untuk mendukung target penurunan emisi, sekaligus dorongan untuk melakukan transisi energi.
Adapun perusahaan yang telah mengendalikan emisi karbon dengan baik dan belum mencapai batasan karbon, dapat menjual credit carbon nya ke perusahaan lain yang masih melebihi batasan karbon. Dengan demikian, perdagangan karbon ini dapat memastikan bahwa perusahaan secara keseluruhan tidak melebihi tingkat emisi karbon dasar.
Adapun tujuan dari perdagangan karbon adalah untuk secara bertahap mengurangi emisi karbon secara keseluruhan. Sehingga dapat menekan kontribusi emisi karbon terhadap perubahan iklim dunia.
PT Semen Indonesia (Persero)
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk berupaya mengakselerasi pencapaian target penurunan emisi karbon berkolaborasi dengan sesama Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Pada semester I 2022, perseroan mampu menekan emisi karbon sebesar 592 kg CO2/ton semen atau turun 2,5% (setara 15 kg CO2/ton semen) yang dikontribusikan dari penurunan clinker factor sebesar 0,8% menjadi 69,4% dan peningkatan thermal substitution rate (TSR) sebesar 1,7% menjadi 6,8%.
Selain itu, perseroan telah melakukan sejumlah inisiatif dalam upaya dekarbonisasi di antaranya, penurunan clinker factor, inovasi teknologi, penggunaan bahan bakar alternatif melalui refused derived fuel (RDF) dan penggunaan panel surya, serta pemanfaatan bahan baku alternatif yang lebih ramah lingkungan.
TIM RISET CNBC INDONESIA