CNBC Indonesia Research

Lagi Tren Transisi Energi, Komitmen Atau Cuma Janji Manis?

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
15 November 2022 13:30
Pertamina
Foto: dok Pertamina

Di tengah maraknya isu percepatan transisi energi, perusahaan-perusahaan utamanya Holding BUMN mulai menunjukkan komitmennya mendukung upaya pemerintah ini. Biaya yang tak sedikit seolah tak berarti apa-apa bagi mereka demi mewujudkan hal tersebut. Perusahaan tersebut diantaranya:

MIND ID

Sebagai industri yang bergerak di bidang pertambangan, MIND ID, Mining Industry Indonesia, BUMN Holding Industri Pertambangan yang beranggotakan PT Aneka Tambang Tbk, PT Bukit Asam Tbk, PT Freeport Indonesia, PT Inalum (Persero), dan PT Timah Tbk turut mendukung target pemerintah Indonesia untuk bisa mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060 mendatang. MIND ID telah memiliki beberapa siasat dalam upaya transisi energi.

Salah satunya adalah mendukung gebrakan pemerintah Indonesia untuk melakukan terobosan dalam mempercepat pertumbuhan industri kendaraan listrik nasional. Hal ini sejalan dengan tren dunia yang tengah bergerak ke arah penggunaan kendaraan yang hemat energi dan ramah lingkungan.

Bahan baterai kendaraan listrik (Electric Vehicle/ EV) tak lepas dari hasil tambang. Baterai kendaraan listrik dapat menggunakan lithium karbonat atau lithium hidroksida. Indonesia memang tak perlu mengimpor bahan baku utama baterai EV, yakni bijih nikel.

Terlebih, Indonesia saat ini merupakan produsen bijih nikel terbesar di dunia dan 80% komponen bahan baku kendaraan listrik berasal dari bijih nikel dan Negara kita ini merupakan produsen nikel terbesar di dunia.

Menurut data badan survei geologis Amerika Serikat (AS) atau US Geological Survey, produksi nikel Tanah Air mencapai 1 juta metrik ton pada 2021 atau menyumbang 37,04% nikel dunia.


Namun demikian, sisanya sebesar 20% bahan baku untuk baterai kendaraan listrik masih bergantung pada negara lain, seperti China, Chili dan Australia. Adapun bahan baku yang masih perlu diimpor tersebut salah satunya yaitu lithium.

Melihat potensi tersebut, MIND ID berencana untuk mengakuisisi tambang lithium di luar negeri guna mendukung pengembangan baterai kendaraan listrik (Electric Vehicle/ EV) di Indonesia. Mengingat, 20% bahan baku baterai selama ini masih bergantung pada pasokan di negara lain.

MIND ID turut mempercepat menyusun peta jalan kemandirian agar tidak tergantung pada produk impor walau 20% jumlahnya.Perusahaan saat ini tengah menyusun strategi agar ketergantungan terhadap produk impor bisa ditekan seminimal mungkin. Salah satunya yakni melalui aksi korporasi dengan mengambil tambang lithium di luar negeri.

Selain opsi akusisi, MIND ID juga tengah mengupayakan pengembangan teknologi yang tidak lagi mengandalkan lithium. Dengan begitu, Indonesia tidak lagi bergantung pada bahan baku impor.

Komitmen MIND ID dalam mewujudkan ekosistem kendaraan listrik berbasis baterai ini dibuktikan dengan menunjuk Indonesia Battery Company (IBC) untuk melakukan joint study dengan Arrival Ltd. Penandatanganan nota kesepahaman ini mencakup studi pasar dan kelayakan proyek untuk ekspansi bisnis kendaraan listrik, kelayakan proyek pasok aluminium dan pasok baterai untuk ekspansi bisnis EV di wilayah Asia Pasifik.

MIND ID bersama Inalum akan ditunjuk sebagai global supply chain aluminium dan MIND ID bersama IBC sebagai global supply chain battery.

PT PLN (Persero)

Komitmen mencapai net zero emission di tahun 2060 mendorong PLN untuk menambah kapasitas energi baru terbarukan (EBT) secara agresif. Dengan karakteristik intermittent pembangkit EBT, PLN tentunya perlu membangun kapasitas teknologi yang mumpuni untuk mengoperasikan sistem tersebut.

PLN melalui rencana bisnis penyediaan energi nasional pada tahun 2021-2023 telah menargetkan rencana bisnis yang lebih bersih dengan menambah pembangkit listrik yang dihasilkan dari energi terbarukan hingga 51,6% serta telah merencanakan untuk membangun nusantarasuper griduntuk mendorong pengembangan energi terbarukan dan juga menjaga stabilitas dan keamanan kelistrikan

Untuk keseriusannya, baru-baru ini PT PLN (Persero) bersama The U.S. National Renewable Energy Laboratory melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) terkait pelaksanaan transformasi sistem tenaga listrik global (G-PST) pada agenda COP27 di Mesir.

Kerja sama ini akan menciptakan sinergi yang bermanfaat untuk penguatan sektor kelistrikan, khususnya dalam mendukung transisi energi.

Adapun MoU PLN dengan U.S. National Renewable Energy Laboratory melingkupi beberapa hal penting, yaitu penguatan sektor energi dalam hal pengoperasian sistem dan transmisi tenaga listrik, integrasi energi terbarukan ke dalam jaringan tenaga listrik, memajukan transisi menuju sistem operasi kelistrikan yang modern.

Dalam proses transisi energi, PLN perlu bertransformasi dan mempelajari core kompetensi dan skill baru untuk menghadapi tantangan di masa depan. Sehingga ia berharap MoU ini bisa diterjemahkan dalam operasi konkret di lapangan.

PT Pertamina (Persero)

Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), mendukung penuh komitmen pemerintah Indonesia dalam mencapai net zero emission di tahun 2060. Hal tersebut diwujudkan dengan program decarbonization Initiatives yang saat ini dimiliki Pertamina.

Sebagai BUMN, Pertamina memiliki tanggung jawab untuk menyediakan energi bagi negeri, terlebih Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk hampir 300 juta Jiwa dan memiliki kebutuhan energi yang tinggi.

Pertamina melihat transisi energi sebagai kesempatan yang baik untuk membangun green business, ini merupakan upaya Pertamina untuk memastikan, perusahaan tetap sustain dan bertumbuh seiring dengan upaya mencapai net zero emission commitment dengan program decarbonization yang sangat detail sesuai net zero emission roadmap yg telah disusun.

Pertamina merespon dengan menyiapkan decarbonization plan khususnya untuk bisnis existing business, misalkan dengan me-reduce flaring, menggunakan energi terbarukan di semua aktivitas kami baik diupstream, production site, shipping transportation bahkan battery.

Dalam aspek ESG berdasarkan Sustainalytics, rating agency ESG yang sudah melakukan assessment kepada Pertamina,saat ini Pertamina berada di level medium risk dan berada di posisi nomor dua kategorithe best ESG score di oil and gas industry.

Sementara itu para stakeholder, investor, rating agency hingga insurance company juga ingin mengetahui dan memastikan bagaimana Pertamina mengatur aspek ESG, sebagai oil and gas company untuk kemudian menghasilkan energi yang berkelanjutan.

(aum/aum)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular