
Asal Muasal Kelangkaan Dolar Amerika di RI, Begini Ceritanya

Ini adalah faktor pertama dan utama, sebab kenaikan suku bunga acuan AS/ Fed fund rate-yang merepresentasikan suku bunga pinjaman harian antar bank di sana-membuat tingkat pengembalian investasi pada aset-aset berdenominasi dolar AS menjadi semakin lebih menarik dan aman. Ini disimbolkan oleh tingkat imbal hasil atau yield obligasi pemerintah AS, yang saat ini, untuk tenor 10 tahun sudah di atas 4%, atau tertinggi sejak krisis global 2008.
Obligasi pemerintah AS termasuk kategori safe-haven assets atau aset investasi aman yang akan diburu investor dunia saat akan atau telah terjadi krisis. Yieldnya naik mengikuti suku bunga acuan yang dinaikkan oleh Fed guna memerangi inflasi yang sedang tinggi. Istilah kata, dolar AS sekarang sedang berbondong-bondong 'balik kampung' ke negeri asalnya karena imbal hasil yang lebih menarik dan dipastikan lebih aman dibandingkan aset investasi lain di muka bumi ini.
Sebenarnya, tren kenaikan suku bunga acuan AS-atau Fed sebut sebagai normalisasi kebijakan suku bunga-telah tampak sejak Desember 2015, di bawah arahan Ketua Fed Janet Yellen, yang sekarang menjadi Menteri Keuangan AS. Yellen memulai dari suku bunga acuan naik jadi 0.25-0.50% pada Desember 2015, secara gradual menjadi 2.25-2.50% pada Desember 2018.
Namun, Fed kembali mengetatkan kebijakan suku bunga pada pertengahan 2019, sebagai respon untuk menolong perekonomian AS akibat dampak buruk perang dagang dengan China yang tersulut sejak 2018. Secara gradual ada penurunan 75 basis poin menjadi 1.50-175% pada Oktober 2019.
Pandemi Covid-19 yang mewabah awal 2022 juga menggerus ekonomi Negeri Paman Sam. Maka, Fed memangkas suku bunga dengan cukup agresif, seperti pada Maret 2020 yang mencapai 100 basis poin sekaligus, menjadi 0-0,25%, level yang sama pada saat krisis global 2008. Kebijakan suku bunga rendah ini berlangsung sampai awal 2022, sebagai upaya untuk memulihkan ekonomi, dengan kebijakan 'uang mudah' saat pandemi.
Gelagat inflasi yang tak beres di AS mulai terendus pada awal tahun ini, dan mulai direspon dengan menaikkan suku bunga pada pertemuan anggota dewan Fed, atau FOMC pada Maret 2022. Fed sangat agresif, dengan menaikkan suku bunga hingga 300 basis poin (bp) dalam tempo tidak sampai satu tahun, menjadi 3.00-3.25% pada pertemuan September lalu.
Memang, tingkat inflasi tahunan AS sudah melandai sejak Juni yang mencapai 9,1% menjadi 8,2% pada September, tetapi level 8% tetap tertinggi sejak era great inflation 1980-an. Karenanya, Fed diprediksi akan terus menaikkan suku bunga acuannya, hingga inflasi mereda di kisaran target jangka panjang 2%. Rapat FOMC selanjutnya berlangsung bulan depan, dan diprediksi ada kenaikan sehingga makin memperkering likuditas dolar AS.
(mum/mum)