Newsletter

Wall Street Loyo Lagi, IHSG Masih Bisa 'Happy Weekend'?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
Jumat, 21/10/2022 06:10 WIB

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pada perdagangan Kamis (20/10/2022) terpantau cenderung beragam, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melesat. Sedangkan rupiah ditutup melemah, dan harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup bervariasi.

Di pasar saham dalam negeri, menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ditutup melonjak 1,75% ke posisi 6.980,65. IHSG kembali ke zona psikologis 6.900 kemarin.

IHSG dibuka terkoreksi 0,19% di posisi 6.847,53. Namun selang beberapa menit setelah dibuka, IHSG berhasil berbalik arah ke zona hijau. Dari awal perdagangan sesi I hingga akhir perdagangan kemarin, IHSG sejatinya bergerak di zona hijau.

Nilai transaksi indeks pada perdagangan kemarin mencapai sekitaran Rp 16 triliun dengan melibatkan 25 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,4 juta kali. Sebanyak 350 saham naik, 196 saham turun, dan 158 saham lainnya mendatar.

Investor asing tercatat melakukan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 873,85 miliar di seluruh pasar reguler, di mana rinciannya yakni sebesar Rp 861 miliar di pasar reguler dan sebesar Rp 12,85 miliar di pasar tunai dan negosiasi.

Sementara itu di kawasan Asia-Pasifik, secara mayoritas melemah. Kecuali indeks BSE Sensex India, KLCI Malaysia, SETI Thailand, dan termasuk IHSG.

Dari yang terkoreksi, indeks Hang Seng Hong Kong memimpin yakni ambles 1,4%. Sedangkan dari yang menguat, IHSG menjadi juara.

Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Kamis kemarin.

Sedangkan untuk mata uang rupiah, pada perdagangan kemarin kembali ditutup melemah dihadapan dolar Amerika Serikat (AS).

Mengacu pada data Refinitiv, rupiah melemah 0,23% pada pembukaan perdagangan di Rp 15.530/US$. Sayangnya, rupiah melanjutkan koreksinya sebesar 0,52% ke Rp 15.575/US$ pada pukul 11:00 WIB.

Di penutupan perdagangan, rupiah tembus ke Rp 15.570/US$, melemah 0,48% di pasar spot. Dengan demikian, rupiah masih berada di posisi terlemahnya dalam 2,5 tahun terakhir. Tepatnya sejak 30 April 2020 lalu.

Sedangkan di kawasan Asia-Pasifik, sebagian besar terpantau menguat dihadapan The Greenback. Ringgit Malaysia menemani rupiah kemarin, di mana ringgit juga melemah 0,19% terhadap dolar AS.

Sementara dari yang menguat, won Korea Selatan menjadi juaranya, di mana mata uang Negeri Ginseng tersebut menguat 0,69% terhadap greenback.

Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia-Pasifik melawan dolar AS pada Kamis kemarin.

Sementara di pasar surat berharga negara (SBN) pada perdagangan kemarin harganya secara mayoritas ditutup melemah, menandakan bahwa investor cenderung melepasnya.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara turun tipis 0,1 basis poin (bp) menjadi 7,508%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Kamis kemarin.

Hanya IHSG saja yang tidak terlalu terpengaruh dari sentimen kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI).

BI kembali menaikkan suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bp menjadi 4,75%.

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia kemarin juga memutuskan untuk menaikkan suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bp menjadi 4,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bp menjadi 5,50%.

Dengan demikian, BI telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 125 bp pada tahun ini, masing-masing 25 bp pada Agustus, 50 bp pada September, dan 50 bp pada Oktober. Suku bunga acuan dengan cepat naik dari 4,50% pada Juli menjadi 4,75% pada Oktober.

Kenaikan BI7DRR sebesar 50 bp secara beruntun adalah yang pertama kali sejak Agustus 2013. Pada Juli 2013, BI menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bp menjadi 6,5% pada Juli.

Pada rapat regular 15 Agustus 2013, BI awalnya mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 6,5%. Namun, rupiah yang terus terperosok membuat kubu MH Thamrin menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bp lagi di RDG tambahan pada 29 Agustus menjadi 7,0%.

Kenaikan suku bunga acuan sebesar 50 bp juga sejalan dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia.

Dari 13 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, sebanyak lima lembaga/institusi memperkirakan bank sentral akan mengerek BI7DRR sebesar 25 bp menjadi 4,50%, tujuh lembaga/institusi memproyeksi kenaikan BI7DRR sebesar 50 bp menjadi 4,75% sementara satu lembaga memperkirakan kenaikan sebesar 75 bp menjadi 5,00%.

Gubernur BI, Perry Warjiyo menjelaskan kenaikan suku bunga secara agresif dilakukan sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini terlalu tinggi (overshooting). Juga, memastikan inflasi inti ke akan di bawa ke level yang lebih rendah dari 4% di paruh pertama 2023.

"(Kenaikan 50 bp) juga memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat semakin kuatnya mata uang dolar Amerika Serikat (AS) dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat," tutur Perry, saat menggelar konferensi pers hasil RDG Oktober, Kamis (20/10/2022).


(chd/chd)
Pages