Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia cenderung bergairah pada perdagangan Kamis (2/2/2023) kemarin, di tengah banyaknya kabar baik yang datang dari global maupun dalam negeri. Ada 3 bank sentral utama yang menaikkan suku bunga Kemarin, dan menegaskan suku bunga tinggi akan ditahan dalam waktu yang lama, higher for longer. Meski demikian bursa saham global masih tetap menghijau, termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan berpeluang berlanjut pada perdagangan Jumat (3/2/2023). Faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan pasar hari ini dibahas pada halaman 3.
Kemarin IHSG dan rupiah berhasil ditutup menguat, tetapi harga Surat Berharga Negara (SBN) terpantau beragam.
Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ditutup menguat 0,41% ke posisi 6.890,57. Hanya tinggal sedikit lagi, IHSG dapat menyentuh level psikologis 6.900. Namun dengan catatan untuk perdagangan esoknya IHSG harus mampu kembali menguat.
Nilai transaksi indeks pada perdagangan kemarin mencapai sekitar Rp 10 triliun dengan melibatkan 23 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,2 juta kali. Sebanyak 295 saham menguat, 237 saham melemah, dan 185 saham lainnya stagnan.
Namun sayangnya, investor asing mencatatkan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 255,97 miliar di seluruh pasar pada perdagangan kemarin.
Sementara itu di kawasan Asia-Pasifik, secara mayoritas kembali bergairah. Kecuali indeks Hang Seng Hong Kong, PSEI Filipina, Straits Times Singapura, dan SET Thailand.
Sementara itu, indeks TAIEX Taiwan menjadi yang paling 'moncer' kemarin, yakni melonjak 1,14%, disusul KOSPI Korea Selatan yang melesat 0,7%.
Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Kamis kemarin.
Sedangkan untuk mata uang rupiah, pada perdagangan kemarin kembali ditutup menguat dihadapan dolar Amerika Serikat (AS).
Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 14.875/US$, menguat 0,63% di pasar spot kemarin.
Tak hanya rupiah saja, mayoritas mata uang Asia terpantau kembali mampu melawan the greenback (dolar AS) kemarin. Kecuali rupee India, won Korea Selatan, dolar Singapura, dan baht Thailand yang tidak kuat melawan sang greenback.
Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia melawan dolar AS pada Kamis kemarin.
Sementara di pasar surat berharga negara (SBN), pada perdagangan kemarin harganya cenderung beragam, menandakan bahwa imbal hasil (yield) juga bervarias dan sikap investor juga bervariasi.
Melansir data dari Refinitiv, SBN tenor 5 dan 10 tahun mengalami penurunan yield yakni masing-masing sebesar 1,2 basis poin (bp) dan 2,3 bp.
Sedangkan untuk SBN tenor 15 dan 20 tahun mengalami kenaikan yield masing-masing 0,8 bp dan 0,7 bp.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Kamis kemarin.
Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang menaikkan suku bunga acuannya sesuai dengan prediksi pasar membuat pelaku pasar kembali optimis.
The Fed pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia mengumumkan kenaikan suku bunga 25 bp menjadi 4,5% - 4.75%.
Kenaikan tersebut sesuai dengan ekspektasi pasar dan membuat indeks dolar AS jeblok 0,86% ke posisi 101,21 yang merupakan level terendah sejak April 2022.
Selain itu, pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell, dalam konferensi pers setelah pengumuman suku bunga terbaru juga membuat indeks dolar AS jeblok.
"Kami saat ini bisa mengatakan saya pikir untuk pertama kalinya proses disinflasi sudah dimulai," kata Powell.
Dengan ini, inflasi di AS diperkirakan sudah mencapai puncaknya, dan sedang memulai periode penurunan. Artinya, tekanan bagi bank sentral paling powerfull di dunia itu untuk menaikkan suku bunga lebih agresif lagi akan semakin berkurang.
Sehingga, menyebabkan pelambatan ekonomi AS juga bisa dijaga agar tidak terlalu dalam, yang tentunya menjadi angin segar bagi dunia.
Tak hanya dari luar negeri, sentimen positif juga masih hadir di dalam negeri, yakni dari data inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan pada Januari 2023 mencapai 5,28% (year-on-year/yoy), lebih rendah dari Desember 2022 yang mencapai 5,51%.
Bahkan, laju inflasi tahunan ini jauh menurun dari titik puncak inflasi pada September 2022, sebesar 5,95%.
Dengan data inflasi yang semakin turun, daya beli masyarakat diperkirakan akan semakin kuat, ini akan membawa angin segar juga bagi pertumbuhan ekonomi di Tanah Air.
Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa Wall Street terutama indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite ditutup melesat pada perdagangan Kamis kemarin, ditopang oleh melesatnya saham-saham teknologi.
S&P 500 melonjak 1,47% ke posisi 4.179,74 dan Nasdaq melejit 3,25% menjadi 12.200,82. Namun untuk indeks Dow Jones ditutup turun 0,11% menjadi 34.053,94.
Saham-saham teknologi di AS berhasil bergeliat, didorong oleh kenaikan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang sudah sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya.
Saham Meta Platforms ditutup meroket 23,28%, menjadi yang terbaik sejak 2013 silam setelah perusahaan pemilik Facebook tersebut merilis kinerja keuangan pada kuartal IV dan mengumumkan akan melakukan pembelian kembali (buyback) saham senilai US$ 40 miliar. Itu membantu investor mengatasi kerugian di unit bisnis yang mengawasi metaverse.
Tak hanya Meta saja, tiga saham teknologi mega-cap atau dapat disebut 'trio A' juga terbang dan menopang S&P 500 dan Nasdaq kemarin. Adapun 'trio A' tersebut yakni Alphabet (Google), Amazon, dan Apple.
Saham Alphabet ditutup melonjak 7,28%, sedangkan saham Amazon melompat 7,38%, dan saham Apple melesat 3,71%.
Saham teknologi telah mengungguli pada awal tahun 2023, didukung oleh sinyal baru-baru ini tentang pendinginan inflasi yang diharapkan investor dapat menyebabkan jeda dari The Fed dalam kampanye kenaikan suku bunga yang agresif.
Sektor teknologi informasi S&P 500 naik lebih dari 14% pada awal tahun ini, setelah penurunan lebih dari 28% tahun lalu.
"Ini menunjukkan bahwa saham pertumbuhan mulai kembali unggul karena melepaskan beberapa tekanan retorika hawkish yang dibawa ke pasar berisiko selama tahun 2022," kata Keith Buchanan, manajer portofolio senior di GLOBALT Investments, dikutip dari CNBC International.
Namun, indeks Dow Jones ditutup terkoreksi, sedikit terbebani oleh saham Merck yang ambles 3,29% setelah perusahaan farmasi tersebut mengeluarkan prospek yang lemah dalam hasil pendapatan terbarunya, meskipun mengalahkan perkiraan analis di garis atas dan bawah.
Wall Street cenderung berada di jalur positif setelah The Fed mengumumkan kenaikan suku bunga sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya.
The Fed menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bp) ke kisaran 4,5% - 4,75%. Hal ini berarti The Fed kembali memperlambat laju kenaikan setelah sebelumnya menaikkan 50 bp pada Desember 2022 dan 75 basis pada empat pertemuan sebelumnya.
Namun, The Fed tidak memberikan indikasi jeda yang akan datang dalam kenaikan suku bunga. Namun, optimisme investor didorong oleh kenaikan suku bunga yang lebih kecil dan komentar Ketua Jerome Powell yang mengakui pelonggaran inflasi.
Ketua The Fed, Jerome Powell mengatakan bahwa kebijakan perlu tetap restriktif untuk beberapa waktu dan bahwa para pejabat akan memerlukan bukti yang jauh lebih banyak untuk yakin bahwa inflasi berada di jalur yang menurun ke target 2%.
"Komite mengantisipasi bahwa kenaikan berkelanjutan dalam kisaran target akan sesuai untuk mencapai sikap kebijakan moneter yang cukup ketat guna mengembalikan inflasi menjadi 2 persen dari waktu ke waktu," kata The Fed dalam pernyataannya.
Para pejabat The Fed telah mengatakan bahwa data inflasi Oktober, November dan Desember 2022 yang stabil merupakan berita yang disambut baik, namun mereka masuk perlu menantikan lebih banyak data lagi, terutama terkait data ketenagakerjaan.
Saat ini, investor sedang menanti laporan pekerjaan utama yakni data penggajian non-pertanian (NFP) dan tingkat pengangguran yang akan dirilis pada malam hari ini waktu Indonesia dan akan memberikan wawasan lebih lanjut tentang pasar tenaga kerja di AS.
Tanda-tanda pendinginan dapat memberi kesan kepada investor bahwa kenaikan suku bunga lebih lanjut cenderung tidak mungkin dilakukan.
Sembari menanti data tenaga kerja AS utama malam ini, investor cenderung masih mencerna data klaim pengangguran mingguan untuk pekan yang berakhir 28 Januari.
Tercatat, jumlah pelapor untuk tunjangan pengangguran lebih kecil dari yang diharapkan, yakni mencapai 180.000 klaim, dari pekan sebelumnya sebesar 186.000 klaim. Adapun angka tersebut juga lebih rendah dari perkiraan pasar sebesar 200.000 klaim.
Hal ini menandakan bahwa sektor tenaga kerja di Negeri Paman Sam masih cenderung kuat. Namun, investor optimis bahwa The Fed dapat terus mengurangi laju kenaikan suku bunga acuannya di pertemuan mendatang.
Pada hari ini, pelaku pasar bakal memantau beberapa sentimen, di mana salah satunya yakni pergerakan bursa saham Wall Street yang kembali cerah kemarin.
Saham-saham teknologi di AS akhirnya kembali bergeliat dan membantu indeks S&P 500 dan Nasdaq kembali bergairah setelah sempat merana nyaris sepanjang tahun 2022.
Adapun sektor teknologi informasi di S&P 500 naik lebih dari 14% pada awal tahun ini, setelah penurunan lebih dari 28% tahun lalu.
Bergairahnya kembali sektor teknologi bukanlah tanpa sebab. Hal ini karena optimisme investor akan potensi terus melambatnya laju kenaikan suku bunga acuan The Fed.
Sebagaimana diketahui, The Fed pada Kamis dini hari waktu Indonesia menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bp) ke kisaran 4,5% - 4,75%, sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya.
Hal ini berarti The Fed kembali memperlambat laju kenaikan setelah sebelumnya menaikkan 50 bp pada Desember 2022 dan 75 basis pada empat pertemuan sebelumnya.
Meski kenaikannya cenderung terus mengecil, tetapi The Fed tidak memberikan indikasi jeda yang akan datang dalam kenaikan suku bunga. Apalagi, data tenaga kerja di AS masih cenderung kuat.
Saat ini, investor sedang menanti laporan pekerjaan utama yakni data penggajian non-pertanian (NFP) dan tingkat pengangguran yang akan dirilis pada malam hari ini waktu Indonesia dan akan memberikan wawasan lebih lanjut tentang pasar tenaga kerja di AS.
Data NFP dan tingkat pengangguran akan dipantau ketat oleh pelaku pasar dan tentunya The Fed untuk menjadi acuan penetapan kebijakan moneter selanjutnya. Suku bunga tinggi saat ini sudah ditakar oleh pelaku pasar, hal ini membuat bursa saham langsung melesat ketika kenaikan suku bunga yang dilakukan The Fed lebih rendah dari prediksi sebelumnya. Tetapi, pasar saham bisa kembali rontok jika The Fed terus menaikkan suku bunga, khususnya ketika perekonomian AS kuat dan mampu menghindari resesi, ditambah dengan kenaikan upah yang cukup tinggi, sebagaimana diungkapkan analis dari JP Morgan.
Sementara itu dari Eropa, dua bank sentral yakni bank sentral Eropa (Europe Central Bank/ECB) dan bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) kemarin juga mengumumkan kebijakan suku bunga terbarunya.
ECB kembali menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin (bp) menjadi 3% pada pertemuan Kamis kemarin.
Kenaikan suku bunga yang sesuai ekspektasi pasar tersebut membuat biaya pinjaman berada pada level tertinggi sejak 2008.
Bank sentral juga berjanji untuk memberikan kenaikan suku bunga sebesar 50 bp lagi pada pertemuan kebijakan moneter berikutnya di Maret.
ECB juga telah menegaskan kembali akan tetap agresif menaikkan suku bunga secara signifikan dengan kecepatan tetap dan mempertahankannya pada tingkat yang cukup ketat untuk memastikan pengembalian inflasi tepat waktu ke target jangka menengah sebesar 2%.
Adapun, inflasi Uni Eropa pada Januari 2023 tercatat sebesar 8,5% secara tahunan (year-on-year/yoy), sekaligus menjadi yang ketiga kali secara berturut-turut.
Berdasarkan data pendahuluan yang dirilis oleh EUROSTAT, Rabu lalu, inflasi Januari 2023 tersebut menurun dari bulan sebelumnya sebesar 9,2% (yoy).
Tak hanya itu, indeks harga konsumen (IHK) itu pun lebih rendah dari ekspektasi para ekonom yang disurvei Reuters sebesar 9% (yoy).
Sementara itu, BoE juga menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 bp dan memperingatkan bahwa perjuangannya melawan inflasi masih belum berakhir, namun tetap menjaga kemungkinan untuk mengakhiri pengetatan kebijakan.
Langkah ini, yang telah diperkirakan oleh pasar keuangan, meningkatkan suku bunga BoE menjadi 4%, level tertinggi sejak krisis keuangan 2008.
Perhitungan tersebut menunjukkan bahwa ekspektasi pasar saat ini yang akan mencapai puncak suku bunga sekitar 4,5% pada pertengahan 2023 akan menekan inflasi di bawah target 2% dalam jangka menengah.
Hal itu menyiratkan bahwa BoE tidak melihat perlunya menaikkan suku bunga lebih banyak lagi, jika ada, meskipun dengan hati-hati menambahkan ketidakpastian seputar prospek ini tinggi dan "risiko terhadap inflasi condong signifikan ke sisi atas."
"Kami telah melakukan banyak hal pada suku bunga, dan dampak penuhnya masih akan datang," ujar Gubernur BoE, Andrew Bailey menyatakan dalam pidato pembukaan saat konferensi pers reguler.
BoE tetap menaikkan suku bunga karena inflasi juga berjalan lebih tinggi daripada di AS atau di seluruh Eropa, yakni sebesar 10,5% pada Desember 2022.
Keputusan tersebut muncul sehari setelah aksi mogok yang paling besar di Inggris terjadi selama lebih dari satu dekade terakhir, di mana pegawai negeri sipil, guru, dan karyawan sektor publik lainnya semuanya menuntut upah gaji yang lebih tinggi.
Sementara itu pada hari ini, beberapa rilis data ekonomi akan kembali berlanjut, terutama data aktivitas jasa yang tergambarkan pada purchasing manager's index (PMI) periode Januari 2023.
Adapun negara-negara yang akan merilis data PMI jasa bulan lalu yakni Australia, China, Jepang, Uni Eropa, dan AS.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Pidato Presiden bank sentral Eropa (01:30 WIB),
- Rilis data PMI jasa Australia versi Judo Bank periode Januari 2023 (05:00 WIB),
- Rilis data final PMI jasa Jepang periode Januari 2023 (07:30 WIB),
- Rilis data PMI jasa China versi Caixin periode Januari 2023 (08:45 WIB),
- Rilis data penjualan ritel Singapura periode Desember 2022 (12:00 WIB),
- Rilis data final PMI jasa Uni Eropa periode Januari 2023 (16:00 WIB),
- Rilis data final PMI jasa Inggris periode Januari 2023 (16:30 WIB),
- Rilis data indeks harga produsen Uni Eropa periode Desember 2022 (17:00 WIB),
- Rilis data tingkat pengangguran Amerika Serikat periode Januari 2023 (20:30 WIB),
- Rilis data penggajian non-pertanian (NFP) Amerika Serikat periode Januari 2023 (20:30 WIB),
- Rilis data pendapatan rata-rata per jam Amerika Serikat periode Januari 2023 (20:30 WIB),
- Rilis data final PMI jasa Amerika Serikat versi S&P Global periode Januari 2023 (22:00 WIB),
- Rilis data PMI non-manufaktur Amerika Serikat versi ISM periode Januari 2023 (22:00 WIB),
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (Q3-2022 YoY) | 5,72% |
Inflasi (Januari 2023 YoY) | 5,28% |
BI-7 Day Reverse Repo Rate (Januari 2023) | 5,75% |
Defisit Anggaran (APBN Desember 2022) | -2,38% PDB |
Surplus Transaksi Berjalan (Q3-2022 YoY) | 1,3% PDB |
Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (Q3-2022 YoY) | US$ 1,3 miliar |
Cadangan Devisa (Desember 2022) | US$ 137,2 miliar |
CNBC INDONESIA RESEARCH