Dunia Makin Suram! Tak Cuma Amerika, China Juga Sakit
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar finansial Indonesia bergejolak di awal pekan kemarin. Tekanan dari eksternal dan internal membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat nyaris menembus ke bawah 7.000, dan rupiah menyentuh Rp 14.900/US$. Pasar obligasi juga bernasib sama.
Pada perdagangan Selasa (30/8/2022), pasar finansial Indonesia masih berisiko merosot. Sebab, masalah perekonomian tidak hanya melanda negara-negara yang mengalami inflasi tinggi seperti Amerika Serikat (AS). China juga sedang sakit dengan masalahnya sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan pasar hari ini dibahas pada halaman 3 dan 4.
Kembali lagi ke pergerakan kemarin, IHSG sempat jeblok hingga 1,68% ke 7.015,347. Namun, bursa kebanggaan Tanah Air ini perlahan memangkas pelemahan hingga berakhir di 7.132,045 atau melemah 0,04% saja.
Investor asing masih melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 240 miliar di pasar reguler, tunai dan nego.
Nasib berbeda diterima rupiah, sempat jeblok hingga 0,57% melawan dolar AS ke Rp 14.900/US$, pelemahan hanya bisa dipangkas sedikit saja. Di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 14.895/US$, atau melemah 0,54%.
Dari pasar obligasi, Surat Berharga Negara (SBN) tenor 1 sampai 15 tahun mengalami pelemahan, terlihat dari imbal hasil (yield) yang mengalami kenaikan. SBN tenor 1 tahun bahkan yield-nya naik 21 basis poin.
Sementara SBN tenor 20 tahun, 25 dan 30 tahun mengalami penguatan, yield-nya menurun.
Tekanan dari eksternal datang dari pidato ketua The Fed, Jerome Powell, di simposium Jackson Hole Jumat pekan lalu waktu setempat.
Dalam pidato tersebut, Powell menegaskan akan terus menaikkan suku bunga dan mempertahankannya di level tinggi dalam waktu yang cukup lama. Ia juga menyatakan, perekonomian AS akan mengalami "beberapa rasa sakit", tetapi itu harus dilakukan ketimbang inflasi menjadi tak terkendali.
"Saat suku bunga tinggi, pertumbuhan ekonomi melambat, dan pasar tenaga kerja yang melemah maka akan membawa inflasi turun, itu juga akan memberikan beberapa kesakitan bagi rumah tangga dan dunia usaha. Itu adalah biaya yang harus kita tanggung guna menurunkan inflasi. Memang menyakitkan, tetapi kegagalan menurunkan inflasi berarti penderitaan yang lebih besar akan terjadi," kata Powell sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (26/8/2022).
Pernyataan Powell tersebut dilihat pasar sebagai indikasi The Fed akan membiarkan perekonomian AS mengalami resesi guna meredam inflasi.
Hal yang sama kemungkinan akan dilakukan bank sentral lainnya yang juga mengalami masalah inflasi tinggi. Sehingga, resesi dunia menjadi kian nyata.
Alhasil, sentimen pelaku pasar memburuk, pasar finansial Indonesia juga ikut terpukul.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Wall Street Lagi-Lagi Ambrol
(pap/pap)