Newsletter

Wall Street Ambruk, Awas IHSG Terperosok Hari Ini!

Maesaroh, CNBC Indonesia
18 August 2022 06:00
Markets Wall Street. (AP/Courtney Crow)
Foto: Markets Wall Street. (AP/Courtney Crow)

Bergeser ke Paman Sam, tiga bursa utama Amerika Serikat kompak memerah dan mengakhiri tren positif yang berlangsung lima hari sebelumnya. Indeks juga bergerak sangat volatile setelah keluarnya risalah pertemuan the Federal Open Market Committee (FOMC).

Pada perdagangan kemarin, indeks Dow Jones Industrial Average ditutup melemah 171,69 poin tatau 0,5% ke posisi 33.980,32.

 Indeks S&P 500 turun 31,16 poin atau 0,72% ke 4.274,04 sementara itu indeks Nasdaq Composite amblas 164,43 poin atau 1,25% ke posisi 12.938,12.

Market bereaksi negatif karena risalah FOMC memberi sinyal bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) tidak akan menurunkan kebijakan agresifnya.

Risalah tersebut juga menunjukkan jika pejabat The Fed belum melihat sinyal kuat dari pelemahan inflasi meskipun inflasi sudah melandai ke 8,5% (year on year/yoy) pada Juli, dari 9,1% (Juni).

"Partisipan (FOMC) sepakat hanya ada sedikit bukti yang menunjukkan jika tekanan inflasi mereda. Inflasi harus direspon dengan pengetatan moneter. Partisipan berkomitmen untuk mengembalikan inflasi ke target sasaran di kisaran 2%," tulis risalah FOMC.

Dalam risalah yang keluar pada Kamis dini hari waktu Indonesia, the Fed tidak memberi petunjuk khusus berapa mereka akan menaikkan suku bunga dalam pertemuan September mendatang. The Fed hanya mengatakan jika mereka akan tetap  memonitor dengan dekat data-data ekonomi sebelum membuat kebijakan.


Pelaku pasar pun kemudian berekspektasi jika The Fed akan membutuhkan waktu lebih lama lagi untuk menekan inflasi, Artinya, kenaikan suku bunga agresif masih sangat mungkin terjadi.

Pelaku pasar kini memperkirakan the Fed kemungkinan akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps pada September meskipun kenaikan sebesar 75 bps juga masih terbuka.

Sebagai catatan, the Fed sudah menaikkan suku bunga acuan sebesar 225 bps menjadi  2,25% hingga 2,5% sepanjang tahun ini.

"Kebijakan the Fed masih akan hawkish. Ada kemungkinan mereka akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps pada September. Namun, kenaikan sebesar 75 bps juga sangat terbuka," tutur ekonom Spartan Capital Securities Peter Cardillo, kepada Reuters.

Semula, pasar berkekspektasi the Fed akan menurunkan sikap hawkishnya, terutama setelah data inflasi AS menunjukan perbaikan. Selain inflasi, kepercayaan konsumen AS juga sudah merangkak naik.

Namun, data penjualan yang dirilis Rabu (17/8/2022) menunjukkan penjualan ritel bergerak flat pada Juli.

Berdasarkan data yang dirilis Bureau of Labor Statistics, penjualan ritel Amerika Serikat (AS) tercatat flat akibat penurunan harga bensin. Data tersebut di bawah ekspektasi survei Dow Jones yang berekspektasi nai 0,1%.
Flatnya data penjualan ritel disebabkan turunnya penjualan bahan bakar di SPBU, penjualan kendaraan bermotor dan dealer suku cadang, dan penjualan baju di department store.

Namun, terjadi peningkatan 2,7% dalam penjualan online dan kenaikan 1,5% di toko lain-lain.

"Tidak heran jika bursa AS turun. Sebelum ini, ekspektasi melandainya kebijakan the Fed telah meningkatkan optimisme pasar dan membuat saham naik. Kini dengan kenyataan the Fed masih agresif, maka rally berakhir," tutur Chris Larkin, managing director E-Trade Financial, seperti dikutip dari CNBC International.

Larkin mengingatkan volatilitas belum akan berakhir dalam waktu dekat. Menurutnya, apa yang terjadi pada hari ini baru menjadi permulaan.

(mae/luc)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular