Penjualan Retail AS Stagnan, Ini Pertanda Apa?

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
17 August 2022 21:55
Ritel AS (Reuters TV)
Foto: Ritel AS (Reuters TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - Berdasarkan data yang dirilis Berau of Labor Statistics pada Rabu (17/8/2022) penjualan ritel Amerika Serikat (AS) tercatat flat akibat penurunan harga bensin. Tetapi belanja konsumen tampaknya bertahan di mana konsumen lebih banyak menghabiskan uangnya untuk belanja online.

Angka penjualan ritel ini tentunya berbeda dari perkiraan Ekonom yang disurvei oleh Dow Jones yang melihat ada kenaikan 0,1%.

Harga bahan bakar dari rekor tertinggi nominalnya menekan penjualan di SPBU, dibuktikan dengan penerimaan SPBU yang turun 1,8%. Sementara untuk penjualan kendaraan bermotor dan dealer suku cadang juga ikut turun tajam mencapai 1,6%.

Namun penurunan tersebut diimbangi oleh peningkatan 2,7% dalam penjualan online dan kenaikan 1,5% di toko lain-lain.

Data yang dirilis ini tentunya menjadi penting karena akan memberikan gambaran ekonomi untuk mendapatkan pandangan yang jelas pasca ledakan data statistik yang begitu beragam dari AS seperti produk domestik bruto (PBD) yang terkontraksi, data inflasi, tenaga kerja, hingga meningkatnya klaim tunjangan pengangguran.

Konsumen AS bertanggung jawab atas sekitar dua per tiga dari ekonomi AS. Jadi setiap wawasan tentang pengeluaran menjadi penting.

Data penjualan ritel ini juga dipengaruhi oleh kenaikan inflasi, dan angka penjualan harus mencerminkan dampak dari harga yang lebih tinggi.

Seperti yang telah diketahui, inflasi Amerika Serikat (AS) pada Juli 2022 berada di8,5% year-on-year (yoy). Angka ini tercatat masih tinggi, tetapi jauh melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 9,1% atau tertinggi dalam lebih dari 40 tahun terakhir Inflasi yang mulai melandai ini seiring penurunan tajam pada harga gas.

Inflasi yang meninggi pada akhirnya mendorong The Fed untuk menaikkan suku bunga pada akhir bulan lalu. Adanya ketegangan geopolitik perang Rusia-Ukraina turut memperparah kondisi inflasi yang terjadi saat ini. Sebab terjadi lonjakan komoditas pangan dan energi di mana kedua negara itu menjadi produsen terbesar dunia.

Inilah yang telah memangkas belanja konsumen karena masyarakat di AS menahan belanja mereka sehingga daya beli akan tergerus.

Terlebih lagi,pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell pun tak segan 'mengorbankan' ekonomi demi mencapai tujuannya menurunkan inflasi bisa jadi pendorong resesi. Diketahui, The Fed memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin menjadi 2,25% hingga 2,5%.

Pasca tindakan suku bunga yang dinaikkan terus meneru ini, kita coba melihat dampaknya terhadap Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK).

IKK merupakan rata-rata sederhana dari Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini dan Indeks Ekspektasi Konsumen. Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini mencakup keyakinan konsumen mengenai penghasilan saat ini, ketepatan waktu untuk melakukan pembelian barang tahan lama dan ketersediaan lapangan kerja.

Dengan kondisi ekonomi AS saat ini Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) AS menurun, menunjukkan bahwa masyarakat AS tidak 'pede' dengan kondisi ekonomi negaranya.

Survei dari Conference Board menunjukkan bahwa IKK turun ke level terendah hampir 1,5 tahun pada Juli di tengah kekhawatiran tentang inflasi yang tinggi dan kenaikan suku bunga.

IKK AS di Juli turun 2,7 poin ke 95,7 yang menjadi posisi terendah sejak Februari 2021. Penurunan tersebut menjadi penurunan ketiga beruntun.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular