Newsletter

Banjir Sentimen Positif, Mampukah IHSG Menembus Level 7.200?

Maesaroh, CNBC Indonesia
15 August 2022 06:00
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pekan lalu mencatatkan kinerja yang impresif. Baik Indeks Harga Saham Gabungan (HIS), nilai tukar rupiah, ataupun pasar Surat Berharga Negara (SBN) kompak menguat.

Melandainya inflasi Amerika Serikat (AS), masih baiknya kinerja perekonomian domestik, kencangnyacapital inflow, serta penguatan rupiah menjadi penopang kinerja impresif tersebut.

Pada perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (12/8/2022), IHSG memang ditutup melemah 0,43% di 7.129,28. Namun, secara keseluruhan, IHSG masih menguat 0,63% dalam sepekan. Secara month to date, IHSG juga berhasil mencatatkan penguatan sebesar 2,75%.

Dalam lima hari perdagangan pekan ini, IHSG ditutup menguat tiga kali dan melemah dua kali itupun dengan koreksi tipis. IHSG bahkan menembus level psikologis 7.100 pada Selasa pekan lalu dan kini makin mendekat ke level 7.200.


Kinclongnya kinerja IHSG juga tercermin melalui derasnya investor asing yang melakukan aksi beli (net buy). Dalam sepekan, net buy tercatat Rp 3,48 triliun di seluruh pasar.

Pekan ini total transaksi di pasar modal tercatat sebesar Rp 57,4 triliun dengan volume perdagangan pekan ini melibatkan 115,2 miliar saham.

Membaiknya kinerja pasar saham tidak bisa dilepaskan dari melandainya inflasi AS. Inflasi AS pada Juli 2022 berada di 8,5% secara tahunan (year on year/oy), lebih rendah dibandingkan yang tercatat pada Juni (9,1%).

Dengan melandai pada Juli, inflasi Paman Sam diperkirakan sudah mencapai puncaknya. Kondisi ini menjadi angin segar karena bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) diharapkan bisa menurunkan kebijakan agresifnya.

Dari dalam negeri, data pertumbuhan ekonomi pada kuartal serta penguatan rupiah menjadi sentimen positif bagi gerak IHSG. 

Pada 5 Agustus lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2022 menembus 5,44% (yoy). Pertumbuhan tersebut di atas ekspektasi pasar dan mengembalikan tren historis pertumbuhan Indonesia di level 5%.

Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) juga masih mencatatkan surplus selama tujuh bulan berturut-turut pada tahun ini. Pada Januari-Juli, APBN mencatatkan surplus Rp106,1 triliun per Juli 2022 atau 0,57% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pencapaian tersebut merupakan tersendiri karena APBN biasanya sudah defisit sejak Maret.

Sementara itu, bursa Asia-Pasifik ditutup bervariasi pada pekan lalu karena investor masih mencerna data inflasi AS yang melandai tapi potensi pengetatan suku bunga bank sentral AS masih akan berlanjut.

Indeks Nikkei Jepang ditutup melejit 2,62% ke posisi 28.546,98, Hang Seng Hong Kong menguat 0,46% ke 20.175,619, dan KOSPI Korea Selatan naik 0,16% ke 2.527,94.

Indeks Shanghai Composite China turun 0,15% ke posisi 3.276,89, Straits Times Singapura merosot 0,99% ke 3.269,27, dan ASX 200 Australia melemah 0,54% ke 7.032,5.

Di pasar currency, mata uang rupiah pekan ini tampil perkasa. Pada Jumat (12/8/2022), rupiah ditutup pada posisi Rp 14.665 per US$1, menguat 0,68% dibandingkan hari sebelumnya.

Level rupiah pada Jumat pekan lalu juga menjadi yang tertinggi sejak 10 Juni 2022 atau dalam dua bulan lebih.


Sepanjang pekan ini, hanya sekali rupiah terjerembab yakni pada Rabu. Sisanya, mata Uang Garuda mampu mengalahkan kedigdayaan dollar AS.

Dalam sepekan, rupiah sudah menguat sebesar 1,51% secara point to point. Penguatan pekan ini merupakan sebuah pembalikan dari yang terjadi pekan lalu di mana rupiah merosot 0,4% sepekan.

Keperkasaan rupiah tidak bisa dilepaskan dari loyonya dollar AS. Dalam seminggu terakhir, Dollar Index (yang mencerminkan posisigreenbackdi hadapan enam mata uang utama dunia) ambles 0,9% dalam sepekan dan merosot 2,26% dalam sebulan.

Di pasar SBN, harga mayoritas SBN ditutup menguat karena investor ramai memburu obligasi pemerintah.

Hal ini ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield) di hampir seluruh tenor SBN. Hanya SBN tenor pendek yakni 1 tahun yang cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan naiknyayield.

Melansir data dari Refinitiv,yield SBN bertenor 1 tahun menguat 1,8 basis poin (bp) ke level 4,011% pada perdagangan Jumat pekan lalu.

Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara kembali melandai 3,9 bp ke posisi 6,971%. Pada akhirnya, yield SBN tenor 10 tahun kembali menyentuh kisaran 6,9%. 




Beralih ke AS, tiga bursa saham utama Negeri Paman Sam juga mencatatkan kinerja cemerlang. 

Pada perdagangan terakhir, Jumat (12/8/2022), indeks Dow Jones Industrial Average ditutup menguat 424,38 poin atau 1,27% ke posisi 33.761,05.  Indeks S&P 500 naik 72,88 poin atau 1,73% ke 4.280,15 sementara itu indeks Nasdaq Composite melonjak 267,27 poin atau 2,09% ke posisi 13.047,19.

Pekan ini, S&P 500 menguat 3,25%, Dow Jones naik 2,92% sementara Nasdaq menguat 3,08%. Nasdaq menguat selama empat pekan beruntun.

Positifnya kinerja bursa AS sejalan dengan optimisme pasar setelah inflasi AS melandai pada Juli. Indeks harga produsen AS secara mengejutkan juga turun 0,5% (month to month) pada Juli sejalan dengan menurunnya harga energi. Penurunan tersebut adalah yang pertama kali sejak April 2020.

Pelemahan indeks semakin meyakinkan pasar jika tren inflasi AS akan melandai ke depan.

Selain data inflasi, meningkatnya indeks kepercayaan konsumen AS semakin menyuntikkan sentiment positif ke bursa AS.

Data awal dari survei Michigan University menunjukkan indeks kepercayaan konsumen meningkat menjadi 55,1 pada Agustus, dari 52,5 pada Juli. Indeks ada di level tertinggi dalam tiga bulan terakhir.

Ekspektasi inflasi satu tahun ke depan menunjukkan inflasi akan turun ke 5,0% sementara dalam lima tahun ke depan ada di kisaran 2,9-3,0%.

"Tentu saja kita tidak bisa mendebat lagi bahwa data inflasi dan indeks kepercayaan konsumen membawa harapan besar. Penguatan bursa kemungkinan berlanjut karena inflasi melemah dan The Fed akan menurunkan agresivitasnya," tutur Michael Darda, dari MKM Partners, seperti dikutip dari CNBC International.

Kepala strategist dari Inverness Counsel New York Tim Ghriskey mengatakan data inflasi dan kepercayaan konsumen meyakinkan pelaku pasar jika hal terburuk sudah berlalu.

"Memang itu hanya angka semata tetapi itu membuat investor merasa lebih baik. Saya tidak akan mendeklarasikan kemenangan karena masih banyak berita buruk. Namun, ini setidaknya memberi harapan bahwa pasar sudah melewati titik bottom nya," ujarnya.

Dec Mullarkey dari SLC Management Boston mengatakan kewaspadaan tentu saja masih ada.

Terlebih, The Fed masih akan menaikkan suku bunga ke depan. Namun, melandainya inflasi telah menurunkan taruhan soal besaran kenaikan suku bunga acuan pada September.
Pasar kini berekspektasi jika the Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps, bukan 75 bps.

Mullarkey memperkirakan inflasi umum akan berada di kisaran 7% atau lebih rendah pada akhir tahun ini sementara inflasi inti ada di angka 4%.

Di awal perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen, salah satunya adalah cemerlangnya kinerja bursa saham AS pada pekan lalu.

Kinerja Wall Street yang meyakinkan diharapkan bisa memberi suntikan positif ke pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia. Terlebih, data terbaru AS menunjukkan indeks kepercayaan konsumen Paman Sam semakin meningkat.

Kondisi tersebut setidaknya meningkatkan optimisme jika perekonomian AS telah melewati periode terburuk.

Namun, banyak analis yang mengingatkan jika ekonomi AS belum melewati badai sepenuhnya. The Fed masih akan menaikkan suku bunga karena inflasi masih jauh di atas target mereka yang ada di kisaran 2%.

Ancaman resesi juga belum lenyap karena ekonomi AS masih terkontraksi.

"Data tenaga kerja AS sangat kuat dan inflasi masih tinggi, tidak ada alasan bagi Fed mengendurkan kebijakan agresifnya," tutur Jason Williams, strategis dari Citigroup Inc, kepada Bloomberg. 


Selain kabar dari Negeri Paman Sam, sejumlah negara juga akan mengeluarkan data ekonomi penting pada hari ini yang bisa menjadi sentimen pasar hari ini.

Jepang akan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2022. Ekonomi Negeri Matahari Terbit diperkirakan rebound pada April-Juni setelah terkontraksi 0,5% pada kuartal sebelumnya.

Polling Reuters memperkirakan ekonomi Jepang akan tumbuh 2,5% pada kuartal II-2022.

Sementara itu, China akan mengeluarkan rilis Indeks Harga Rumah, produksi sektor industri, serta data penjualan ritel untuk Juli. Jika data-data tersebut membaik maka hal itu bisa menjadi angina segar bagi perekonomian China yang lesu pada kuartal II-2022.

Dari dalam negeri, ada dua agenda penting yaitu statistik utang luar negeri untuk Juni serta data neraca perdagangan Juli.


Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Juli akan mencapai US$ 3,81 miliar.
Surplus tersebut melandai dibandingkan yang tercatat pada Juni yang tercatat US$ 5,09 miliar.

Sejumlah lembaga mengatakan surplus mengecil karena melandainya harga minyak sawit mentah (CPO). Ekspor CPO dan produk turunannya berkontribusi sekitar 15% dari total ekspor Indonesia. Naik turunnya harga CPO tentu berdampak besar kepada kinerja ekspor.

Namun, lonjakan harga batu bara pada bulan lalu akan menopang ekspor Juli.

"Secara month to month, ekspor akan turun sebesar 2,1%. Hal ini terkait dengan koreksi harga komoditas ekspor terutama CPO," tutur ekonom Bank Danamin Irman Faiz kepada CNBC Indonesia.

Jika neraca perdagangan kembali mencatatkan surplus pada Juli, artinya Indonesia sudah membukukan surplus neraca perdagangan selama 27 bulan terakhir.

Surplus neraca dagang yang berlanjut diharapkan masih dapat menguatkan fundamental nilai tukar rupiah seiring dengan menurunnya cadangan devisa.

William Surya Wijaya, CEO dari PT Yugen Bertumbuh Sekuritas, memperkirakan IHSG akan berpotensi  menguat dan kemungkinan bergerak di kisaran 7002 - 7223.

Besarnya capital inflow akan menjadi salah satu penggerak IHSG. Berdasarkan data Bank Indonesia, sejak 1 Januari-11 Agustus,  pada pasar saham Indonesia tercatat net buy sebesar Rp 58 triliun.

"Hal ini menunjukkan minat investor yang masih cukup besar terhadap pertumbuhan pasar modal Indonesia. Hari ini IHSG berpotensi menguat," tutur William, dalam analisinya.

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:
Jepang akan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2022 (06: 50 WIB)

China akan mengeluarkan rilis Indeks Harga Rumah, produksi sektor industri, serta data penjualan ritel untuk Juli (09:00 WIB).

Bank Indonesia akan mengeluarkan rilis statistik utang luar negeri per Juni (10: 00 WIB)

Badan Pusat  Statistik akan mengumumkan data neraca perdagangan Juli ( 11:00 WIB)

Agenda korporat:

Tanggal cum Dividen Tunai Interim PT Indika Energy (INDY)

Tanggal Pembayaran Dividen Tunai Interim PT Eastparc Hotel (EAST)

Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS) PT Minna Padi Investama Sekuritas (PADI) pukul 13:00 WIB

RUPS PT Berlian Laju Tanker (BLTA) pukul 14: 00 WIB

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q2-2022 YoY)

5,44 %

Inflasi (Juli 2022, YoY)

4,94%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Juli 2022)

3,50%

Surplus Anggaran Sementara (APBN 2022 per Juli)

0,57% dari PDB

Surplus Transaksi Berjalan (Q1-2022)

0,1% PDB

Cadangan Devisa (Juli 2022)

US$ 132,2 miliar

 

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular