
Banjir Sentimen Positif, Mampukah IHSG Menembus Level 7.200?

Di awal perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen, salah satunya adalah cemerlangnya kinerja bursa saham AS pada pekan lalu.
Kinerja Wall Street yang meyakinkan diharapkan bisa memberi suntikan positif ke pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia. Terlebih, data terbaru AS menunjukkan indeks kepercayaan konsumen Paman Sam semakin meningkat.
Kondisi tersebut setidaknya meningkatkan optimisme jika perekonomian AS telah melewati periode terburuk.
Namun, banyak analis yang mengingatkan jika ekonomi AS belum melewati badai sepenuhnya. The Fed masih akan menaikkan suku bunga karena inflasi masih jauh di atas target mereka yang ada di kisaran 2%.
Ancaman resesi juga belum lenyap karena ekonomi AS masih terkontraksi.
"Data tenaga kerja AS sangat kuat dan inflasi masih tinggi, tidak ada alasan bagi Fed mengendurkan kebijakan agresifnya," tutur Jason Williams, strategis dari Citigroup Inc, kepada Bloomberg.
Selain kabar dari Negeri Paman Sam, sejumlah negara juga akan mengeluarkan data ekonomi penting pada hari ini yang bisa menjadi sentimen pasar hari ini.
Jepang akan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2022. Ekonomi Negeri Matahari Terbit diperkirakan rebound pada April-Juni setelah terkontraksi 0,5% pada kuartal sebelumnya.
Polling Reuters memperkirakan ekonomi Jepang akan tumbuh 2,5% pada kuartal II-2022.
Sementara itu, China akan mengeluarkan rilis Indeks Harga Rumah, produksi sektor industri, serta data penjualan ritel untuk Juli. Jika data-data tersebut membaik maka hal itu bisa menjadi angina segar bagi perekonomian China yang lesu pada kuartal II-2022.
Dari dalam negeri, ada dua agenda penting yaitu statistik utang luar negeri untuk Juni serta data neraca perdagangan Juli.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Juli akan mencapai US$ 3,81 miliar.
Surplus tersebut melandai dibandingkan yang tercatat pada Juni yang tercatat US$ 5,09 miliar.
Sejumlah lembaga mengatakan surplus mengecil karena melandainya harga minyak sawit mentah (CPO). Ekspor CPO dan produk turunannya berkontribusi sekitar 15% dari total ekspor Indonesia. Naik turunnya harga CPO tentu berdampak besar kepada kinerja ekspor.
Namun, lonjakan harga batu bara pada bulan lalu akan menopang ekspor Juli.
"Secara month to month, ekspor akan turun sebesar 2,1%. Hal ini terkait dengan koreksi harga komoditas ekspor terutama CPO," tutur ekonom Bank Danamin Irman Faiz kepada CNBC Indonesia.
Jika neraca perdagangan kembali mencatatkan surplus pada Juli, artinya Indonesia sudah membukukan surplus neraca perdagangan selama 27 bulan terakhir.
Surplus neraca dagang yang berlanjut diharapkan masih dapat menguatkan fundamental nilai tukar rupiah seiring dengan menurunnya cadangan devisa.
William Surya Wijaya, CEO dari PT Yugen Bertumbuh Sekuritas, memperkirakan IHSG akan berpotensi menguat dan kemungkinan bergerak di kisaran 7002 - 7223.
Besarnya capital inflow akan menjadi salah satu penggerak IHSG. Berdasarkan data Bank Indonesia, sejak 1 Januari-11 Agustus, pada pasar saham Indonesia tercatat net buy sebesar Rp 58 triliun.
"Hal ini menunjukkan minat investor yang masih cukup besar terhadap pertumbuhan pasar modal Indonesia. Hari ini IHSG berpotensi menguat," tutur William, dalam analisinya.
(mae/mae)