Polling CNBC Indonesia

Neraca Perdagangan 'Diramal' Masih Surplus, Tapi Anjlok Nih!

Maesaroh, CNBC Indonesia
12 August 2022 11:40
Ilustrasi kelapa sawit. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi kelapa sawit. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Surplus neraca perdagangan Indonesia diperkirakan mengecil pada Juli 2022 karena mulai melandainya harga minyak sawit mentah (CPO).

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Juli sebesar US$ 3,81 miliar. Turun signifikan ketimbang bulan sebelumnya yang mencapai US$ 5,09 miliar.

Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor akan tumbuh 29,21% (year on year/yoy) sementara impor meningkat 31,02%.

Sebagai catatan, pada Juni lalu, nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 26,09 miliar atau melesat 40,68% (yoy) dan naik 21,30% dibandingkan bulan sebelumnya. Impor mencapai US$ 21 miliar, naik 21,98% (yoy) dan menguat 12,87% dibandingkan bulan sebelumnya.



Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode Juli 2022 pada Senin (15/7/2022). Menyusutnya surplus neraca perdagangan yang melebar pada Juli sudah tercermin dalam cadangan devisa.

Bank Indonesia melaporkan posisi cadangan devisa pada akhir Juli tercatat US$ 132,2 miliar, turun dibandingkan Juni 2022 yang tercatat sebesar US$ 136,4 miliar.

Ekonom Bank Danamon Irman Faiz mengatakan kinerja ekspor Indonesia pada Juli 2022 masih akan dimotori komoditas. Dia menjelaskan nilai ekspor kemungkinan akan turun pada Juli dibandingkan bulan sebelumnya karena melandainya harga minyak kelapa sawit mentah (CPO).

"Secara month to month, ekspor akan turun sebesar 2.1%. Hal ini terkait dengan koreksi harga komoditas ekspor terutama CPO," tutur Irman kepada CNBC Indonesia.

Merujuk pada data Refinitiv, harga CPO pada Juli rata-rata ada di kisaran MYR 3.940/ton, jauh lebih rendah dibandingkan pada Juni yang tercatat MYR 5.473 per ton.
Merujuk data BPS, CPO dan produk turunannya berkontribusi sekitar 15% dari total ekspor Indonesia. Naik turunnya harga CPO tentu berdampak besar kepada kinerja ekspor.

Ekonom Sucor Sekuritas Ahmad Mikail Samuel mengatakan ekspor Indonesia kemungkinan terbantu oleh program flush out ekspor CPO. Program tersebut diperkirakan melambungkan volume ekspor CPO Indonesia pada Juli. Dengan volume yang melonjak, kinerja ekspor diharapkan bisa terbantu.

"Flush out ekspor CPO kemungkinan akan menaikkan ekspor CPO kita bertambah sekitar US$1 miliar. Ditambah harga batu bara yang masih tinggi di US$ 350, kemungkinan trade balance masih bisa stabil di US$ 5 miliar," ujar Mikail kepada CNBC Indonesia.

Sebagai catatan, pada pertengahan Juni, pemerintah bahkan mengeluarkan program flush out atau percepatan penyaluran ekspor untuk komoditas CPO dan turunannya. Kebijakan tersebut berlaku dari 14 Juni 2022 hingga 31 Juli 2022.

Program flush out membuat harga CPO sempat ambruk karena melimpahnya pasokan. Namun, perlahan-lahan harga CPO kembali membaik.



Indeks  aktivitas manufaktur atau PMI Manufacturing sejumlah negara mitra dagang utama Indonesia melandai pada Juli. Kondisi tersebut bisa berdampak kepada permintaan impor asal Indonesia.

Biro Statistik Nasional China (NBS) mengumumkan PMI Manufacturing China melandai ke 49 pada Juli 2022, turun dibandingkan 50,2 pada Juni. Level tersebut menunjukkan sektor industri China tengah dalam fase kontraksi. 

Sementara itu, PMI Manufacturing Jepang melandai ke 52,1 pada Juli, dibandingkan 52,7 pada Juni. PMI Manufacturing Amerika Serikat (AS) melandai ke 52,2 pada Juli dari 52,7 pada Juni.

Ekonom BNI Sekuitas Damhuri Nasution mengatakan melandainya PMI merupakan sinyal melemahnya perekonomian mitra dagang Indonesia. Lonjakan inflasi, ancaman resesi, hingga pengetatan suku bunga acuan membuat perekonomian sejumlah mitra dagang Indonesia melambat.

"Kekhawatiran perlambatan ekonomi membuat harga komoditas perlahan turun. Indeks harga komoditas Indonesia pada Juli turun 11,5% dibandingkan bulan sebelumnya," tutur Damhuri kepada CNBC Indonesia.

Sebaliknya, Damhuri menjelaskan PMI Manufacturing Indonesia meningkat menjadi 51,3 pada Juli dari 50,2 pada Juni. Artinya, PMI Indonesia sudah ada dalam fase ekspansif selama 11 bulan beruntun.

"Pemesanan baru, output perusahaan, dan aktivitas pembelian tumbuh lebih cepat pada Juli yang menunjukkan adanya kenaikan permintaan barang mentah dan barang modal untuk produksi domestik," ujarnya.

Senada, Irman juga mengatakan impor diperkirakan akan naik pada Juli dibandingkan bulan sebelumnya. "Kenaikan seiring dengan ekspansi mobilitas dan kita lihat indikator manufaktur ekspansif cukup besar pada Juli," tuturnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular