Newsletter

Dear Investor, Ada Harapan Rebound Meski Pasar Bakal Volatil

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
Selasa, 21/12/2021 06:10 WIB
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar modal dan pasar keuangan nasional mengakhiri sesi perdagangan Senin (20/12/2021) di bawah tekanan, meski penguatan masih terlihat di pasar obligasi. Hari ini, aksi pembelian di tengah koreksi berpeluang terjadi meski volatilitas masih tinggi.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup merosot 0,83% atau 54,8 poin ke 6.547,11 dengan nilai transaksi yang menurun menjadi Rp 11,6 triliun. Sebanyak 167 saham menguat, 390 saham melemah dan 120 lainnya stagnan.

Investor asing tercatat kembali melakukan aksi penjualan bersih (net sell) sebesar Rp 387 miliar di pasar reguler. Namun di pasar tunai dan negosiasi, asing tercatat melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 930 miliar.

Koreksi terjadi bersamaan dengan tren pelemahan di bursa saham utama Asia, di mana indeks Nikkei Jepang menjadi yang paling parah koreksinya, yakni mencapai 2% lebih, diikuti bursa Shenzen China yang anjlok 1,9%.

Pemicunya adalah pandemi. Meski pelaku pasar mendapati fakta bahwa varian terbaru virus Covid-19 yakni Omicron terbukti tidak memicu gejala parah, pemerintah negara maju justru bersikap reaktif dengan melakukan pembatasan wilayah (lockdown).

Penyebaran virus corona yang cepat membuat rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot, dan di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Melansir data dari situs resmi BI, kurs tengah atau Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) kemarin di level Rp 14.384/US$, atau melemah 0,29% jika dibandingkan posisi Jumat pekan lalu.

Di pasar spot, rupiah melemah tipis 0,07% di Rp 14.375/US$. Namun rupiah tidak sendirian, karena mayoritas mata uang utama Asia juga melemah melawan dolar AS. Hanya yen Jepang dan rupee India yang mampu menguat.

Di pasar surat utang, harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup melemah yang mengindikasikan bahwa pelaku pasar tidak terlalu khawatir melihat situasi sekarang hingga harus memborong aset aman (safe haven) tersebut.

Mayoritas investor cenderung melepas SBN acuan, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield). Hanya SBN bertenor 1, 15, dan 20 tahun yang ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya yield pada hari ini.

Melansir data Refinitiv, yield SBN tenor 1 tahun turun signifikan sebesar 20,3 basis poin (bp) ke level 3,441%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 15 tahun melemah 0,2 bp ke 6,297%, dan yield SBN berjangka waktu 20 tahun turun 1,1 bp ke level 7,113%.

Sementara itu, yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara di pasar berbalik menguat 2,8 bp ke 6,44%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.


(ags/ags)
Pages